Share

3. Dewa Perang

last update Last Updated: 2025-04-17 21:10:47

Setelah puas mengamati wajah Lana, pria itu perlahan bergerak, berjalan mengitari tubuh Lana yang berdiri kaku.

“Tidakkah kau merasa tatapanmu itu sangat tidak sopan dan kurang ajar?” Lana mendengus kesal sembari berputar mengikuti pergerakan pria itu.

“Aku tidak perlu bersikap sopan pada orang yang berniat mengincar kekuasaan.”

“Ehem… begini, Tuan Muda Kai. Dia ini adalah Tuan Putri Lucia Klaine.” Victor menyela sebelum keduanya terlibat dalam kesalahpahaman yang lebih parah.

“Apa kau yakin?” sebelah alis pria itu terangkat, meragukan kebenaran dari kata-kata Victor sebelumnya.

“Ya, semuanya sudah dipastikan.”

“Aku hanya tidak ingin kalian tertipu,” pria itu berbicara dengan nada rendah, namun ucapannya terdengar kejam dan menyebalkan.

“Di zaman sekarang ini banyak sekali orang yang menggunakan berbagai cara untuk menipu orang lain,” lanjutnya.

Perkataan pria itu berhasil menyulut emosi Lana yang sudah sejak tadi dia tahan. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya sebelum menyembur pria itu dengan kemarahan.

“Siapa yang kau sebut penipu? Seharusnya kau tanyakan itu pada mereka. Kenapa mencariku dan membawaku ke sini, kakek bahkan mengatakan kalau aku adalah cucunya, sekarang kau malah—”

“Kakek? Sepertinya kau cukup terbiasa dengan pengucapan itu,” pria itu memotong sebelum Lana menyelesaikan ucapannya.

“Selain tidak sopan, apakah kau juga selalu berbicara sekasar ini?”

Pria itu mengabaikan pertanyaan Lana dan malah berbalik menuduhnya.

“Kau sudah lama merencanakan ini, benar?” pria itu memincingkan matanya, menatap mencemooh pada Lana yang sudah kehabisan kesabaran.

“Kau ini—” Lana menggertakkan gigi-giginya.

Dia tidak tahu siapa pria di hadapannya ini. Mereka baru bertemu sekali dan dia sudah menyerukan gong permusuhan terhadapnya.

“Sepertinya tuan putri kecil ini mudah sekali marah,” dia lalu tersenyum mengejek.

“Siapa yang kau panggil anak kecil? Aku ini wanita dewasa yang berusia 22 tahun!” Lana melotot saat mengatakannya.

Melihat situasi yang tidak terkendali, Victor mencoba menengahi dan berbicara dengan pria itu.

“Tuan muda. Semua bukti menyatakan kalau dia benar-benar adalah Tuan Putri Lucia. Apa kau tidak bisa melihat kemiripan wajahnya dengan mendiang Tuan Putri Althea?”

“Di dunia ini, memang ada beberapa orang yang memiliki kemiripan. Tapi bukan berarti mereka memiliki hubungan darah, kan?” kali ini pria itu menatap Victor dengan sinis.

Tatapannya bahkan lebih dingin dari gunung es.

“Begini saja. Aku akan memastikannya sendiri, dengan begitu aku bisa tahu tanda itu asli atau tidak.”

“Tanda? Tanda apa?” Lana butuh beberapa detik untuk mencerna kalimat pria itu, sebelum akhirnya dia bergerak cepat untuk memeluk dirinya sendiri dan menyandarkan punggungnya pada tembok terdekat.

“Tentu saja tanda yang membuktikan kalau kau adalah Lucia Klaine,” ucapnya menantang.

“Jangan mimpi! Aku tidak akan membiarkannya,” tolaknya keras.

“Jangan harap pria mesum sepertimu bisa mengambil keuntungan dariku!”

“Pria mesum, katamu?” pria itu meninggikan suaranya, tidak terima atas julukan yang diberikan Lana padanya.

Lana berdeham dan mengangguk. Merasa puas karena berhasil memprovokasi pria itu.

