Dua orang pengawal yang kehilangan Bella melapor dan menundukkan kepala di hadapan Glenn. Wajah dingin Glenn seketika menjadi lebih dingin. Rahangnya mengeras. Glenn segera memerintahkan seluruh pengawalnya yang ada di kapal untuk menggeledah seluruh isi kapal dan mencari keberadaan Bella.
Para penghuni kapal seketika mulai merasa panik dan kebingungan. Termasuk Pablo, Casper, dan Tuan Jhon yang bergidik karena terjebak dalam situasi yang menegangkan. Bella dan Emma menghilang. Bahkan, Pablo tiada hentinya menggigit ujung kuku dengan mengibaskan kipas tangan lipat yang selalu ia bawa. Suasana di dalam kapal terasa begitu mencekam. Namun, Pablo juga merasa khawatir pada keselamatan Bella dan juga Emma.
Sedang air muka frustrasi dan penuh kekhawatiran kini tercetak jelas di raut wajah Glenn. Padahal, biasanya pria itu selalu mampu menyembunyikan segala macam bentuk ekspresi di balik wajahnya yang datar dan dingin. Namun, tidak untuk saat ini.
"Apa kau berhasil men
Aaron mengusap air mata Emma dengan senyuman, "Apakah aku perlu meminta maaf padamu? Ataukah aku harus menciummu untuk yang terakhir kalinya sebagai Pangeran yang jahat?""Fuck you!" Emma mengumpat dengan tatapan tajam tertuju kepada Aaron.Aaron justru tergelak dan tertawa menggelegar, "Tenang saja! Aku bukan seorang psikopat yang akan membunuh siapa saja. Aku hanya ingin mengambil sesuatu yang sebenarnya milikku. Dan sebentar lagi, kau boleh menyaksikan apa yang akan kulakukan pada sahabatmu," jelas Aaron dengan tatapan menyeringai. Tentu saja yang dimaksud Aaron adalah Bella. Sebab, pria itu begitu terobsesi kepada Bella.Emma terkesiap dengan pupil mata bergetar. Emma kemudian memandangi Bella yang sedang terikat dalam posisi terbaring sebelum akhirnya kembali menatap Aaron. "Apa kau gila? Apa yang akan kau lakukan padanya?"Aaron menukikkan sebelah alis sembari mengarahkan bola matanya ke atas, berpura-pura berpikir, "Bersenang-senang," j
Beberapa penghuni yang berada di kapal pesiar fokus menatap layar navigasi dengan titik merah yang berkelap-kelip. Posisi kapal yang mereka tumpangi saat ini semakin mendekat. Namun, tiba-tiba titik merah itu menjadi semakin samar. Hingga akhirnya, seketika menghilang. Ya, titik terakhir itu menghilang tepat di dalam sebuah daratan pulau tidak berpenghuni."Oh shit!" Glenn mengumpat dengan raut wajah frustrasi.Pablo membeliak, "Kenapa tiba-tiba hilang?!" pekiknya heboh seperti biasa."Apakah mereka telah menemukan dan mematikan chip Bella?" Casper menerka.Glenn menggeram rendah dengan gigi bergemeratak. Pria itu berdiri dengan kepala menunduk dan juga kedua telapak tangan yang bertumpu di atas meja. Ia sedang berpikir, "Apakah di utara memang terdapat sebuah daratan?" tanya Glenn secara tiba-tiba yang mencurigai sesuatu.Casper mengangguk, "Ya, karena aku sering berlibur menggunakan kapal pesiar ini, setidaknya aku tahu jika di utara memang
Bella menoleh ke samping dan bergumam rendah, "Emma ...." Ya, seseorang yang terkena puluru dan jatuh terbaring di lantai mercusuar adalah Emma. Gadis mungil itu tertembak tepat di bagian perutnya saat berusaha melindungi Aaron yang sedang duduk di samping Bella. Emma sebenarnya telah sadar sebelum kedatangan Glenn dan diam-diam melepaskan ikatan tali di kedua tangannya yang sebelumnya memang telah melonggar. Efek dari saputangan yang dibekapkan Aaron di mulut Emma sudah tidak maksimal seperti saat digunakan kepada Bella. Tentu saja, sebab obat yang dibubuhkan di saputangan tersebut telah dibiarkan cukup lama dan telah memuai. Emma menoleh ke arah Bella dengan wajah lemah dan pandangan mata sayu, "Maafkan aku, Bella," gumamnya rendah bersusah payah. Bella menggeleng, masih dengan raut wajah terkesiap, "Mengapa kau harus meminta maaf? Kau sama sekali tidak melakukan kesalahan." Bella terisak menatap Emma dengan lekat. Sedang Aaron juga ti
Glenn menggenggam erat sebelah tangan Bella yang sedang tidak sadarkan diri di ruang intensif VVIP Shiloams Hospital. Dengan kepala menunduk dan tangannya yang sedang menggenggam diletakkan di puncak kepala, Glenn kini kembali terlihat begitu kacau. Sudah beberapa jam berlalu sejak ia hanya duduk dengan posisi seperti itu.Glenn sama sekali enggan untuk beranjak dan meninggalkan Bella. Tak lama, ia merasakan sebuah gerakan pada jemari lentik yang sedang ia genggam. Kelopak mata gadis itu kemudian mengerjap hingga akhirnya terbuka.Bella sedikit tersadar dan merasakan tangannya sedang digenggam oleh telapak tangan yang lebar dan hangat. Gadis itu mengedarkan pandangan dan melihat seorang pria duduk di kursi yang ada di samping tempat tidurnya.Glenn menatapnya dengan lekat. Tatapan mereka bertemu. Kini, wajah Glenn terlihat begitu kacau. Seraut wajah penuh kekhawatiran terlihat jelas serta sebuah rasa takut yang begitu dalam begitu terpancar dan memen
