"Apakah aku terlihat seperti seorang bapak-bapak? Aku ini belum menikah!"
Mendengar jawaban Elvano, Ruby merasa lega. Karena jawaban itu yang Ruby inginkan. Sebab, Ruby tahu jika ibu—adik tirinya ingin sekali menyingkirkan Ruby, agar adik tirinya itu dapat menguasai aset Anderson."Paman, kamu setuju, 'kan, mengantarku pulang?""Tidak! Pulang sendiri, sana!"Ruby mendengus. Dia pikir, Paman ini sudah luluh. Nyatanya, masih saja keras seperti batu. Tidak ada pilihan lain, Ruby harus melakukan jurus terakhirnya.Ruby segera bangkit dari lantai lalu menatap tajam ke arah Elvano. "Baiklah, jika Paman menolak." Ruby memutar tubuhnya lalu berjalan ke arah pintu sambil melepaskan selimut dan jaket yang diberikan oleh Elvano untuk menutupi tubuhnya.Elvano yang melihat tingkah gadis gila itu pun tercengang saat Ruby melangkah hanya dengan mengenakan lingerie tipis terusan yang transparan."Hei … apa kau gila? Kau ingin keluar dengan penampilan seperti itu, hah?"Dengan panik, Elvano beranjak dari sofa yang ia duduki. Elvano segera melangkah ke arah Ruby saat melihat gadis itu ingin berbuat nekat keluar dengan lingerie seperti itu. Walaupun Elvano sangat kesal dengan tingkah Ruby, Elvano tidak ingin jika media melihat Ruby berpenampilan seperti itu."Paman takut, ya? Ku harap para wartawan-wartawan itu masih ada, aku akan mengatakan bahwa kita ini sebenarnya tidak punya hubungan apa-apa. Karena aku hanya wanita bayaran!" cetus Ruby dengan kesal.Mendengar ucapan Ruby, membuat Elvano mendengus kesal disertai asap yang keluar dari hidungnya. Elvano segera menghentikan tangan Ruby yang hendak menarik handle pintu."Aku akan mengantarmu. Jadi tolong, berhenti melakukan hal yang bodoh!" Elvano memekik kesal.Ruby membalikkan badannya, menatap ke arah Elvano disertai binar matanya berbintang-bintang. "Wah, terima kasih, Paman!" seru Ruby bersemangat.Elvano tidak menjawab. Ia segera memutar tubuhnya baru dengan perasaan frustasi. Karena pertama kali dirinya berjumpa dengan anak yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu seperti Ruby yang bisa-bisanya menekan Elvano seperti ini.Ruby hanya dapat bersorak dalam hati ketika jurus terakhir dapat membuat Elvano angkat tangan dan menyerah. Ruby segera memungut jaket yang ia lepaskan tadi lalu memakainya kembali. Setelah memakai jaket, Ruby berjalan ke arah tempat tidur. Dirinya pun duduk di bibir ranjang sembari menunggu kedatangan Mark yang membawakan pakaian ganti untuknya.Elvano mencuri pandang ke arah Ruby yang terlihat tidak ada takutnya sama sekali. 'Bisakah anak ini aku karungin kemudian dilempar dari atas jembatan?' Elvano begitu kesal melihat tingkah Ruby yang sudah seperti bos.Suara ketukan pintu mengalihkan pikiran Elvano. Ia membuang wajahnya ke arah pintu. "Masuklah!"Pintu di kamar hotel itu pun terbuka. Mark segera masuk dengan sebuah paper bag berukuran besar yang ia bawa. "Tuan, ini baju, celana, dalaman, dan sepatu untuk Nona Ruby." Mark menyodorkan paper bag tersebut kepada Elvano."Kenapa kau berikan itu padaku? Berikan pada anak monster kecil yang duduk di sana!" pekik Elvano