“Kau tidak perlu repot-repot mencurgaiku, lagipula aku juga tidak berniat tinggal di sini,” setelah mengatakan itu, Lana berbalik dan hendak pergi, sebelum suara tepukan tangan yang cukup keras menggema ke seluruh ruangan dan menghentikan langkahnya.

“Kau bahkan tahu cara untuk mundur agar bisa menang.”

“Tuan muda, kumohon jangan mencari masalah lagi,” Victor mendesis penuh permohonan.

Victor merasa sikap pria itu terlalu berlebihan, dan dia takut Lana akan merasa tidak nyaman karenanya.

“Ada baiknya kau menyelidiki ulang,” pria itu berbicara penuh peringatan sembari menepuk bahu Victor sebelum berlalu pergi.

“Maafkan atas kesalahpahaman ini, tuan putri. Tuan Muda Kai biasanya tidak terlalu banyak bicara. Mungkin hari ini suasana hatinya sedang tidak baik, jadi dia bersikap seperti itu.”

Sementara Lana menatap kepergian pria bernama Kai itu dengan raut kesal. Rasanya dia ingin menangis karena diperlakukan seperti itu.

“Aku tidak ingin melihatnya lagi,” putusnya.

“Hm… kalau soal itu, sepertinya agak sulit,” sahut Victor.

“Kenapa?”

Wajah Victor tampak berpikir sebelum berbicara lagi.

“Karena dia adalah Tuan Muda Kai Lautner Maverick, salah satu putra dari Klan Maverick yang merupakan kandidat terbaik untuk menjadi penerus raja. Dia juga adalah seorang dewa perang Illyrian yang baru saja kembali dari perbatasan atas perintah raja, untuk menjagamu.”

“Menjagaku? Pria sepertinya? Hah, yang benar saja.”

Lana tertawa suram.

“Benar. Raja Alastor bahkan menginstruksikan secara khusus agar memindahkan kamarnya tepat berada di sebelah kamarmu,” lanjutnya.

“Gila! Benar-benar gila.”

Lana menggeleng tak percaya, merasa frustasi dengan apa yang dilakukan kakeknya.

“Apa kau tidak pernah mendengar tentangnya sebelumnya?”

Lana menggeleng.

“Mengingat reputasi dan popularitas Tuan Muda Kai yang begitu besar di Illyrian, cukup aneh kalau kau tidak mengenalinya.”

“Sehebat itukah?” Lana bertanya karena penasaran.

Victor mengangguk, “Ya, sehebat itu.”

“Tapi dia terlihat sangat pucat. Kupikir dia sedang sakit atau semacamnya, jadi dia bertingkah menyebalkan karena tahu mungkin dirinya akan segera—mati?” Lana mengecilkan suaranya pada kata terakhir.

“Ada suatu hal yang membuat penampilannya seperti itu.”

Lana menatap Victor dengan tanda tanya besar di kepalanya.

“Belum saatnya kau tahu,” Victor tersenyum kecil, tidak berniat membahas tentang Kai Lautner lebih banyak lagi.

“Hah, sudahlah. Lagipula aku tidak peduli, dan juga tidak ingin tahu,” ujarnya acuh.

Dalam hati Lana memutuskan tidak ingin terlibat apa pun dengan pria itu.

***

Hari sudah pagi, semburat jingga perlahan naik ke permukaan. Namun Lana masih belum merasa mengantuk, terlebih lagi dia berkali-kali gagal menghubungi orang tuanya. Tidak satu pun dari panggilannya yang terhubung, dan Lana merasa bingung bagaimana harus menjalani hidupnya setelah ini.

Pikiran bahwa salah satu pria penghuni istana ini jelas-jelas memusuhinya tanpa alasan yang jelas, entah bagaimana mengusik hati Lana.

‘Meski pun aku berfantasi menjadi seorang tuan putri kerajaan, namun ketika impian itu akhirnya menjadi kenyataan, aku menyadari bahwa menjadi tuan putri bukanlah hal yang hebat. Aku merasa seperti burung di dalam sangkar emas. Terkurung,’ Lana mendengus pelan.

Dia duduk dengan lesu di atas tempat tidurnya.

“Aku merindukan orang tuaku,” ucapnya kemudian.

