Home / Romansa / Gairah Cinta CEO Muda / Bab 5 : Antara Bisnis dan Perasaan

Share

Bab 5 : Antara Bisnis dan Perasaan

Author: firaslfn
last update Last Updated: 2024-12-14 02:13:24

Pagi itu, cuaca di luar kantor Mahendra Group terasa begitu cerah. Matahari yang bersinar hangat seakan memberi semangat bagi setiap orang yang berada di dalamnya. Nayara duduk di mejanya, memandang berkas-berkas yang berserakan di depannya. Hatinya sedikit cemas karena hari ini ia harus menyelesaikan beberapa tugas yang telah menumpuk, tetapi suasana tenang di ruang kerjanya memberinya sedikit ketenangan. Beberapa kolega melintas di depannya, tersenyum ramah dan menyapanya dengan hangat. Nayara membalas sapaan mereka dengan senyuman ringan.

Pekerjaan di kantor ini bukanlah hal yang asing bagi Nayara. Setelah bertahun-tahun bekerja dengan berbagai atasan, ia mulai merasa lebih percaya diri dan menguasai apa yang ia lakukan. Namun, kali ini semuanya terasa berbeda. Ada hal yang lebih rumit di balik pekerjaan ini, dan itu datang dalam bentuk Devandra Satya Mahendra—CEO muda yang terkenal dengan ketegasannya.

Meskipun mereka sudah bekerja sama selama beberapa waktu, Nayara masih merasa canggung setiap kali berhadapan langsung dengan Devandra. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang mengganggu di antara mereka berdua. Mungkin itu hanya perasaannya saja, pikir Nayara. Lagipula, Devandra selalu profesional dan terpisah dengan kehidupan pribadinya. Namun, ada sikap-sikap kecil yang mulai ia tangkap belakangan ini yang membuatnya sedikit bingung.

Seperti hari ini, misalnya. Sejak pagi tadi, Devandra terlihat lebih sering melirik ke arahnya dari meja kerjanya. Nayara berusaha untuk tetap fokus, tetapi ada sesuatu dalam pandangan Devandra yang membuatnya merasa seperti diperhatikan dengan cara yang berbeda. Tentu saja, ia berusaha mengabaikannya, menganggap itu hanya kebetulan. Namun, perasaan itu semakin kuat seiring berjalannya waktu.

Saat istirahat makan siang tiba, Nayara berjalan ke pantry dengan langkah ringan. Beberapa rekan kerjanya sedang berbicara di sudut ruangan, tertawa kecil di tengah percakapan ringan mereka. Nayara menyapa mereka dengan senyuman, mengambil secangkir kopi, dan duduk di meja yang agak jauh dari keramaian. Ia lebih memilih untuk menikmati sejenak waktu sendiri, berpikir tentang segala hal yang terjadi belakangan ini.

Namun, tak lama setelah ia duduk, pintu pantry terbuka, dan seseorang masuk. Nayara mengenali sosok itu dengan cepat. Devandra.

Meskipun mereka jarang berinteraksi di luar urusan pekerjaan, Nayara bisa merasakan ketegangan yang muncul begitu saja saat Devandra ada di dekatnya. Devandra berjalan mendekat dengan langkah tenang, dan meskipun tidak mengatakan apapun, Nayara bisa merasakan tatapannya yang seakan menilai.

"Ah, Nayara," ujar Devandra, suaranya tenang namun cukup membuatnya terkejut. "Sudah makan siang?"

Nayara sedikit tersentak, mengangkat kepalanya dari ponselnya. "Eh, sudah, Tuan Mahendra," jawabnya agak terburu-buru. "Saya sedang menikmati kopi."

Devandra tersenyum samar, duduk di seberang meja. "Kopi di sini memang enak," ujarnya sambil memandang cangkir Nayara.

"Benar, Tuan Mahendra," jawab Nayara, mencoba menjaga percakapan tetap ringan. "Ini kopi favorit saya."

"Ah," Devandra mengangguk pelan, lalu terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata. "Kamu selalu memiliki cara untuk membuat pekerjaan lebih menyenangkan, Nayara."

Nayara merasa sedikit terkejut dengan pujian yang tidak terduga. Meskipun kata-kata itu terdengar biasa saja, ada sesuatu dalam nada suara Devandra yang membuatnya merasa seperti dipandang lebih dari sekadar seorang rekan kerja.

"Terima kasih, Tuan Mahendra," jawab Nayara, mencoba untuk tetap santai meskipun hati mulai berdebar. "Saya hanya berusaha melakukan yang terbaik."

Devandra menyandarkan punggungnya ke kursi dengan santai, namun matanya tetap memperhatikan Nayara. "Aku tahu," ujarnya dengan nada yang agak lebih serius. "Kamu punya banyak potensi, Nayara."

Nayara menatapnya, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Ada sesuatu dalam cara Devandra berbicara yang membuatnya merasa sedikit bingung. "Saya hanya berusaha mengikuti alur yang ada," jawab Nayara, tidak ingin terlalu banyak berpikir tentang arah percakapan ini.

