Share

Gairah Cinta Paman Presdir
Gairah Cinta Paman Presdir
Author: Kuldesak

BAB 1

Kelopak mata gadis itu bergerak berulang kali. Ruby Anderson, 21 tahun, mencoba membuka matanya yang masih terasa berat. Kini penglihatannya sedikit berputar saat Ruby mencoba mengedarkan pandangannya ke arah sudut langit-langit ruangan bernuansa remang-remang, di mana dirinya terbaring.

"Owh… Kepalaku sakit sekali," Ruby bergumam.

Ruby beranjak bangun sambil memijat pelipisnya yang masih terasa amat pening. Entah apa yang dirinya minum, sehingga membuat kepalanya masih terasa sakit dan teramat berat.

"Apa yang terjadi pada diriku? Aku berada di kamar siapa?" Ruby bermonolog sambil matanya menyisir keadaan ruangan dengan paras keheranan.

Saat sedang mengamati ruangan sambil mencoba menghilangkan rasa pusing dan sakit di kepala, Ruby mendengar suara gemericik air yang berasal dari shower. Bunyi itu datang dari arah kamar mandi yang berada di kamar yang dia tempati.

"Ada orang yang mandi?" gumamnya panik.

Bergegas, Ruby yang merasa panik menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sontak, pupil mata Ruby membola saat dirinya mendapati tubuhnya hanya mengenakan lingerie tipis berwarna merah muda.

"Sial, apa yang terjadi padaku? Kenapa aku berpakaian seperti ini?" Ruby begitu terkejut.

Suara air masih terdengar dari arah kamar mandi. Membuat Ruby memaksakan otaknya agar dia dapat mengambil puing-puing adegan yang terjadi kepada dirinya, hingga mengapa dirinya bisa berada di dalam kamar ini. Ruby menutup kedua matanya mencoba mengingat apa saja yang sudah dia lewati.

"Tidak, ini tidak baik!" Ruby membuka mata dengan cepat.

Ruby begitu panik dan ketakutan, takut jika dirinya telah dinodai. Dengan rasa panik itu, Ruby mencoba memeriksa keadaan dirinya. Terutama, area kehormatannya. Ia meraba area itu, memastikan jika tidak menimbulkan rasa sakit atau nyeri.

"Syukurlah, aku tidak apa-apa!" Ruby bernafas dengan lega. Mendapati jika dirinya tidak apa-apa.

Klek!

Ruby terkesiap—tubuhnya menegang ketika mendengar suara knob pintu kamar mandi di dalam kamar tersebut berbunyi. Sepertinya, orang yang di dalam kamar mandi tersebut sudah selesai melakukan hajatnya. Dengan panik, Ruby turun beranjak dari kasur.

Mata Ruby begitu liar. Dia mencari sesuatu yang dapat dirinya lakukan atau tempat untuk bersembunyi. Sampai sorot matanya melihat ke arah jendela transparan yang digeser itu terbuka.

"Balkon?"

Tanpa pikir-pikir lagi, Ruby berlari ke arah balkon tersebut. Sesampainya di balkon kamar hotel itu, Ruby terlihat kebingungan saat dirinya menatap ke bawah dari pembatas balkon.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Ruby menatap ngeri jika dirinya harus loncat dari balkon tempat dia berdiri ke bawah sana. Sudah tentu, Ruby akan mati seketika jika dirinya terjun.

"Hey... dear, kamu di mana, sayang? Ayo, segeralah layani aku. Aku sudah wangi!"

Mendengar suara pria yang baru saja selesai mandi, membuat Ruby gelisah dan semakin panik. Tanpa ragu karena desakan panik, Ruby segera melompat ke arah balkon kamar yang terletak di sebelah kamar di mana dia berdiri.

"Huff… untung aku tidak jatuh!" Ruby bergumam saat tangannya berhasil mencengkeram jari-jari besi pembatas balkon.

Setelah berada di balkon yang berbeda, Ruby melompati pembatas balkon tersebut. Dia kemudian menuju ke arah jendela geser. Ia pun meraba-raba kaca polos transparan yang berada di hadapannya. Tentu dengan harapan dia dapat menemukan cela membuka kaca jendela tersebut.

"Krek!"

Jendela kaca itu terbuka. Ruby tersenyum lega ketika dirinya dapat membuka kaca jendela transparan di hadapannya itu. "Syukurlah, jika tidak terkunci." Ruby segera masuk ke dalam kamar itu.

Dengan sangat hati-hati dan penuh waspada, Ruby mencoba melangkah ke dalam kamar yang gelap sambil mengendap-endap. Cahaya di kamar ini, hanya bermodalkan cahaya lampu dari arah luar. Membuat Ruby harus melangkah tanpa menimbulkan bunyi dari telapak kakinya. Karena kemungkinan di dalam kamar itu, justru ada penghuninya.

Dalam benak, Ruby hanya ingin melarikan diri dari orang asing yang berada di kamar sebelah. Seandainya, jika Ruby bertemu dengan penghuni kamar yang Ruby masuki, Ruby akan meminta tolong untuk bernaung sementara waktu.