Lana tidak tahu, dirinya harus merasa senang atau sedih sekarang. Impiannya menjadi seorang tuan putri telah menjadi kenyataan, namun hatinya justru merasa kosong. Karena di saat yang sama, dia juga harus kehilangan sosok kedua orang tuanya.

Setelah beberapa saat meratapi nasibnya yang berubah 180 derajat, Lana akhirnya bangkit dan memutuskan untuk pergi menemui orang tuanya.

“Selamat pagi, tuan putri. Apa tidurmu nyenyak semalam?” Seseorang muncul di kamar Lana.

Itu adalah orang yang sama dengan yang waktu itu ditemuinya saat audisi kerajaan.

“Kau—?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   95. Turun Tahta

    Genggaman tangan Lana pada tangan Kai mengerat dan wajahnya tidak bisa menyembunyikan kesedihan yang sangat besar.“Sepertinya ada yang tidak beres,” lanjut Kai.“Kita akan mencari tahu setelah Lana lebih tenang,” jawab Louise.“Tidak perlu.”Lana menarik diri dari pelukan Kai, menghapus air matanya kasar, lalu berdiri tegak dengan dagu terangkat.“Kalau memang aku bukan siapa-siapa, tidak ada alasan lagi untuk tetap berada di sini,” tegasnya.“Lana.”“Tidak boleh.”“Kau tidak akan pergi ke mana pun. Tanpa seijinku,” suara Kai terdengar lebih tegas dan dominan, membuat Lana mau tak mau menoleh ke arah pria itu.“Untuk apa? Untuk dipermalukan?”“Aku tidak akan membiarkan itu terjadi,” tatapan Kai berubah teduh.“Aku lelah.”“Aku tahu. Kau hanya perlu beristirahat, dan besok—““Kebetulan kalian berkumpul di sini. Saya sengaja membawa tuan putri menemui kalian semua agar dia bisa memperkenalkan diri,” suara Victor menginterupsi mereka

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   94. Siapa Aku Ini?

    Lana menatap kakeknya yang sedari tadi duduk diam di kursinya, pria tua itu tidak mengatakan apa pun. Namun sikap diamnya itu justru membuat Lana semakin berpikir kalau semua ini memang benar. Sang raja bahkan tidak sekali pun melihat ke arahnya saat Victor mengatakan semua kebenarannya tadi. “Kakek…” suara Lana lirih dan hampir tak terdengar. Sebutir air matanya berhasil lolos melewati rahangnya, namun Raja Alastor tetap tidak bergerak, melirik pun tidak. Lana merasakan sakit menusuk hatinya, rasanya seperti dia baru saja dicabik-cabik oleh pedang panjang di tengah peperangan. “Tidak mungkin… tidak mungkin!” Lana mundur dan berlari menjauh sambil sesekali mengusap air matanya yang tak mau berhenti mengalir. Hatinya hancur dan jiwanya rapuh, sekarang ini dia hanya ingin sendiri. “Lana,” suara Kai terdengar panik dan pria itu berusaha mengejar kekasihnya, mengabaikan lirikan tajam sang raja yang diarahkan padanya.

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   93. Tuan Putri Yang Asli

    “Ya, Tuan Putri Mindy Moon dari kerajaan Kalistar.”“Kerajaan Kalistar?” tanya Lana lagi, sejujurnya dia merasa asing dengan nama kerajaan itu.“Memang bukan sebuah kerajaan besar seperti Estrela, namun Raja Alastor berteman cukup baik dengan pemimpin kami,” lanjut maid itu menjelaskan.“Oh begitu, ya. Mungkin aku hanya kurang familier saja karena tidak pernah bertemu dia sebelumnya.”“Saat ini Tuan Putri Mindy sedang mewakili kedua orang tuanya untuk memberikan penghormatan terakhir pada putra perdana menteri Estrela.”Lana tersenyum mengerti, “Pergilah.”Maid itu tersenyum lalu undur diri dari hadapan Lana dan Layla.“Dari penampilannya memang terlihat seperti bangsawan sekali, ternyata memang seorang tuan putri, sama sepertimu.”“Hm—ya,” Lana mengedikkan bahu acuh.Untuk point Layla yang memuji Mindy cantik itu memang benar. Gadis itu cantik dengan kulit putih gading dan garis hidung yang menonjol, belum lagi pinggang super kecilnya yang membua