Dokter Arthur yang khusus menangani Bella kini sedang duduk di dalam ruangannya yang ada di Shiloams Hospital. Namun, tidak hanya dr. Arthur seorang diri yang berada di dalam ruangan tersebut. Seorang pria dengan wajah dingin juga duduk tepat di depan mejanya.Netra biru pria itu terasa begitu menghunus dan seakan mengintimidasi setiap perkataan yang akan keluar dari mulut Arthur. Tatapan matanya terkunci dengan berbagai kekalutan yang sedang disembunyikan dengan rapi. Ya, pria itu adalah Glenn yang hendak mendengar penjelasan Arthur.Sedang dokter senior tersebut menelan saliva yang seolah tertahan di kerongkongan dan menghela napas dalam-dalam. Sedikit berdeham untuk menunjukkan wibawanya, ia segera membuka suara, "Jadi, kami sedang menyelidiki sesuatu yang disuntikkan pada Nona Bella ketika diculik sebelumnya," papar Arthur."Lalu?" sahut Glenn dengan alis mata menukik, seolah tidak mengizinkan perkataan buruk apapun keluar dari mulut Arthur.
Di dalam sebuah ruang petak sederhana dengan beberapa butir obat pil yang diletakkan di dalam mangkuk kecil di atas nakas, sebuah gelas berisi air minum dan makanan yang sama sekali tidak terjamah, serta hanya ada sebuah ranjang kecil di dalam sepetak ruang yang cukup gelap dan sunyi.Terduduk seorang pria yang melipat kedua kaki di atas ranjang dengan pandangan lurus ke depan. Pria itu menatap jendela kecil yang menjadi satu-satunya ventilasi sekaligus sumber cahaya. Berhari-hari telah ia lalui hanya dengan kegiatan membosankan seperti itu. Bibir yang biasa tersenyum palsu kini hanya bungkam berhiaskan wajah datar.Tirai jendela kecil yang berkibar karena tertiup oleh angin di pagi hari tetap tidak mengalihkan fokus pandangan netra hijau pria tersebut. Pikiran pria itu sedang berkelana, memikirkan hal yang semestinya tidak ia pikirkan.Tak lama, pintu ruangan di mana pria itu berada tiba-tiba terbuka. Seorang sipir dengan wajah datar dan tidak acuh
Satu bulan kemudian. Bella berjalan di lorong Rumah Sakit mengenakan setelan seragam pasien sembari menggeret sebuah tiang infus beroda yang masih meneteskan cairan dari botol infus ke selang infus yang terhubung di tangannya. Wajah gadis itu terlihat pucat dan tidak sesegar sebelumnya, kantung matanya terlihat cekung dan lebih gelap, tubuhnya juga tampak lebih kurus. Tentu saja itu semua karena virus buatan yang terus menggerogotinya. Bella sedang berjalan seorang diri menuju ruang intensif di mana Emma berada. Bella ingin mengunjungi dan melihat keadaan sahabatnya yang masih dalam kondisi koma. Ya, Bella begitu merindukan Emma. Setelah merengek pada Glenn melalui panggilan video kala pria itu masih berada di LV company, akhirnya Glenn menyetujui permintaan Bella dengan catatan menunggunya sebentar lagi yang akan kembali ke Shiloams dan menemaninya. Namun, Bella sungguh merasa tidak sabar dan justru pergi sendiri. Membuka pintu ruang intensif di mana E
Glenn duduk di ruangan dr. Arthur dengan seraut wajah frustrasi. Pria itu telah menceritakan semua yang terjadi kepada Bella yang tiba-tiba tidak mengingatnya. Kini, gadis itu sudah berada di dalam kamarnya dan tertidur pulas. Sedang Glenn sendiri masih dalam keadaan was-was.Arthur yang baru saja melakukan pemeriksaan pada Bella sedang membaca hasilnya dan akan memberitahukan hasil tersebut kepada Glenn, "Jadi, seperti yang telah kau ketahui jika efek dari virus itu sudah mulai bekerja pada otaknya." Arthur menghela napas panjang, "Perkembangan pengobatan yang kami lakukan juga semakin lama semakin tidak ada perubahan padanya. Jadi—""Aku akan merobek mulutmu jika kau berani melanjutkannya. Aku tidak ingin mendengar suatu hal buruk yang akan terjadi padanya," sahut Glenn dengan air muka merah padam.Sedangkan Arthur hanya bisa menghela napas dalam-dalam sembari menampilkan seraut wajah pasrah. Glenn mengepalkan tangannya erat seraya beranjak berdiri