Share

BAB 4

Para reporter terkejut saat pintu terbuka dan seorang pria berkulit coklat berlari ke arah balkon. Di balkon, pria itu terlihat ragu-ragu untuk melompat. Pria yang diduga pria sewaan itu pun memutar tubuhnya.

"Apakah kau dibayar untuk melecehkan Nona Ruby?"

"Beritahu kepada kami dan para media!"

Pria itu hanya membisu. Elvano yang melihat sikap pria tersebut sudah mulai mengerti. "Mark!" panggil Elvano kepada asistennya.

Mark segera datang lalu membungkuk. "Ada apa, Tuan?"

"Urus dia dan segera kembali!"

"Baik, Tuan."

Setelah menjawab, Mark segera mengurusi pria tersebut. Dan Elvano, ia kembali ke kamarnya bersama Ruby tanpa menanggapi pertanyaan para reporter. Sesampainya di dalam kamar, Elvano menatap Ruby yang terduduk di bibir ranjang tanpa ekspresi.

Seketika, bulu halus di tubuh Ruby meremang ketika dirinya melihat ekspresi Elvano. Cepat-cepat, Ruby berdiri dan dengan kesadaran hati, Ruby segera membungkukkan tubuhnya di hadapan Elvano.

"Paman, terima kasih atas pertolonganmu saat ini. Jika Paman membutuhkan bantuanku, aku akan melakukan apapun untuk membalas budi," ucap Ruby seraya membungkuk.

Mendengar kata Paman, alis Elvano bergetar. 'Anak ini, bisakah dia tidak memanggilku Paman? Apakah aku setua itu?' Elvano membatin kesal.

"Ekhem!"

Elvano berdehem sambil mengatur posisi berdirinya agar terlihat seperti pria intelektual, berkharisma dan tentu lebih berwibawa. Elvano tidak menjawab rasa terima kasih Ruby, ia melewati tubuh Ruby yang membungkuk begitu saja.

Ruby memutar kepalanya, mengikuti tubuh Elvano yang berlalu dengan acuh tanpa sepatah kata pun.

'Astaga, dasar gorila tua! Setidaknya, berikan jawaban. Kenapa aku seperti makhluk tak kasat mata yang tak terlihat? Dia melewatiku begitu saja?' Ruby mengumpat di dalam hati.

"Huacimm!"

Tiba-tiba Ruby bersin. Tanpa disengaja, cairan kental dari hidungnya pun ikut keluar. Ruby dengan buru-buru mengusap hidungnya. Tanpa Ruby sadari, Elvano menghentikan langkahnya lalu menatap Ruby dengan raut wajah yang begitu jijik.

"Sudah jelek, jorok lagi!" cibir Elvano.

Ruby terkejut mendengar cibiran yang dilontarkan oleh Elvano. Dengan segera, Ruby pun mengangkat wajahnya lalu berdiri dengan tegak, menatap ke arah Elvano.

"Paman, aku jelas terkena flu karena tadi aku terkena gerimis dan hanya memakai pakaian yang tipis—"

"Huacim!"

Ucapan Ruby harus terpotong karena dirinya kembali bersin. Dengan rasa kesal, Ruby menggosok hidungnya dengan kuat karena merasa sangat gatal.

Elvano berjalan ke arah gantungan pakaian. Diambilnya jaket panjang seperti blazer. Ia kemudian menutupi pundak Ruby yang terlihat masih menggosok hidungnya sampai terlihat merah.

Ruby tertegun dan seketika berhenti menggosok hidungnya saat mendapatkan perlakuan seperti itu. Ruby pun memberanikan diri menatap wajah Elvano dari samping saat Elvano berlalu setelah memakaikan jaket kepadanya.

'Walaupun sikap Paman ini kadang dingin dan menyebalkan, dia cukup perhatian.' Ruby membatin.

Elvano kini melangkah ke arah meja kecil yang berada di sisi kepala ranjang. Elvano, mengambil ponselnya yang tergeletak asal di atas meja kecil tersebut.

[Mark, jika kamu sudah mengurusi pria tadi, segera belikan pakaian untuk Nona Ruby.] Titah Elvano saat sambungan teleponnya tersambung.

[Segera, Tuan.] Jawab Mark dari seberang.

Mark segera memutuskan sambungan teleponnya. Ruby yang merasa sikap Elvano berubah begitu hangat, membuat hatinya berdisko. Ruby segera berjalan ke arah Elvano dengan senyuman yang terus terukir di bibir mungil milik Ruby.

"Paman, terima kasih. Karena aku sudah merepotkan Paman. Ternyata, Paman sungguh baik," ucap Ruby semangat.

"Aku hanya tidak ingin jika aku terjangkit virus flu darimu," jawab Elvano sambil mengangkat satu alisnya.

