Share

2. Menjadi Tuan Putri

Penulis: Renata Respati
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-17 21:03:45

“Kau menghilang saat peperangan besar yang terjadi 19 tahun silam, lalu kami berdua tanpa sengaja menemukanmu dan merawatmu hingga sekarang,” jelas ibunya.

“Kami sungguh-sungguh tidak tahu kalau kau sebenarnya adalah cucu raja yang hilang. Maafkan kami, Lana. Karena telah merahasiakan hal ini selama bertahun-tahun darimu.”

Wajah mereka tampak lesu, seperti tidak memiliki gairah hidup.

“Ayo, ibu akan membantumu berkemas.”

Lana tidak tahu harus bereaksi seperti apa, bahkan saat ibunya keluar dari kamarnya dengan membawa dua koper besar miliknya pun, Lana masih belum beranjak dari posisinya.

“Jangan biarkan mereka menunggu lama,” ibunya menarik lengan Lana dan membawanya keluar untuk menemui pria paruh baya itu.

“Lalu bagaimana dengan kalian?” tidak ada jawaban, kedua orang tuanya hanya tersenyum kecil, namun Lana bisa melihat kesedihan di mata mereka.

Pria itu dan beberapa yang lainnya masih menunggunya di depan rumah.

“Tuan putri, silakan.” Dia membuka salah satu pintu mobil dan mempersilakan Lana untuk masuk.

Lana mengabaikannya dan memilih untuk merengek pada orang tuanya. Benar-benar berharap hal ini hanya mimpi semata. Dia bahkan menepuk kedua pipinya beberapa kali untuk memastikan.

***

Lana memandangi istana Kerajaan Estrela yang begitu besar dan megah. Dengan pilar-pilar berwarna emas yang menjulang tinggi, bersahutan dengan atap baja di atasnya. Setiap ukiran tembok yang Lana lihat, menciptakan keindahan di setiap sudutnya.

Untuk sesaat Lana terdiam, matanya seperti sedang dimanjakan oleh berbagai hal di sekitarnya. Dan hal pertama yang dilihatnya saat Lana memasuki istana adalah, Raja Alastor yang tampak tenang duduk di singgahsananya.

Pria itu menarik napas panjang sembari mengetukkan jarinya beberapa kali ke sisi kursi kebesarannya. Kemudian senyum lebar terukir di wajah tegasnya saat Lana mengangkat wajah untuk menatapnya.

Itu adalah pertemuan pertama mereka setelah 19 tahun lamanya.

“Sangat mirip.”

“Dia terlihat seperti kembarannya!” Seruan kebahagiaan itu menggema ke seluruh ruangan.

Lana mundur satu langkah saat Raja Alastor berjalan mendekatinya sembari merentangkan kedua tangan. Bersiap untuk memeluknya.

“Apa yang mulia yakin tidak ingin menyelidikanya lebih lanjut?”

Belum sampai pria tua itu melakukan niatnya, langkahnya lebih dulu terhenti oleh pertanyaan Lana.

“Aku mungkin bukanlah orang yang anda maksud,” lanjutnya.

“Kau adalah Lucia. Lucia Klaine. Cucuku, satu-satunya pewaris Kerajaan Estrela. Tidak salah lagi.”

Lana menelan salivanya susah payah. Masih berusaha menyadarkan diri sendiri kalau ini semua memang kenyataan.

‘Ini tidak mungkin. Aku tidak mungkin tiba-tiba menjadi seorang tuan putri, kan?’ kenyataan ini datang secara tiba-tiba, dan Lana merasa tidak siap.

Raja Alastor kemudian meminta Victor, pria yang tadi menjemput Lana, untuk menunjukkan buktinya.

“Tanda bintang di punggung sebelah kirimu. Di dunia ini, hanya kau yang memilikinya. Dan juga, helaian rambutmu yang kami dapatkan saat audisi. Kami menggunakannya untuk melakukan tes DNA.”

