Beranda / Romansa / Gairah Istri Kelima Juragan / Juragan Tampan dan Berkharisma

Share

Gairah Istri Kelima Juragan
Gairah Istri Kelima Juragan
Penulis: LastCurse

Juragan Tampan dan Berkharisma

Penulis: LastCurse
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-27 12:02:00

Di sebuah ruangan dengan kertas dinding motif dan warna keemasan, Malini menatap pria berusia lima puluh tahun di hadapannya. Pria tampan dengan rahang tegas dan sepasang mata mirip elang yang mampu menaklukkan lawan bicaranya dalam sekali kedipan.

Pria yang kerap dipanggil orang-orang kampung dengan juragan itu tak nampak tua sedikitpun. Bahkan guratan dan keriput seolah enggan mampir ke wajahnya yang putih dan bersih.

Ada perasaan tegang yang hinggap di hati Malini. Bagaimana tidak, ia hanya berdua saja berhadapan dengan juragan Chandrakanta. Entah ke mana keempat isteri pria yang katanya gila bercinta itu.

"Ehem ... Jadi apa tujuanmu datang kemari? Malini!" suara serak dan berat itu semakin membuat Malini salah tingkah.

"A-anu juragan ...." sahut Malini menggantung.

Dadanya terlihat naik turun. Nampak terlihat jelas dari balik kebayanya yang sedikit menerawang. Membuat Chandrakanta menelan ludah. Lalu membuang muka ke arah yang lain.

"Katakan dengan cepat! Karena aku sedang banyak pekerjaan."

"Saya ingin meminjam uang juragan," sahutnya cepat. Perasaan lega memenuhi rongga dadanya. Walau belum tentu Chandrakanta akan meminjamkan uang.

"Berapa?"

"Lima puluh juta, juragan."

"Lima puluh juta?" ulang Chandrakanta.

Mungkin bukan masalah jajaran angka yang banyak itu. Tapi mungkin alasan. Ya ... Sebuah alasan yang ingin diketahui Chandrakanta. Mengapa wanita cantik bertubuh sintal itu memerlukan banyak uang.

"Ke mana suamimu?" tanya Chandrakanta lagi. Ia menggeser posisi duduknya di sebelah Malini. Berusaha melihatnya dengan jelas di setiap inci.

"Apa saya harus menjawab pertanyaan yang ndak ingin saya jawab, juragan?"

"Ya, aku perlu tahu. Kelak jika kau tidak bisa bertanggung jawab atas hutang-hutangmu itu, maka suamimu lah yang harus membayarnya.

"Tapi ... "

"Hmm ... Suamimu pergi dengan wanita lain?Meninggalkan begitu banyak hutang yang harus kau selesaikan sendirian. Apa aku benar?"

"Juragan ... Dari mana?"

"Siapa yang tak mengenal suamimu Malini. Prabawa yang suka berjudi dan main perempuan. Apa aku benar lagi?" suara Chandrakanta agak meninggi. Membuat Malini hampir terbakar amarah.

"Apa bedanya dirimu dengan suamiku? Duhai juragan yang gila kawin dan mempunyai banyak isteri!" hardik Malini dalam hati.

Membuat Chandrakanta menatap sepasang mata bundar hitam Malini dengan lekat.

"Aku tidak suka kau menyamakan diriku dengan suamimu yang tidak ada otak itu! Jadi berhentilah! Hentikan hatimu untuk berkata-kata yang tidak menyenangkan tentang diriku!"

Malini terkesiap. Tak menyangka jika Chandrakanta mengetahui isi hatinya. Ia sedikit malu dan merasa penasaran dalam waktu yang bersamaan.

"Bagaimana juragan mengetahui isi hatiku?" tanyanya dalam hati.

"Hatimu dipenuhi banyak pertanyaan tentangku. Itu tak penting! Apa kau mau minum? Makan sesuatu, mungkin? Biar aku minta Yuvati untuk membuatkannya."

"Ndak usah juragan! Saya ndak mau merepotkan. Saya hanya ingin meminjam uang," ujar Malini tegas. Mencoba mengembalikan topik pembicaraan.

"Hmm ... Baiklah ... Lima puluh juta bukan?"

"Benar juragan. Lima puluh juta." Malini menjawab dengan suara yang sedikit ringan.

"Gampang. Aku bisa memberikannya sekarang."

"Benarkah itu juragan? Jawab Malini bertambah senang.

"Ya. Kau tak percaya? Aku orang paling kaya di kampung ini?"

"Aku percaya, Tuan."

