Simbiosis mutualisme, itu adalah kata yang tepat bagi Rubby. Ibunya diusir oleh Ayahnya dan dirinya yang dijebak oleh tunangan, ibu tiri dan adik tirinya. Demi merebut kembali hak ibunya dan dirinya, Rubby, terpaksa menandatangani pernikahan kontrak dengan seorang pria yang lebih tua 14 Tahun darinya untuk meraih kursi kekuasaan.
ดูเพิ่มเติมKelopak mata gadis itu bergerak berulang kali. Ruby Anderson, 21 tahun, mencoba membuka matanya yang masih terasa berat. Kini penglihatannya sedikit berputar saat Ruby mencoba mengedarkan pandangannya ke arah sudut langit-langit ruangan bernuansa remang-remang, di mana dirinya terbaring.
"Owh… Kepalaku sakit sekali," Ruby bergumam.Ruby beranjak bangun sambil memijat pelipisnya yang masih terasa amat pening. Entah apa yang dirinya minum, sehingga membuat kepalanya masih terasa sakit dan teramat berat."Apa yang terjadi pada diriku? Aku berada di kamar siapa?" Ruby bermonolog sambil matanya menyisir keadaan ruangan dengan paras keheranan.Saat sedang mengamati ruangan sambil mencoba menghilangkan rasa pusing dan sakit di kepala, Ruby mendengar suara gemericik air yang berasal dari shower. Bunyi itu datang dari arah kamar mandi yang berada di kamar yang dia tempati."Ada orang yang mandi?" gumamnya panik.Bergegas, Ruby yang merasa panik menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Sontak, pupil mata Ruby membola saat dirinya mendapati tubuhnya hanya mengenakan lingerie tipis berwarna merah muda."Sial, apa yang terjadi padaku? Kenapa aku berpakaian seperti ini?" Ruby begitu terkejut.Suara air masih terdengar dari arah kamar mandi. Membuat Ruby memaksakan otaknya agar dia dapat mengambil puing-puing adegan yang terjadi kepada dirinya, hingga mengapa dirinya bisa berada di dalam kamar ini. Ruby menutup kedua matanya mencoba mengingat apa saja yang sudah dia lewati."Tidak, ini tidak baik!" Ruby membuka mata dengan cepat.Ruby begitu panik dan ketakutan, takut jika dirinya telah dinodai. Dengan rasa panik itu, Ruby mencoba memeriksa keadaan dirinya. Terutama, area kehormatannya. Ia meraba area itu, memastikan jika tidak menimbulkan rasa sakit atau nyeri."Syukurlah, aku tidak apa-apa!" Ruby bernafas dengan lega. Mendapati jika dirinya tidak apa-apa.Klek!Ruby terkesiap—tubuhnya menegang ketika mendengar suara knob pintu kamar mandi di dalam kamar tersebut berbunyi. Sepertinya, orang yang di dalam kamar mandi tersebut sudah selesai melakukan hajatnya. Dengan panik, Ruby turun beranjak dari kasur.Mata Ruby begitu liar. Dia mencari sesuatu yang dapat dirinya lakukan atau tempat untuk bersembunyi. Sampai sorot matanya melihat ke arah jendela transparan yang digeser itu terbuka."Balkon?"Tanpa pikir-pikir lagi, Ruby berlari ke arah balkon tersebut. Sesampainya di balkon kamar hotel itu, Ruby terlihat kebingungan saat dirinya menatap ke bawah dari pembatas balkon."Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Ruby menatap ngeri jika dirinya harus loncat dari balkon tempat dia berdiri ke bawah sana. Sudah tentu, Ruby akan mati seketika jika dirinya terjun."Hey... dear, kamu di mana, sayang? Ayo, segeralah layani aku. Aku sudah wangi!"Mendengar suara pria yang baru saja selesai mandi, membuat Ruby gelisah dan semakin panik. Tanpa ragu karena desakan panik, Ruby segera melompat ke arah balkon kamar yang terletak di sebelah kamar di mana dia berdiri."Huff… untung aku tidak jatuh!" Ruby bergumam saat tangannya berhasil mencengkeram jari-jari besi pembatas balkon.Setelah berada di balkon yang berbeda, Ruby melompati pembatas balkon tersebut. Dia kemudian menuju ke arah jendela geser. Ia pun meraba-raba kaca polos transparan yang berada di hadapannya. Tentu dengan harapan dia dapat menemukan cela membuka kaca jendela tersebut."Krek!"Jendela kaca itu terbuka. Ruby tersenyum lega ketika dirinya dapat membuka kaca jendela transparan di hadapannya itu. "Syukurlah, jika tidak terkunci." Ruby segera masuk ke dalam kamar itu.Dengan sangat hati-hati dan penuh waspada, Ruby mencoba melangkah ke dalam kamar yang gelap sambil mengendap-endap. Cahaya di kamar ini, hanya bermodalkan cahaya lampu dari arah luar. Membuat Ruby harus melangkah tanpa menimbulkan bunyi dari telapak kakinya. Karena kemungkinan di dalam kamar itu, justru ada penghuninya.Dalam benak, Ruby hanya ingin melarikan diri dari orang asing yang berada di kamar sebelah. Seandainya, jika