"Uhuk!"

Ruby terbatuk dengan air liurnya sendiri saat mendengar jawaban Elvano. Bisa-bisanya Ruby sempat berpikir jika pria yang duduk di hadapannya itu memiliki hati yang manis. Ternyata, dugaan Ruby salah. 'Oke, aku tarik kalimatku kembali. Ternyata, Paman ini sungguh menyebalkan,' ucapnya dalam hati.

"Maaf, Paman, jika kondisi tubuhku membuat Paman tidak nyaman."

"Maka menjauhlah dariku! Karena aku sudah terkena masalah darimu, dan haruskah aku menerima penyakit darimu?"

Ruby hanya menundukkan kepalanya saat Elvano berkata demikian. Kini pikirannya tertuju kepada adik tiri—tunangannya itu. Masih janggal dengan apa yang dirinya alami saat ini.

Ruby kini menatap Elvano dengan lekat. 'Paman ini sangat berpengaruh. Kira-kira, jika aku meminta bantuan untuk menyelidiki masalah yang aku alami ini, apakah dia akan bersedia?' pikirnya.

Elvano yang menyadari diperhatikan oleh Ruby seperti itu membuat dirinya kikuk setengah mati. Karena Elvano adalah tipe pria yang akan salah tingkah jika seseorang menatapnya lebih dari 5 detik. Apalagi, yang menatapnya adalah seorang wanita, sudah pasti membuat Elvano gugup.

Ruby tanpa berdosanya, mencengkram paha Elvano saat melihat Elvano tengah melamun. Mungkin dengan begitu Elvano akan menjadi lebih hangat dan lebih memberikan perlindungannya kepada Ruby.

"Apa yang kamu lakukan?" Elvano menjerit kaget hingga hampir melompat, ketika Ruby tiba-tiba memegangi pahanya.

"Paman...!" Panggil Ruby manja disertai bola matanya mengiba.

Alis Elvano seketika menyatu melihat ekspresi gadis kecil di depannya.

"Paman yang baik hatinya, bisakah Paman mengantarku pulang?" Ucap manja Ruby kepada Elvano.

"Tidak!" sergah Elvano dengan cepat.

Ruby tidak menyangka jika Elvano menjawab permintaannya itu dengan begitu cepat. Pokoknya, Ruby harus berhasil merayu Elvano agar Ruby mempunyai naungan jika sewaktu-waktu ibu tiri dan adik tirinya itu memiliki rencana jahat kepadanya.

"Paman, tolong, ku mohon! Tolong antar aku pulang, ya!" Rengek Ruby.

"Ku bilang tidak, ya tidak! Pulang naik taksi, sana!" sentak Elvano dengan tegas menolak.

Ruby pun duduk di atas lantai, ia selonjoran seraya menendang-nendang udara dengan asal seperti seorang anak kecil yang merengek ketika tidak dibelikan main.

"Ah... Paman, bagaimana jika Toni masih di luar dan dia menyakitiku? Apa paman begitu tega?" Rengek Ruby semakin menjadi-jadi.

Elvano membuang nafas kasar saat menatap tingkah wanita itu. Sebenarnya, Elvano tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan Ruby. Seharusnya, Ruby bersyukur karena tadi, Elvano telah menolongnya dari para reporter.

"Kau dengar, aku sudah tidak ingin terlibat. Dan itu adalah masalahmu dan bukan menjadi urusanku. Seharusnya, kau berterima kasih karena aku sudah membantumu. Bukannya tidak tahu diri seperti ini!" Sindir Elvano mencibir.

Ruby mengerucutkan bibirnya. Harus bagaimana lagi merayu bapak-bapak ini. Tiba-tiba, satu pikiran terlintas di dalam benak Ruby. 'Apakah, Paman ini sudah menikah? Sehingga dia takut mengantarku pulang? Tapi ... Dilihat dari caranya menghadapi para reporter, sepertinya Paman ini belum menikah. Atau jangan-jangan, istrinya disembunyikan?' Ruby bermonolog dengan pikirannya sendiri. Ia takut jika kehadirannya menjadikan rumah tangga orang lain akan rusak.

Elvano harus kembali menerka-nerka wajah Ruby yang selalu penuh dengan tanda tanya. Apakah gadis di hadapannya ini sering sekali berpikir atau berhalusinasi?

"Paman...!"

Untuk kesekian kalinya Elvano dibuat sport jantung oleh Ruby yang selalu berteriak memanggilnya Paman. Itu sungguh mengganggu. Karena Elvano sudah terbiasa dipanggil dengan sebutan "Tuan".

"Apa? Mengapa kau selalu mengagetkanku?"

"Maaf, jika Paman merasa demikian. Aku hanya ingin bertanya. Apakah Paman sudah mempunyai istri?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status