Lana mengingat-ingat lagi kejadian pagi tadi. Saat orang-orang dari kerajaan memintanya untuk melepaskan pakaiannya dengan alasan sebagai prosedur untuk menjadi abdi kerajaan.

‘Dan apa katanya tadi? Tes DNA? Secepat itu?’ Lana tidak tahu harus merasa takjub atau justru ngeri.

“Tidakkah perilaku kalian ini melanggar privasiku?” protesnya.

Ada kekesalan yang tertahan dalam nada bicaranya.

“Kakek akan melakukan apa pun demi bisa menemukanmu.”

“Kau tahu, betapa kakekmu ini sangat merindukanmu? Selama 19 tahun aku selalu menantikan hari ini. Hari di mana akhirnya aku bisa melihatmu lagi, sayangku,” lanjutnya.

Melihat kesedihan dan rasa haru di wajah pria tua itu, Lana berusaha menahan diri.

“Begitu ya,” kata Lana kikuk.

“Kau pasti lelah, pergilah beristirahat.”

“Istirahat? Apakah aku juga perlu tinggal di sini?”

“Kau adalah cucu kandungku, tentu saja kau harus tinggal di sini bersama kakekmu.”

“Itu…” Lana menggantung ucapannya, berusaha mencari kalimat yang tepat untuk menolak permintaan kakeknya.

“Apa jangan-jangan kau lebih suka tinggal di rumah kecil yang hampir roboh itu?”

“Itu rumah orang tuaku, meskipun sederhana dan tidak besar, tapi aku nyaman berada di sana,” Lana tidak bisa menyembunyikan kekesalannya saat Raja Alastor membahas tentang tempat tinggalnya.

“Terserah kau saja, tapi aku sudah menghabiskan 19 tahunku untuk mencarimu. Setelah kau kembali, aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi lagi.”

“Sepertinya aku memiliki pemikiran yang berdeda dengan yang mulia raja. Terima kasih atas keramahannya. Sampai jumpa lagi.”

“Kau mau ke mana?”

“Pulang ke rumah kecil yang hampir roboh milik orang tuaku,” jawabnya lantang, Lana bahkan tak segan mengangkat tinggi dagunnya di hadapan kakeknya.

“Tunggu sebentar, mungkin kakek sedikit berlebihan. Tolong maafkan pria tua ini, oke? Tinggalah di sini setidaknya untuk beberapa hari,” ucap Raja Alastor, berusaha mencegah kepergian Lana dari istana.

Lana memutar bola matanya malas, mengabaikan permintaan kakeknya dan tetap melangkah pergi sebelum suara panggilan kakeknya pada Victor menggema dengan keras. Detik berikutnya, pria itu muncul di dalam ruangan, diikuti oleh beberapa maid dan juga pengawal istana.

Mereka semua berdiri membentuk lingkaran, seolah memenjarakan Lana, mencegahnya untuk tidak pergi.

“Tuan putri, mohon tetap tinggal di sini,” setelah mengatakan kalimat itu, Victor menunduk penuh hormat.

Lana berbalik untuk melihat kakeknya sebelum berbicara lagi.

“Baiklah, aku akan tinggal di sini.”

“Luciaku memang anak yang baik,” pria itu tersenyum puas.

“Satu hal lagi, bisakah yang mulia berhenti memanggilku Lucia? Namaku Lana, dan aku tidak terbiasa dipanggil dengan nama selain itu.”

Kakeknya tampak terkejut, namun kemudian berhasil menguasai diri dan tersenyum.

“Sesuai keinginanmu, Lucia.”

Lana melotot saat kakeknya lagi-lagi salah memanggil namanya.

“Maksudku, Lana. Alana.”

“Tapi tetap saja, nama belakangmu adalah Klaine. Karena kau adalah satu-satunya cucuku yang sah,” lanjutnya.

“Setuju.”

“Dan kau… panggil aku kakek mulai sekarang,” lanjutnya.

Selanjutnya dia menginstruksikan pada Victor untuk mengantar Lana ke kamarnya. Lana menurut dan tidak mencoba bertanya lagi. Dirinya benar-benar lelah dan butuh waktu untuk mencerna semua kejadian hari ini.