Ruby bertemu dengan penghuni kamar yang Ruby masuki, Ruby akan meminta tolong untuk bernaung sementara waktu."Apakah ada penghuninya?" Ruby mengamati keadaan. Kini, Ruby terlihat benar-benar seperti seorang maling. "Sepertinya, kamar ini aman. Karena tidak ada tanda-tanda ada yang menempatinya. Untuk sementara, aku bisa bersembunyi di sini," gumam Ruby.Ruby yang merasa semuanya telah aman, membuat dirinya menjatuhkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar tersebut dengan pandangan kosong."Haaah!" Ruby membuang nafas berat. "Tega sekali kalian menjebakku seperti ini. Kesalahan apa yang aku lakukan sehingga kalian berlaku demikian?" lirihnya.Klek!Saat sedang merenungi nasibnya, Ruby dikagetkan dengan lampu kamar yang menyala dengan tiba-tiba. "Deg!" Ruby terlonjak saat melihat ada seseorang. Dengan segera, dia langsung turun dari ranjang, berdiri di samping ranjang, kemudian membungkuk."Maafkan, aku. Aku tidak bermaksud untuk mencuri atau ingin membahayakan Anda. Aku, hanya ingin berlindung—""Angkat wajahmu."Suara Ruby terhenti ketika mendengar suara bariton seorang laki-laki, membuat Ruby yang ketakutan menggigit bibir bawahnya. Dengan pelan, Ruby mengangkat wajahnya dan mencoba memberanikan diri menatap pria yang berbicara tadi.DEG!'Bukankah dia Elvano Patrice? Pemilik Perusahaan Patrice Collection? Pria yang tidak segan-segan menjatuhkan lawan bisnis dengan menghancurkan harga saham? Jika benar demikian, matilah aku.' Ruby merasa sungguh tak beruntung jika dirinya harus bertemu dengan Elvano, pria berwajah beku seperti patung es.Elvano Patrice, 35 tahun, pria paling berkuasa di kota tersebut. Dia dijuluki sebagai pria yang dapat berlaku tega. Elvano, walaupun sudah berusia 35 tahun, pesonanya masih menyeruak sehingga memiliki penggemar dari kaum wanita di kota ini.Kini jantung Ruby seakan berhenti beberapa detik ketika dirinya bertatap langsung dengan pria berotot, postur tubuh yang tinggi tegap, bermata tajam mengintai, dan memiliki pahatan rahang yang kokoh, menyebarkan aura intelek pria di hadapan Ruby begitu terasa."Siapa yang mengirim kamu kemari?" Suara pria itu datar. Ia bercakap sambil menyilangkan kedua tangan di dadanya yang polos."Ma... Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk menyelinap atau menjadi penguntitmu dan aku... Bukan dikirim oleh siapapun. Aku… Hanya ingin bersembunyi." Ruby ketakutan. Sampai saat dirinya berbicara pun, dia terlihat begitu kikuk, gemetar, dan kaku. Pria yang diduga baru selesai mandi itu, karena Elvano, pria itu hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggulnya.Sepertinya, pria di hadapan Ruby, baru selesai mandi. Sebab, Elvano hanya mengenakan handuk putih yang melilit pinggulnya. Elvano mengangkat satu alisnya saat mendengar jawaban Ruby. "Bersembunyi? Apa kamu sedang melakukan sesuatu kejahatan?"Suara Elvano terdengar berat, tribal, disertai bass. Membuat Ruby gelagapan. Ruby pun tersenyum kecil dan salah tingkah saat pria itu bertanya. "Bukan, bukan demikian. Aku tidak melakukan apa-apa...," Ruby menggantungkan kalimatnya."Lantas?" tanya Elvano penuh praduga.Ruby menggaruk kepalanya, bingung harus menjelaskannya seperti apa kronologi yang saat ini dia alami. Ruby pun memberanikan diri melangkah ke arah Elvano. "Jadi, begini..." Ucapan Ruby terhenti ketika kakinya tersandung. "Whoaa!" Ruby berteriak dengan nyaring. Tidak ingin tubuhnya terhantam lantai, Ruby mencoba untuk berpegangan.Tanpa sengaja, Ruby menarik handuk yang melilit pinggang Elvano. "Aaa...! Belalai gajah!" Ruby berteriak histeris, dia refleks merangkak mundur ketika melihat ada sebuah pentungan yang terjuntai di hadapannya.Wajah Elvano merah padam. Tidak bisa dibayangkan, semalu apa pria itu. "Lancang!" pekik Elvano dengan cepat meraih handuk yang terlepas dari pinggangnya, dia dengan cepat melilitkan kembali handuk itu."Ternyata, para wanita zaman sekarang sungguh berani, ya? Sampai bisa menyelinap masuk ke kamar seorang Presdir!" pekik pria tersebut menatap nyalang ke arah Ruby."Paman, maaf, sungguh, bukan niatku ingin masuk ke sini, tapi aku—""Tapi apa? Apakah kau ingin tidur denganku? Sehingga dengan beraninya kamu datang menyelinap dan menawarkan tubuhmu kepadaku? Memang wanita-wanita zaman sekarang tidak punya rasa malu!" cibir Elvano.Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.