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   92. Selamat Tinggal, River

    Dengan sisa tenaga yang dia miliki, Lana bergerak ke arah River yang sudah sekarat. Pria itu bahkan harus bersusah payah untuk membuka matanya dan melihat Lana. “Aku senang kau baik-baik saja,” ucapnya parau sembari mencoba tersenyum. “Diamlah, jangan berbicara lagi.” Lana meletakkan kepala River di kakinya, matanya tidak bisa berhenti menangisi keadaan River saat ini. “Aku punya satu permintaan,” Kai mengernyit, ucapan River kali ini jelas ditunjukkan padanya. “Apa?” “Aku tidak ingin menjadi monster.” “Apa maksudmu?” tanya Lana bingung. “Kau tahu apa maksudku,” lagi-lagi River mengabaikan Lana dan tetap kekeuh menatap Kai. “Kau bisa mati,” lanjut Kai. “Aku tahu. Dan aku lebih baik mati sebagai manusia daripada harus hidup sebagai monster.” “Kau yakin?” “Ya. Hanya kau yang bisa melakukannya sekarang.” “Apa maksudnya? Sebenarnya ada apa ini?” Lana menatap Kai dan River bergantian. Percakapan mereka itu seperti hanya mereka saja yang tahu apa maksudnya. “Aku

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   91. Pengorbanan

    “Memang benar keturunan Estrela. Kau bahkan sama sekali tidak takut terhadapku. Dan malah menawarkan darahmu?”“Cih.”“Kalau saja kau tidak membunuh salah satu orang terbaikku.”Lana mengerutkan kening sejenak, lalu menyipitkan mata setelah memahami sesuatu.“Henry?”“Tepat sekali.”“Itu karena dia bodoh. Dan kau tentu lebih bodoh lagi karena memercayainya.”“Kau meragukan penilaianku?” rahang Jarek mengeras, terlihat pria itu tidak suka mendengar kata-kata Lana.“Ya.”Bukannya marah, Jarek malah tertawa, lebih tepatnya menertawakan diri sendiri karena gagal membuat Lana takut.Keberanian gadis itu tidak perlu diragukan lagi. Mungkin selain karena dia adalah seorang pewaris Estrela, Lana juga adalah tunangan Kai?‘Tidak. Tidak. Lebih tepatnya, karena dia keturunan Halvard Frost!’ koreksinya dalam hati.Seperti yang dia tahu, tak ada satu pun dari Klan Frost yang takut pada apa pun. Mereka terkenal kuat dan pemberani. Jarek telah hidup lebih lama dan dia jelas tahu tentang karakteristi

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   90. Ancaman Serius

    “Jarek.” “Apa?” “Dia ada di sana tadi. Sepertinya juga dia yang sudah membebaskan Yael dari menara paviliun.” “Brengsek,” Kai berlari ke menara, dia perlu memastikan sendiri kalau Yael benar-benar tidak ada di sana. ‘Bagaimana ini, Jarek tahu aku sedang hamil dan sekarang dia membawa pergi Yael. Apa yang akan terjadi setelah ini,’ batinnya. Lana meremas gaun di sisi tubuhnya, tubuhnya bergetar karena Jarek sudah terang-terangan menunjukkan dirinya di Estrela. Dia bahkan mengancam Lana dan membebaskan seorang tahanan. “Tuan putri, kau baik-baik saja?” tubuh Lana nyaris ambruk kalau saja Layla tidak segera menopangnya dari belakang. “Aku ingin pulang dan beristirahat,” ucapnya pelan. Layla mengangguk tanpa banyak bertanya lagi. Dia tahu Lana sedang syok saat ini, wajahnya pucat dan pandangannya tidak fokus, terlebih lagi dirinya sedang hamil. “Pastikan tidak ada seorang pun masuk ke kamarku setelah ini.” Layla mengangguk. Dia segera membawanya kembali ke istana sebe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status