Malini memandangi isi ruang tengah yang lega dan besar itu. Semua perabotannya hampir semua terbuat dari emas, kristal dan perak. Wanita itu tak paham bagaimana juragan Chandrakanta bisa mendapatkan kekayaan yang begitu banyak.

Kesemuanya isterinya dibuatkan rumah tiga lantai terpisah di tanah yang berbeda. Anak-anak juragan juga bersekolah di sekolah yang bagus. Semua kendaraan dan apapun yang belum dimiliki oleh orang kaya lain, Chandrakanta telah lebih dulu memilikinya.

"Tapi tentu ada syarat yang harus aku ajukan."

"Syarat apa itu, Tuan?" tanya Malini menelan ludah. Berharap syarat yang diajukan juragan Chandrakanta masih bisa dilakukannya.

"Semoga bukan sebuah syarat yang berat." Lagi-lagi Malini berkata dalam hati.

Membuat Chandrakanta tersenyum kecil. Hatinya girang dan senang. Seolah mendapatkan sesuatu yang menggelitik. Bagai anak kecil yang merindukan mainan baru.

Malini berdoa dalam hati. Benaknya sudah mengkhayalkan sesuatu. Bisa melunasi hutangnya kepada si Jampang, menyekolahkan anak gadisnya di pondok yang diidam-idamkan dan juga bisa membuka usaha kecil-kecilan.

"Ehem ... Lima puluh juta, ya? Uang itu harus kau bayar selama 50 bulan. Satu bulan kau harus mengembalikan kepadaku sekitar lima juta."

"Jadi aku harus membayar 5 juta setiap bulan. Dan akan membayar selama lima puluh bulan. Itu artinya selama dua tahun lebih juragan?"

"Pintar kau Malini!" tukas Chandrakanta. Menampilkan barisan giginya yang bersih dan rapi.

Malini menghela nafas berat. Tiba-tiba saja otaknya menjadi buntu. Angka-angka itu bertebaran dalam benak dan membuat kepalanya pusing.

"Bukankah itu akan membuat hidupmu bertambah berat Malini? Lebih baik mencari jalan yang lain saja. Kau masih bisa bekerja atau melakukan sesuatu yang lain. Jangan mau!" sisi hati Malini yang lain mengajukan penolakan.

"Masih ada syarat yang lain jika kau tak menyetujui syarat yang itu. Yang ini lebih mudah!" Chandrakanta mengusap dagu Malini yang indah. Wanita itu terkejut lalu berpindah ke kursi yang lain. Membuat Chandrakanta merasa gemas.

"A-apa itu juragan?"

Chandrakanta mengejar Malini. Ikut pindah duduk ke kursi jati yang lain walau kursi itu sempit. Sekarang ia satu tempat dengan Malini. Berhimpitan dan sangat dekat. Membuat Malini sesak nafas. Dadanya lagi-lagi naik turun. Chandrakanta sangat ingin menerkamnya.

Pria tampan berusia setengah abad itu menatap Malini dengan tatapan genitnya. Menjulurkan lidah lalu mengedipkan mata. Siapa yang mampu menolak pesona pria berperawakan besar tinggi dengan tubuh yang kekar itu.

Tidak dengan Malini. Ia jijik, mual, melihat kelakuan pria tak beradab yang memiliki empat isteri itu. Dengan perasaan kesal dan campur aduk, ditinggalkannya rumah pertama milik juragan Chandrakanta dan berjanji untuk tidak kembali ke rumah itu lagi.

Yuvati yang baru pulang dari mengunjungi orang tuanya masuk dari pintu samping. Wanita yang selalu mengenakan sanggul cepol dan selendang berwarna terang itu sempat melihat bahwa suaminya sedang memiliki tamu.

Ia masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamarnya yang besar. Mencuci wajahnya yang berbentuk oval juga kaki dan tangannya.

"Loh kemana tamunya, Mas?" tanya Yuvati.

"Entah. Pulang mungkin," jawab juragan lalu masuk ke dalam kamar dengan perasaan kesal yang membuncah.

Yuvati menyusul ke dalam kamar. Melihat suaminya sedang berbaring di ranjang kayu besar dengan kelambu berwarna gading, membuat ia menghela nafas. Ia paham betul jika suaminya sedang seperti itu.

"Mau aku buatkan makanan apa, Mas?"

"Aku masih kenyang!" sahut Chandrakanta membalik badan. Memunggungi wanita dengan wajah yang ayu itu.