Vina, Rubby, Sergio, dan Elvano berjalan menuju taman yang akan mereka dekorasi untuk acara lamaran Andre dan Lisa. Mereka membawa berbagai peralatan seperti balon, lilin, bunga, dan spanduk bertuliskan "Will You Marry Me?"."Ayo, cepat-cepat! Kita harus selesai sebelum Andre dan Lisa datang. Ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka," ucap Vina sambil menggenggam erat sejumlah balon warna-warni. Rubby menimpali dengan senyum ceria, "Tentu saja, Vina. Kita akan membuat taman ini menjadi tempat yang tak terlupakan bagi keduanya."Sergio membuka kotak berisi lilin-lilin indah. "Kita perlu menyusunnya dengan rapi. Lilin-lilin ini akan memberikan sentuhan romantis saat malam tiba," kata Sergio seraya meletakkan lilin-lilin di meja yang telah mereka siapkan.Elvano menggantungkan spanduk dengan hati-hati. "Semua harus terlihat sempurna. Andre dan Lisa pasti akan terkejut dan bahagia melihat usaha kita," ujarnya penuh semangat.Saat mereka sibuk merapikan dekorasi, Vina menyelipkan p
"Andre!" Lisa berteriak saat melihat kekasihnya itu menampar pipi Gina. Andre sudah cukup sabar menghadapi sikap Gina selama ini. Seumur hidup, baru kali ini Andre mendaratkan tangannya kepada wanita. Dada Andre tampak naik turun, sedangkan Gina, tertunduk memegangi pipinya yang terasa perih. Gina tidak menyangka jika dirinya akan mendapatkan tamparan dari Andre. "Gina, selagi aku masih punya kesabaran, tolong tinggalkan ruangan ini," ujar Andre. Gina mengangkat wajahnya, menatap Andre dengan mata berkaca-kaca. "Paman, kau lebih memilih wanita kanker itu daripada aku, hah?! Selama kita berhubungan, kau tidak sekasar ini! Kenapa kau menamparku?!" ujar Gina di sela tangisnya. Lisa, wanita yang terkena kanker otak itu pun mencoba untuk bangun, dia mengusap punggung Andre, pria yang kini sedang dilanda amarah. "Ndre, kuasai dirimu," bisik Lisa lemah. Andre memijat pelipisnya sebelum menjawab, "Gina, hubungan kita sudah berakhir." Andre pun berlutut di hadapan Gina. Hal tersebut me
Dua bulan kemudian..."Apakah Kamu sekarang merasa lebih baik?" tanya Andre ketika pria itu menemani Lisa di taman belakang rumah sakit. Setelah mengambil keputusan yang berat, akhirnya Lisa diterbangkan ke Jakarta. Setelah menjalani perawatan intensif dan mencari dokter kanker yang bagus, kondisi Lisa pelan-pelan membaik. Walaupun kini kepala wanita itu telah botak akibat kemo. Namun, kecantikannya masih bisa terpancar dari wajahnya yang pucat. Lisa tersenyum lebar, "Terima kasih, Andre. Aku memang merasa lebih baik sekarang."Andre mengambil tempat di samping Lisa dan mengamati wajahnya. Meskipun terlihat lelah, Lisa tetap terlihat cantik dengan alis mata yang rapi dan senyum manis di bibirnya."Apa kabar yang lain?" tanya Lisa sambil menatap Andre.Andre mengedarkan pandangannya ke sekitar taman, "Semua orang baik-baik saja." "Syukurlah jika mereka semua baik-baik saja." "Kamu jangan terlalu lama-lama di luar, ya. Nanti kalau kamu kena angin dan sakit lagi bagaimana?" ucap Andr
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
ความคิดเห็น