dengan ujung matanya melirik ke arah Ruby.Ruby yang mendengar Elvano menyebut dirinya monster kecil, segera turun dari ranjang lalu berjalan ke arah Mark, sambil berceloteh. "Paman, kamu kasar sekali. Aku tahu, model Paman sepertimu ini pasti awet jomblonya! Akan hidup sendirian lalu tua sampai karatan!" kesal Ruby sambil tangannya terulur meraih paper bag yang ada pada Mark.Mark yang mendengar celotehan Ruby, membuat dirinya harus menahan tawanya. Karena ia tahu, majikannya itu, sampai usia 35 tahun pun belum tertarik untuk menikah. Elvano yang melihat ekspresi Mark seperti itu membuat Elvano tersinggung. Ia memberikan tatapan melotot kepada Mark."Apa yang kau tertawakan, hah!" pekik Elvano kepada Mark.Mark menggeleng. "Tidak ada, Tuan. Maaf," jawab Mark.Elvano mengalihkan pandangannya ke arah Ruby. "Kenapa masih berdiri di situ seperti patung selamat datang? Sana, ganti pakaianmu." Pekik Elvano kepada Ruby. Elvano melirik jam pada pergelangan tangannya, "Ku beri waktu 5 menit. Jika selama 5 menit kau tidak ke sini, aku akan meninggalkanmu." Tekan Elvano kepada Ruby.Ruby menekuk wajahnya. Sungguh pria yang memiliki jiwa otoriter yang hakiki. Lima menit? Hitungannya sudah seperti makanan yang jatuh. Lima menit? Pasti hanya mencuci ketiak saja."Segera mandi!" bentak Elvano.Ruby tersentak dengan suara 10 oktaf yang keluar dari tenggorokan Elvano. Dengan cepat Ruby menjawab, "Iya!" Ruby segera berlari ke arah kamar mandi yang berada di dalam kamar hotel itu.Ruby dan Elvano telah berada di dalam mobil. Mereka berdua duduk di kursi belakang. Kini Elvano duduk sambil melipat kaki dengan kedua tangannya ia letakkan di dada. Tatapan pria itu hanya lurus ke depan dengan raut wajah seperti seseorang yang sedang menonton film horor.Ruby yang duduk di samping Elvano, membuat dirinya begitu gelisah. Bagaimana tidak, suasana di dalam mobil begitu mencekam ditambah wajah Elvano yang terlihat seperti seorang supranatural yang sedang mencari tumbal proyek."Paman, apa kulit wajahmu tidak retak? Jika kau seharian memasang wajah kaku seperti itu—""Berhentilah berbicara, jika tidak ingin aku melemparmu ke jalanan!" ujar Elvano dengan pandangan tetap lurus ke depan tanpa sedikit pun memberikan ekspresi.Ruby dengan cepat membuang wajahnya menghadap ke arah jendela. Padahal niat Ruby hanya ingin mencairkan suasana. Tapi apa yang didapatkan? Hanyalah sebuah pengancaman."Benar-benar manusia yang satu ini, tidak bisa diajak berbicara. Sepertinya, Paman kaku wajah kanebo kering ini hidupnya begitu monoton!" gerutu Ruby dengan pelan. Karena takut juga jika Elvano mendengar saat dirinya sedang mengumpat.Mobil kini kembali hening selama perjalanan. Benar-benar sungguh hening dengan suasana tegang dan horor ketika harus satu mobil dengan Elvano. Belum lagi, sopir yang ikut-ikutan mode dingin Silent on, membuat suasana di dalam mobil benar-benar beku.Hingga, rasa bosan Ruby pun berakhir setelah mobil itu berhenti di depan gerbang kediaman Anderson."Turun!" tekan Elvano saat mobil itu berhenti.Ruby menatap ke arah Elvano dengan jengkel. "Paman, aku juga