Devandra terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "Terkadang, kita hanya perlu sedikit lebih berani untuk mengambil langkah-langkah besar."

Mendengar itu, Nayara hanya bisa tersenyum kecil, merasa canggung. "Mungkin," jawabnya pelan, sambil mengaduk kopinya.

Devandra tidak langsung menjawab. Ia hanya duduk diam, menatap cangkir kopinya sejenak. Tiba-tiba, suasana dalam pantry terasa lebih tegang daripada biasanya. Nayara merasa ada sesuatu yang tak terucap di antara mereka. Apakah ini hanya percakapan biasa, atau ada maksud yang lebih dalam dari kata-kata Devandra?

Setelah beberapa saat yang terasa hening, Devandra akhirnya berdiri. "Saya harus kembali ke ruang kerja," katanya, suaranya kembali terdengar seperti biasanya—terkendali dan profesional. "Terima kasih atas kopinya, Nayara."

"Terima kasih, Tuan Mahendra," jawab Nayara dengan suara ringan, meskipun perasaannya sedikit kacau.

Setelah Devandra pergi, Nayara kembali terbenam dalam pikirannya. Ia berusaha mencari arti dari percakapan yang baru saja terjadi. Mungkin itu hanya basa-basi, pikirnya. Tapi kenapa ia merasa ada lebih dari itu?

Seiring berjalannya hari, perasaan Nayara semakin rumit. Setiap kali Devandra melintas di depannya, ia merasakan pandangan yang lebih intens, lebih penuh perhatian. Ia tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Apakah ini hanya karena Devandra adalah seorang CEO yang selalu menjaga sikap profesional, atau ada sesuatu yang lebih dalam yang coba ia sampaikan? Nayara merasa bingung, tetapi ia juga merasa tertarik.

Namun, ia sadar, bahwa situasi ini lebih rumit dari yang terlihat. Sebagai atasan, Devandra harus menjaga jarak profesional dengan karyawannya. Namun, tindakan-tindakan kecilnya, perhatian-perhatiannya, dan kata-kata yang ia lontarkan, mulai membentuk gambaran yang lebih jelas—bahwa Devandra mungkin tidak sekadar melihatnya sebagai rekan kerja biasa.

Dengan perasaan itu yang semakin mengganggu pikirannya, Nayara tahu bahwa ia harus lebih berhati-hati dalam menanggapi setiap sikap dan kata-kata Devandra. Namun, entah mengapa, semakin ia berusaha menjaga jarak, semakin besar perasaan itu tumbuh dalam dirinya.

---

To Be Continued.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 21: Bayang-bayang Masa Lalu

    Di sebuah ruang kerja megah, Mahendra duduk di balik meja kayu mahoni yang besar. Ia menatap layar laptopnya, membaca laporan terbaru dari timnya yang melacak Nayara. Sorot matanya tajam, penuh determinasi. Baginya, wanita itu adalah alasan utama mengapa Devandra semakin jauh dari keluarga dan tanggung jawabnya sebagai pewaris perusahaan. Mahendra menutup laptopnya dengan kasar dan memijat pelipisnya. "Anak itu keras kepala," gumamnya pelan. "Jika dia tidak segera sadar, semua yang telah aku bangun akan sia-sia." Beberapa bulan terakhir, Mahendra merasakan perubahan besar pada Devandra. Putra nya yang dulu dingin tak tersentuh. Kini berubah hangat dan peduli bahkan penuh perhatian. Saat Nayara muncul dalam hidup Devandra. Wanita muda itu mungkin tidak sadar, tetapi kehadirannya memberi Devandra alasan untuk perubahan Devandra bahkan kini putranya semakin jauh untuk dia gapai. Nayara wanita dengan asal usul yang tidak jelas. Hidup sebatang kara di dunia ini... itu mustahil kecuali d

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 20: Antara Cinta dan Ketakutan

    Nayara duduk termenung di apartemennya yang mungil di New York. Hatinya diliputi campuran emosi yang sulit ia pahami. Kecewa atas pembatalan kontraknya, bingung dengan tindakan Mahendra, dan kini ada sesuatu yang lebih rumit mengusik pikirannya, perasaannya terhadap Devandra. Selama ini, Nayara mengira Devandra hanyalah seseorang yang hadir dalam hidupnya sebagai teman kerja profesional. Namun, kenyataan bahwa ia terus memikirkan pria itu, merindukan suaranya, dan merasa hampa saat tidak bisa menghubunginya membuatnya sadar: ia telah jatuh cinta. "Kenapa harus dia?" pikir Nayara sambil memeluk lututnya di sofa. "Kenapa aku harus mencintai seseorang yang hidupnya penuh rahasia?" Perasaan itu terasa indah sekaligus menakutkan. Ia takut terluka, terutama karena Devandra adalah bagian dari keluarga yang kini menjadi sumber masalahnya. Bagaimana jika perasaannya hanya akan membawa lebih banyak kesedihan? --- Hari berikutnya, Nayara memutuskan untuk mencari udara segar di Central Park.