Namun sebelum mereka mencapai kamar, langkah Lana lebih dulu terhenti saat seorang pria muda yang tampan dan tampak misterius muncul di hadapannya. Pria itu juga terlihat—sangat pucat.

Lana tidak tahu dia datang dari mana, namun sepertinya pria itu sedang menuju ke arahnya. Lana pun memutuskan untuk diam dan menunggu.

Saat sudah berdiri berhadapan, pria itu menatap Lana dari atas ke bawah, lalu ke atas lagi. Tatapannya penuh kecurigaan, dan Lana bersumpah, dia melihat senyuman menghina muncul dari sudut bibir pria itu.

“Kau siapa?” Lana tidak bisa menyembunyikan keingintahuannya.

“Seharusnya aku yang bertanya padamu. Siapa kau?” tanyanya dingin.

Matanya yang seterang gerhana bulan itu membidik tepat ke wajah Lana, seolah gadis itu adalah sasaran utama dari mata busur panahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   49. Hari Pertunangan

    “Aku sungguh tidak salah menilaimu. Kau begitu berani mengutarakan ide dan keinginanmu di depanku. Anak muda, sudah saatnya kau bertindak agresif dan ambisius.”“Terima kasih, yang mulia.”“Tapi itu karena kau tidak pernah hidup menderita!” seru sang raja kemudian, membuat Kai terkejut dengan respons yang tiba-tiba itu.“Kau tidak pernah hidup tanpa nama besar dan kekuasaan. Jadi kau membenci kehidupan yang membuat orang lain iri. Apakah hidup selama bertahun-tahun ini masih kurang bagimu? Kenapa kau sulit sekali merasa puas dengan apa yang sudah kau miliki, dan memilih melakukan hal bodoh yang kau sendiri tidak yakin itu akan berhasil atau tidak,”“Jadi apa gunanya cita-cita dan ambisi, kalau kau tidak memiliki kedudukan dan dukungan kekuasaan di belakangmu? Kau hanya akan menyesalinya suatu hari nanti.”Raja Alastor berkata panjang lebar untuk meyakinan Kai.“Tanpa mencobany

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   48. Sudah Berakhir

    Louise langsung beranjak dari sofa begitu mendengar keputusan sang raja. Pria itu saling melempar pandangan dengan Lana, lalu mengusap wajahnya kasar, merasa frustasi.“Kau persiapkan dirimu dengan baik, dan berlatihlah lebih keras lagi agar kelak kau benar-benar layak untuk menjadi raja di Estrela.”Setelah mengatakan itu, Raja Alastor segera pergi dari ruang tengah. Meninggalkan Lana dan Louise berdua dengan pikiran mereka masing-masing.Louise melihat Lana dengan tatapan, ‘Kita harus bagaimana sekarang?’Sementara Lana hanya bisa mengedikkan bahu, tidak tahu harus berkata apalagi sekarang. Dari awal dirinya sudah setuju bahkan sebelum kakeknya itu menyebut nama Louise. Jadi sekarang dia hanya bisa menerima semuanya tanpa protes lagi.***Lana tahu dia sudah bersikap agak kasar terhadap Kai, tapi itu juga karena dia merasa begitu defensif.“Entah bagaimana, menurutku kita tidak akan pernah bertemu lagi.

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   47. Penerus Pengganti

    “Kenapa menatapku seperti itu? Bukan aku yang memarahimu.” Yelena bersungut jengkel mendengar respons Kai yang sama sekali tidak ramah.“Bukan urusanmu,”Kai berniat pergi, namun pertanyaan Yelena berhasil menghentikan langkahnya.“Apa kau masih akan mencintainya setelah dia mengatakan akan menjauhimu? Menurut analisaku, dia sudah benar-benar muak padamu.”“Sudah selesai bicara?”Yelena mengendikkan bahunya acuh.“Aku tidak berhak memintanya untuk memahami situasinya, situasiku. Kuakui aku memang bodoh dan sembrono sebelumnya, namun aku akan berusaha memperbaikinya. Aku tidak ingin dia berpikir cintanya bertepuk sebelah tangan.”“Setelah semua yang kau lakukan, kau sungguh berharap dia masih akan mencintaimu? Kalau aku jadi dia, aku tidak akan pernah mau melihat wajahmu lagi seumur hidup.”“Sayangnya kau bukan dia,” Kai menyeringai.&ldqu

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   46. Aku Membencimu!