tahu diri. Nih, aku turun!" sahut Ruby dengan tangan meraih gagang pintu mobil.Ruby segera turun. "Bam!" Ruby membanting pintu mobil itu dengan kuat. "Terima kasih—""Mark, sampai di kediaman, cuci mobil lalu basuh mobil dengan tanah 7 kali!" ucap Elvano kepada Mark.Ruby terbelalak ketika mendengar ucapan Elvano. Bisa-bisanya ia dihina seperti itu. "Paman, kau pikir aku ini najis besar yang harus disucikan, hah!" geram Ruby menatap pria di dalam mobil itu."Jalan!" titah Elvano kepada Mark.Mobil pun melaju meninggalkan Ruby yang masih berdiri memandang mobil Elvano yang sudah berlalu dengan emosi."Terkutuk, kau, Paman. Semoga jomblomu abadi, dasar Kingkong tua!" Ruby berteriak dengan lantang ke arah mobil yang sudah berlalu.Setelah puas melampiaskan kekesalannya, Ruby memutar tubuhnya lalu berjalan ke arah kediaman yang ada di hadapannya. Bangunan yang terlihat mewah dengan perpaduan warna putih kombinasi gold. Ruby, buru-buru masuk ke dalam bangunan itu.Baru saja kaki Ruby melangkah ke arah pintu utama, tiba-tiba. "Plak!" sebuah telapak tangan mengarah di pipi Ruby.Di ballroom hotel, Rubby, Elvano, Vina dan Sergio. Dua pasangan suami istri itu sedang menunggu dengan antusias. Mereka membawa anak-anak mereka, Amora dan Vincent, di gendongan mereka. Mereka ingin melihat Lisa dan Andre yang akan menikah tidak sabar melihat penampilan ratu dan raja untuk hari ini.Elvano, memeluk tubuh istrinya dari belakang. "Monster kecil, kita pernah melewati banyak halangan. Mulai dari sebuah ikatan kontrak hingga berjanji untuk bersama selamanya. Maaf, jika selama ini aku belum bisa membahagiakanmu," bisak Elvano ketika dia melihat dekorasi pernikahan Andre dan Lisa yang tampak begitu mewah. Rubby menggendong Amora yang sedang tertidur pun menjawab, "Kita sudah berkomitmen, Paman. Pernikahan yang kita lakukan di dekat pantai juga cukup manis dan berkesan untukku. Dan sekarang, aku bahagia memilikimu, Paman. Semoga kebahagiaan kita terus terjaga hingga akhir hayat kita." Elvano mengecup lembut pipi Monster Kecilnya. "Terima kasih, Monster Kecil. Karena sudah m
Pagi itu, matahari bersinar terang di langit biru. Di ballroom hotel, dekorasi pernikahan sudah siap. Bunga-bunga putih dan merah muda menghiasi meja dan kursi tamu. Di panggung, ada pelaminan yang megah dengan tirai-tirai putih dan lampu-lampu berkilau. Di sana, Andre dan Lisa akan mengucapkan janji suci mereka sebagai suami istri.Di ruang rias, Lisa duduk di kursi roda dengan gaun pengantin putih yang indah. Rambutnya yang pendek dihiasi dengan mahkota bunga. Wajahnya yang pucat tampak berseri-seri dengan senyum bahagia. Hari ini, ia akan menikah dengan Andre, dokter yang telah menemaninya selama ia menderita kanker otak. Andre adalah cinta pertama dan terakhirnya. Ia tidak peduli jika hidupnya tidak akan lama lagi. Yang penting, ia bisa merasakan cinta sejati dari Andre.Lisa menatap wajahnya di pantulan cermin dengan senyuman yang selalu terbit dibibirnya. "Hari ini adalah hari yang paling aku tunggu-tunggu. Aku akan menikah dengan Andre, pria yang paling aku cintai di dunia ini.