"Apakah ada penghuninya?" Ruby mengamati keadaan. Kini, Ruby terlihat benar-benar seperti seorang maling. "Sepertinya, kamar ini aman. Karena tidak ada tanda-tanda ada yang menempatinya. Untuk sementara, aku bisa bersembunyi di sini," gumam Ruby.

Ruby yang merasa semuanya telah aman, membuat dirinya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar tersebut dengan pandangan kosong.

"Haaah!" Ruby membuang nafas berat. "Tega sekali kalian menjebakku seperti ini. Kesalahan apa yang aku lakukan sehingga kalian berlaku demikian?" lirihnya.

Klek!

Saat sedang merenungi nasibnya, Ruby dikagetkan dengan lampu kamar yang menyala dengan tiba-tiba. "Deg!" Ruby terlonjak saat melihat ada seseorang. Dengan segera, dia langsung turun dari ranjang, berdiri di samping ranjang, kemudian membungkuk.

"Maafkan, aku. Aku tidak bermaksud untuk mencuri atau ingin membahayakan Anda. Aku, hanya ingin berlindung—"

"Angkat wajahmu."

Suara Ruby terhenti ketika mendengar suara bariton seorang laki-laki, membuat Ruby yang ketakutan menggigit bibir bawahnya. Dengan pelan, Ruby mengangkat wajahnya dan mencoba memberanikan diri menatap pria yang berbicara tadi.

DEG!

'Bukankah dia Elvano Patrice? Pemilik Perusahaan Patrice Collection? Pria yang tidak segan-segan menjatuhkan lawan bisnis dengan menghancurkan harga saham? Jika benar demikian, matilah aku.' Ruby merasa sungguh tak beruntung jika dirinya harus bertemu dengan Elvano, pria berwajah beku seperti patung es.

Elvano Patrice, 35 tahun, pria paling berkuasa di kota tersebut. Dia dijuluki sebagai pria yang dapat berlaku tega. Elvano, walaupun sudah berusia 35 tahun, pesonanya masih menyeruak sehingga memiliki penggemar dari kaum wanita di kota ini.

Kini jantung Ruby seakan berhenti beberapa detik ketika dirinya bertatap langsung dengan pria berotot, postur tubuh yang tinggi tegap, bermata tajam mengintai, dan memiliki pahatan rahang yang kokoh, menyebarkan aura intelek pria di hadapan Ruby begitu terasa.

"Siapa yang mengirim kamu kemari?" Suara pria itu datar. Ia bercakap sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya yang polos.

"Ma... Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk menyelinap atau menjadi penguntitmu dan aku... Bukan dikirim oleh siapapun. Aku… Hanya ingin bersembunyi." Ruby ketakutan. Sampai saat dirinya berbicara pun, dia terlihat begitu kikuk, gemetar, dan kaku. Pria yang diduga baru selesai mandi itu, karena Elvano, pria itu hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggulnya.

Sepertinya, pria di hadapan Ruby, baru selesai mandi. Sebab, Elvano hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggulnya. Elvano mengangkat satu alisnya saat mendengar jawaban Ruby. "Bersembunyi? Apa kamu sedang melakukan sesuatu kejahatan?"

Suara Elvano terdengar berat, tribal, disertai bass. Membuat Ruby gelagapan. Ruby pun tersenyum kecil dan salah tingkah saat pria itu bertanya. "Bukan, bukan demikian. Aku tidak melakukan apa-apa...," Ruby menggantungkan kalimatnya.

"Lantas?" tanya Elvano penuh praduga.

Ruby menggaruk kepalanya, bingung harus menjelaskannya seperti apa kronologi yang saat ini dia alami. Ruby pun memberanikan diri melangkah ke arah Elvano. "Jadi, begini..." Ucapan Ruby terhenti ketika kakinya tersandung. "Whoaa!" Ruby berteriak dengan nyaring. Tidak ingin tubuhnya terhantam lantai, Ruby mencoba untuk berpegangan.

Tanpa sengaja, Ruby menarik handuk yang melilit pinggang Elvano. "Aaa...! Belalai gajah!" Ruby berteriak histeris, dia refleks merangkak mundur ketika melihat ada sebuah pentungan yang terjuntai di hadapannya.

Wajah Elvano merah padam. Tidak bisa dibayangkan, semalu apa pria itu. "Lancang!" pekik Elvano dengan cepat meraih handuk yang terlepas dari pinggangnya, dia dengan cepat melilitkan kembali handuk itu.

"Ternyata, para wanita zaman sekarang sungguh berani, ya? Sampai bisa menyelinap masuk ke kamar seorang Presdir!" pekik pria tersebut menatap nyalang ke arah Ruby.

"Paman, maaf, sungguh, bukan niatku ingin masuk ke sini, tapi aku—"

"Tapi apa? Apakah kau ingin tidur denganku? Sehingga dengan beraninya kamu datang menyelinap dan menawarkan tubuhmu kepadaku? Memang wanita-wanita zaman sekarang tidak punya rasa malu!" cibir Elvano.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Kuldesak
terima kasih, Kakak ......
goodnovel comment avatar
Shanefilan
baguus ceritanyaa hanya kepending gara2 con hahhahaha, terpaksa baca ulang supaya ingat ceritanya
goodnovel comment avatar
Camy
ceritanya seruuu ngakak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status