    “Kau tahu maksudku, Louise. Itu sebabnya kau menyembunyikannya dariku,” Lana menatap Louise tajam.Matanya seperti mengandung peluru yang siap ditembakkan tepat ke arah Louise, membuat pria itu tidak bisa lagi berpaling apalagi menghindar.“Pantas saja kau sangat yakin kalau tidak terjadi apa pun di antara kita semalam. Ternyata karena dia pelakunya,” Lana tertawa getir.“Lana, aku juga baru—”“Jangan membelanya lagi. Akui saja kalau adikmu itu memang brengsek,” kali ini, sorot mata Lana melembut, namun hal itu justru menakuti Louise.Matanya menerawang jauh ke depan, namun Louise tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu di kepalanya.“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Louise penasaran.“Kalau dia memang tidak menginginkanku, untuk apa lagi aku mengejarnya,” kata-kata Lana menjadi tajam, membuat Louise seketika melotot, tidak menyangka L

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   45. Rasanya Ingin Mati Saja

    “Argh!” teriak Lana sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri.“Tuan putri? Bangun, tuan putri. Lana!”“Tolong, pengawal!” seruan Layla menimbulkan kegaduhan pagi itu.Para pengawal dan juga Victor muncul di sana, dan mendapati Lana yang tengah tergeletak tak sadarkan diri di depan kamarnya.“Ada apa? Apa yang terjadi?” tanya Victor pada Layla.Gadis itu menggeleng sebelum melepaskan tubuh Lana untuk diangkat dan digendong menuju ranjang.“Saya tidak tahu, tuan putri sudah seperti ini saat saya datang,” jawab Layla akhirnya.Layla tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya saat melihat wajah pucat Lana yang tengah terbaring lemah di atas tempat tidur. Dengan cekatan dirinya mengambil baskom dari tangan seorang maid lain dan membawanya ke nakas di sisi Lana, lalu perlahan mengompres kening Lana yang terasa panas.“Mungkin dia kelelahan,” lanjut Victor sebelum pergi untuk memberitahu sang raja tentang keadaan Lana.***“Apa yang terjadi? Dia kenapa?” tanya Raja Alastor pada Elsie Maverik

  • Gairah Cinta Sang Dewa Perang   44. Kecewa

    “Lana, aku berani bersumpah tidak melakukan apa pun. Semalam aku memang mabuk, tapi kupastikan kalau kita tidak melakukan seperti apa yang kau pikirkan,” Louise mengangkat untuk menenangkan Lana.“Jangan sentuh aku! Nyatanya sekarang kita berada di sini, di ranjang yang sama, dan dalam keadaan yang… astaga apa yang sudah kau lakukan, Louise!” teriakan frustasi Lana menggema ke seluruh ruangan.“Sekarang aku harus bagaimana? Kehormatanku—” Lana menutup wajahnya, menangis.Louise mengulurkan tangan untuk menyentuh gadis itu, namun kemudian mengurungkan niatnya. Dia lalu meraih ponselnya di atas nakas di samping ranjang untuk menghubungi seseorang.“Halo” suara Julian terdengar di seberang telepon.“Kau di mana?” tanya Louise.“Aku di istana, sedang siap-siap ke akademi. Ada apa?”“Semalam kau pulang pukul berapa?”“Sekitar pukul sebelas, Kai menyuruhku pulang lebih dulu karena katanya ada yang ingin dia bahas denganmu.”‘Sepertinya ini memang disengaja,’ batin Louise kesal.“Baiklah, te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status