"Kalau pijat bagaimana?" suara Yuvati melunak. Membuat debar jantung Chandrakanta bergenderang.

Di usia yang empat puluh tahun. Chandrakanta tahu pasti, isteri pertamanya itu pintar merawat diri. Tubuhnya masih tetap langsing dan wangi. Yuvati gemar meminum jamu dan makan-makanan yang sehat. Terbukti wajah dan semua yang dimilikinya masih sempurna di mata Chandrakanta.

"Aku suruh Mbok Giyem menyiapkan semuanya ya, Mas. Mas tunggu dulu."

Yuvati menuju dapur, meminta Mbok Giyem dan beberapa orang lain meyiapkan air hangat di sebuah bak mandi kayu besar. Menyiapkan aneka akar-akaran dan rempah-rempah. Sari pati susu dan bengkuang juga bunga mawar berkelopak tebal.

Mbok Giyem memberi tanda bahwa semuanya selesai. Chandrakanta tersenyum lalu menggendong Yuvati yang sudah tak mengenakan sehelai benangpun.

Keduanya mengobrol, bercengkrama, memadu kasih. Tapi tetap saja. Bayangan wajah Malini yang sedang tersedu membuat Chandrakanta tak bisa menyingkirkan wajah cantik itu. Walau ia memejamkan mata ketika menikmati gelora yang disuguhkan oleh Yuvati.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Bertahun-tahun Setelahnya

    Bertahun-tahun setelahnya***Peluh mengucur deras. Pria berbadan tegap yang mengenakan kemeja rapi dengan parfum aroma maskulin mendadak masam wajahnya ketika petugas bandara menjelaskan kepadanya bahwa ia terlambat beberapa jam untuk tiba di bandara setelah pesawatnya transit."Jangan khawatir, Pak. Beberapa jam selanjutnya akan ada penerbangan ke kota bapak. Silakan meminta bantuan pada beberapa orang petugas yang ada di sana," ucap wanita muda itu tersenyum ramah Si pria yang mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna merah muda itu tersenyum. Tak mengapa pikirnya terlambat beberapa jam asal ia bisa pulang ke rumahnya hari itu juga.Beberapa orang petugas mengenakan seragam yang sama dengan wanita sebelumnya nampak memberikan penjelasan yang lebih terperinci. Pemuda itu mengucap hamdalah di dalam hati.Tepat ketika jam menunjukkan pukul 11.00 siang pria muda berkemeja itu bersiap ketika announcement mengenai keberangkatan ke sebuah kota mengudara.Sementara di bandara dari kota lainny

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak-anak Yang Membanggakan

    ***Subuh itu adalah subuh yang paling sibuk saat suara kokok ayam belum membangunkan seisi penjuru rumah. Beberapa orang wanita dewasa tengah bersiap di dapur. Walaupun mereka terlihat lelah, tetapi wajah bahagia terpancar jelas. Di antara satu sama lain memberikan semangat penghiburan yang sesekali diiringi guyonan. "Ada berapa banyak tumpeng yang kita buat hari ini?" tanya Malini. Wanita itu mengikat selendang di pinggangnya yang ramping. "Mungkin hampir 100, Nyonya.""Wah, luar biasa. Kalau begini kita bisa membuka catering. Betul, 'kan, Nek Bayan?" tanya Malini pada Nek Bayan yang sibuk dengan kering tempe kesukaan beberapa anak-anak Malini dan Chandrakanta.Beberapa wadah besar sudah tertata di atas amben kayu. Sunyoto dan beberapa sopir Chandrakanta yang lain dengan sigap memasukkan tumpeng-tumpeng untuk dibagikan kepada warga."Apakah bisa selesai tepat waktu, Nyonya?" tanya Gendis dan yang lain. "Tentu saja. Anak-anak setelah selesai salat Subuh mungkin akan bersiap. Saya

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Cintanya Anak-anak Muda

    ***Di sebuah sekolah menengah atas terbaik di kota itu, Leon sibuk dengan buku-buku tebal di tangannya. Sepertinya ia sedang menunggu Kanaya keluar dari kelasnya. Sesekali Leon melambaikan tangan saat beberapa orang temannya memanggil."Belum dijemput, ya?" tanya salah seorang murid perempuan berkepang dua.Leon mengangguk santai. Lalu, gadis berkepang dua itu berdiri di sebelah Leon. "Kamu belum pulang?" "Belum, lagi nunggu jemputan.""Oh," jawab Leon singkat. Ia tak tertarik dengan gadis cantik yang konon katanya adalah gadis populer di sekolahnya. Mungkin karena tidak berminat atau mungkin hati Leon sudah ditempati oleh seseorang yang lainnya, hanya Leon dan Tuhan saja yang tahu.Leon tersenyum senang saat gemerincing gelang kaki mulai menyapa gendang telinganya. Ia tak sabar menanti sosok itu, lalu menoleh dengan wajah yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata."Sudah selesai?" tanya Leon. Gadis berkulit sawo matang dengan rambut legam berkilau itu mengangguk. "Temanmu?" tan