Rubby dan Vina berjalan masuk ke gedung pernikahan yang megah dan mewah. Mereka adalah sahabat dari Lisa, mempelai wanita yang akan menikah besok dengan Andre. Mereka datang untuk membantu mengurus persiapan acara, seperti dekorasi, catering, dan undangan."Wow, lihat itu!" Vina menunjuk ke langit-langit yang dipenuhi dengan balon berwarna-warni. "Ini pasti ide Lisa. Dia suka sekali balon.""Ya, dia memang anak kecil yang besar." Rubby tertawa. "Tapi aku suka dekorasinya. Simpel tapi manis. Seperti Lisa dan Andre.""Mereka memang pasangan yang serasi. Aku senang mereka akhirnya menemukan jodoh masing-masing." Vina menghela napas. "Aku harap mereka bahagia selamanya.""Amin." Rubby mengangguk. "Eh, tapi kita juga harus bahagia, lho. Kita punya suami yang sayang dan anak-anak yang lucu.""Iya, iya. Kita juga beruntung." Vina mengakui. "Tapi kadang aku kangen masa-masa kita masih single dan bebas.""Ha, ha. Kau masih ingat malam terakhir kita sebelum menikah?" Rubby mengingatkan. "Kita b
"Aku pasti bisa!" Seru Andre mencoba menyemangati dirinya sendiri. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum menekan bel rumah Lisa. Dia merasa gugup dan deg-degan, karena hari ini Andre akan menemui orang tua Lisa untuk meminta restu pernikahan mereka. Setelah lamaran yang Andre lakukan beberapa hari yang lalu, Andre memutuskan untuk menemui orang tua Lisa menyampaikan perihal pernikahan yang akan dilangsungkan. Setelah mendapatkan izin, akhirnya Lisa hanya menjalani rawat jalan. Beberapa saat kemudian, pintu rumah terbuka, dan Andre disambut oleh seorang wanita paruh baya yang ramah. Dia adalah ibu Lisa. "Andre, selamat datang. Kami sudah menunggumu," kata ibu Lisa. Wanita paruh baya itu memeluk Andre erat. "Ayo, Nak. Masuk! Ayah Lisa sudah menunggu." wanita tersebut mengajak Andre masuk ke dalam rumah setelah melepaskan pelukannya. "Terima kasih, Bu. Maaf jika saya mengganggu," kata Andre sopan."Tidak mengganggu sama sekali. Ayo, masuk. Suamiku dan Lisa sudah menunggu di ruang
"Paman, apakah Andre dan Lisa akan bahagia? Atau ... Ada di antara satu yang akan menghilang di antara mereka?" tanya Rubby. Saat ini, Rubby dan Elvano sudah kembali ke kediaman setelah merayakan acara lamaran Andre dan Lisa. Rubby, mengelus-ngelus jakung suaminya itu dengan manja. Elvano yang sedang memainkan helaian rambut istrinya itu pun menjawab, "kita do'akan mereka yang terbaik. Semoga, saat Lisa menikah dengan Andre, penyakit Lisa diangkat oleh Tuhan." Rubby mengangguk, dia membenamkan wajahnya di dada Elvano. "Paman, apakah cintamu tetap utuh untukku?" tanya Rubby. Elvano medekap tubuh monster kecilnya semakin erat ke dalam pelukan. "Satu saja aku belum bisa membahagiakannya, bagaimana bisa cintaku dapat terbagi?"Rubby merasakan getaran baik dari tubuh Elvano dan mengabaikan gejolak dalam hatinya. Dia mengangkat wajahnya dan menatap Elvano dengan mata sayu. "Terima kasih, paman. Aku merasa sangat beruntung memiliki paman sepertimu."Elvano tersenyum, menepuk ringan pipi
"Yey! Selamat untuk kalian berdua!"Setelah Andre selesai melamar Lisa, para sahabatnya yang merupakan bagian dari rencana keluar dari persembunyian mereka. Mereka merasa senang dan gembira seperti Andre karena rencana tersebut sukses dilakukan. Sergio, Elvano, Vina, dan Rubby bergabung dengan Andre dan Lisa. "Wah, bro, selamat, ya! Semoga acara ke depannya lancar seperti jalan tol bebas hambatan!" ucap Elvano sambil mengulurkan tangannya ke arah Andre. Andre tersenyum bahagia, dia tidak menyangka jika momen tersebut terlaksana juga. Andre pun menyambut uluran tangan Elvano. "Thanks, ya! Tanpa kalian acara lamaran ini mungkin tidak akan berjalan dengan lancar," ucap Andre. Sergio menepuk-nepuk pundak Andre dengan gembira. "Jadi, kita sudah tidak akan berebutan wanita lagi ya, Ndre. Semoga bahagia!" ucap Sergio dengan semangat. Andre mengalihkan pandangannya ke arah Sergio. "Thanks bro. Aku merasa bersyukur memiliki kalian," jawab Andre. Sergio dan Elvano pun memeluk tubuh Andre.