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 19: Bayangan Dibalik Kesuksesan Nayara.

    Nayara menghubungi agen nya dan menceritakan kabar baik itu. Agen nya sangat bahagia mendengar itu dan langsung mengatur jadwal pertemuan untuk menandatangani kontrak esok.Nayara merasa sangat bahagia dan bersemangat. Mimpi nya akhirnya terwujud. Ia akan menjadi model utama 'The Muse', salah satu perusahaan fashion terbesar di New York.Ia berjalan keluar dari kantor 'The Muse' dengan langkah yang ringan, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Ia merasakan seolah-olah semua yang ia lakukan selama ini terbayar lunas.Namun, di balik kebahagiaan itu, ada sebuah rasa kekosongan yang menyeruak di hatinya. Ia merasa sedikit hampa tanpa Devandra. Ia mengingat pertemuan terakhir mereka di Indonesia. Kata-kata Devandra masih terngiang di telinganya. "Kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian."Nayara tahu bahwa Devandra memiliki masalah yang besar, namun ia tak perna

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 18: Antara Cinta dan Ketakutan

    Devandra kembali ke kamarnya, matanya tertuju pada bayangannya sendiri di cermin. Ia menatap wajahnya yang dingin, mencerminkan kepribadiannya yang keras kepala dan tertutup. Ia selalu begitu, tak mau menunjukkan kelemahan di depan orang lain. Ia terbiasa dengan dunia yang keras dan penuh bahaya.Ia mengingat perkataan Nayara, "Kamu tidak harus menghadapi semuanya sendirian." Namun, bagaimana bisa ia berbagi beban yang ia tanggung selama ini?Ia tak pernah melupakan kekecewaan yang dalam yang ia rasakan ketika ayahnya, Mahendra, meninggalkan ibunya dan dirinya. Kekecewaan itu menyeruak kembali ketika ia melihat Mahendra bersama istri barunya. Devandra tak pernah memaafkan ayahnya.Ayahnya yang seharusnya menjadi tiang penyangga kehidupan, yang seharusnya memberikan perlindungan dan cinta, justru meninggalkan mereka saat mereka paling membutuhkan. Devandra merasa dikhianati. Ia merasakan bahwa ibunya men

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 17: Bayang Ancaman dan Perpisahan yang Berat

    Setelah Nayara pergi, Devandra berdiri mematung di sudut ruangan. Pikirannya kacau, bercampur aduk antara rasa marah, khawatir, dan sedih. Kehadiran ayahnya, Mahendra, di acara ini bukan hanya mengancam dirinya tetapi juga orang-orang yang ia sayangi. Dan sekarang, ancaman itu semakin nyata. Devandra melangkah menuju balkon hotel untuk menenangkan diri. Udara malam yang dingin menerpa wajahnya, tetapi tidak cukup untuk mendinginkan pikirannya yang bergolak. Ia mengingat setiap kata ayahnya, setiap ancaman yang dilontarkan dengan nada datar namun penuh intimidasi. "Kalau aku menyerah pada ancamannya, aku sama saja membiarkan dia menang," gumam Devandra sambil mengepalkan tangannya. "Tapi kalau aku terus melawan, Nayara dan yang lain akan menjadi targetnya." Ia menatap langit malam yang gelap. Pikirannya melayang ke masa lalu, saat ibunya masih hidup. Ia teringat senyuman lembut ibunya yang selalu menjadi sumber kekuatan bagi dirinya. Tapi sekarang, ia merasa sendirian. Hanya dirinya

  • Gairah Cinta CEO Muda   Bab 16: Kemunculan Ayah Devandra

    Saat ini Devandra kembali masuk ke dalam hotel dengan langkah berat, pikirannya terus tertuju pada sang ayah yang setelah sekian lama nya ia diberi peringatan yang begitu membuatnya terancam, dimana ayahnya mengancam seluruh orang terdekat di sekitar nya termasuk Nayara. Entah jalan apa yang akan ia ambil untuk langkah selanjutnya. Karna awal ancaman ayahnya dulu sangat tidak terlalu membuatnya takut tidak seperti sekarang, karena semuanya sudah berubah. Inilah yang ia takutkan di saat ingin mendekati lebih sosok Nayara karena cepat atau lambat ayah nya pasti tau dirinya mendekati seorang perempuan dan sekarang akan menjadi tersangka ancaman nya.Disaat Devandra tengah berkelahi dengan pikiran nya, jauh dari sana seseorang memperhatikan Devandra dengan secangkir minuman di tangannya. "Kamu sudah tidak bisa lari lagi dari ku, Devan." Pria itu, berjalan mendekati Devandra dengan langkah tenang. Dia, Ayah Devandra yang tidak lama datang menginjak lantai hotel dan bergabung dengan tamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status