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Ibu dan Istri Yang Baik

    ***Malini terpekur di kamarnya, sementara Chandrakanta sepertinya masih menyiapkan paviliun kecil untuk Rohani dan Nek Bayan tinggal. Tepat pukul 01.00 malam, suara pintu kamar berderit. Malini pura-pura tidur. Membawa tubuhnya menghadap dinding, bahkan bernapas pun ia lakukan secara perlahan."Mas sudah menikahimu belasan tahun lebih, Sayang. Mas tahu kalau kau belum tidur. Jika ingin marah dan mengatakan sesuatu, katakan saja. Jangan menyimpannya di dalam hati. Mas rela jika kau ingin menampar atau memukul Mas," ucap Chandrakanta dengan lemah lembut.Bulir-bulir bening mulai menetes di kulit sawo matang Malini. Ia menghela napas. Sebenarnya tak ada yang ingin ia bicarakan bersama suaminya. Namun, kehadiran Nek Bayan dan Rohani yang tiba-tiba saja entah mengapa membuat hati Malini sedikit merasa kecewa."Saya ingin istirahat, Mas. Nanti saja saya bicara jika memang saya ingin bicara," ucap Malini pelan. Kini balik giliran juragan Candrakanta yang menghela napas. Ia paham betul mungk

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Maafkan Saya, Nyonya

    ***Nek bayan berusaha sekuat tenaga agar air matanya tak keluar. Bagaimana tidak, Camelia berusaha menyembunyikan Mentari karena pamor dan rumor mengenai Chandrankanta. Ia tak ingin putrinya merasa tersiksa karena menikahi pria yang memiliki istri yang banyak.Namun, sosok Camelia yang berada di tengah hutan perbatasan tentu saja membuat Nek Bayan bertanya-tanya. Ada apa gerangan mengapa Camelia berusaha untuk terlihat."Ada apa, Mas? Apakah Mas baik-baik saja? Jika Mas memang tak enak badan, biarkan Sunyoto yang membawa jeepnya," ucap Malini merasa khawatir akan keadaan suaminya."Ah, tidak. Hanya saja Mas terkejut," sahut Chandarakanta berusaha kembali melajukan mobilnya perlahan."Nek, apakah Nenek lihat tadi? Sepertinya Ibu tadi yang sedang melintas," ucap Rohani. Buru-buru Nek Bayan membungkam mulut Rohani. Tentu saja pernyataan itu malah membuat Chandrakanta terkejut. "Apa apa yang kau katakan tadi? Ibu? Maksudmu wanita yang melintas tadi itu ibumu?""Ah, sudahlah, Juragan. T

  • Gairah Istri Kelima Juragan   Anak Dari Cinta Pertamanya

    ***"Nek Bayan, kau mau ke mana?""Pulang. Aku mencemaskan Rohani.""Kenapa?""Aah, pokoknya aku mau pulang."Wanita tua yang dipanggil Nek Bayan itu berjalan cepat. Ia tak menghiraukan cuaca yang dingin. Ia tinggal di hutan di sekitar gunung yang memang selalu mendapatkan hawa sejuk. Bahkan, cuaca yang benar-benar dingin terkadang membuat tulang terasa ngilu dan gigi bergemeletuk. "Aku yakin sekali kalau Rohani keluar dari gubuk. Entah mengapa aku benar-benar tak tenang. Apakah ia menemui ayahnya? Tidak, tidak. Aku tak bisa membayangkan bagaimana jika Juragan Chandrakanta dan Malini mengetahui bahwa Rohani adalah anak juragan. Ah, bodohnya aku. Mengapa aku tak membawanya pergi saja. Gadis muda dengan penglihatan- penglihatan itu pasti akan berusaha untuk menyelamatkan ayah dan ibu sambungnya. Padahal ...," ucap Nek Bayan tak menyelesaikan kalimatnya."Ah, aku harus meminjam salah satu kuda dari beberapa orang pengelana yang lewat," kata Nek Bayan lagi.Nek Bayan bercakap-cakap menaw

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status