Share

Bab 3. Syarat

Author: Ellea Neor
last update Last Updated: 2025-09-20 06:08:08

Jantung Esther serasa terhenti saat itu juga. Dia menahan napas yang terasa sesak, sebelum akhirnya melepasnya dengan kasar.

“Apa yang kau katakan?”

Arion tersenyum nakal. “Bukankah sudah jelas? Kakak ipar, aku tahu kau tidak tuli,” bisik Arion tepat di telinga Esther yang membuatnya merasa merinding.

Kali ini Esther tidak tinggal diam. Dia mendorong Arion sedikit menjauh, lalu berdiri tegap, melipat kedua tangan di perut, seolah hendak memberi perlawanan.

“Aku ini Kakak iparmu! Beraninya kau meminta hal semacam itu padaku!” sentak Esther.

Lagi-lagi pria itu tertawa. Seperti orang yang baru saja menang lotre. Arion terlihat sangat senang.

“Kakak ipar, permainanmu sangat memuaskan. Apa perlu aku memutar lagi videonya? Supaya kau tahu bagaimana liarnya dirimu tadi malam.” Arion mengeluarkan kembali ponselnya, lalu memainkannya di tangan.

“Hentikan!” pekik Esther yang justru membuat Arion kembali tertawa. Berbanding terbalik dengan Esther yang merasa geram. Entah mengapa dia merasa pria di hadapannya itu sedang mempermainkannya.

Ini adalah pertemuan pertama mereka. Saat pernikahan Esther dan Erland, pria itu tidak datang, dan bahkan lima tahun berlalu, tidak ada kabar tentang pria itu. Tetapi, hari ini tiba-tiba dia datang.

Dan sialnya, kedatangannya justru menjadi petaka bagi Esther.

“Jadi bagaimana, Kakak ipar? Apa kau akan menuruti keinginanku?” Arion memiringkan kepalanya, menatap Esther dengan tatapan menggoda.

“Tidak!” tolak Esther.

“Kalau begitu, video ini akan sampai pada Erland hanya dalam hitungan detik saja,” ancam Arion.

“Jangan!” ucap Esther lantang. “Baiklah. Akan aku pikirkan!” seru Esther mencoba menawar.

Namun, sepertinya Arion bukanlah orang yang bodoh. Niat Esther untuk mengelabui Arion sudah terbaca oleh pria itu.

Arion menaikkan sebelah alisnya, bersamaan dengan itu. Sesungging senyum tipis terukir dengan sangat menakutkan.

“Jawabannya hanya ya atau tidak!”

Esther memejamkan matanya erat-erat. Pilihan yang sangat sulit. Bila dia setuju, itu artinya dia harus menjadi budak ranjang pria adik iparnya sendiri. Dan ini adalah hal yang tidak benar.

Tetapi bila dia menolak, maka dirinya akan hancur. Tidak, dirinya memang sudah hancur sejak Erland membawa wanita lain dalam bahtera rumah tangganya. Tetapi, dia tidak ingin hancur sendirian.

Masih banyak hal yang ingin Esther selidiki tentang Tiara. Esther yakin bila semua yang terjadi karena ulah wanita itu.

Setelah berperang dengan pikirannya sendiri, akhirnya Esther mengambil keputusan.

“Ya. Aku turuti keinginanmu. Tapi dengan syarat…”

Arion mengernyit kali ini.

“Sebutkan!”

“Kau harus membantuku menyelidiki sesuatu,” ucap Esther.

Sebelah sudut bibir Arion ditarik ke samping. “Apapun itu, aku akan melakukannya untukmu.”

“Baiklah, aku pegang kata-katamu.”

Setelah mengatakan itu, Esther berbalik. Dia segera membuka pintu. Dan Esther sangat bersyukur karena pria itu tidak mencegahnya kali ini.

Esther segera menuju ke kamarnya. Tetapi dia justru mendapati kamarnya yang dia tempati bersama Erland berantakan. Bantal berada di lantai. Sprei terlihat kusut, dan selimut dalam posisi menggantung tak karuan, sebagian telah menyentuh lantai.

“Apa yang terjadi?” gumam Esther merasa bingung. “Apa telah terjadi gempa?”

Esther segera membuang pikiran konyolnya. Dia teringat dengan Tiara. Semalam, Erland membawa wanita itu kemari. Tengah berpikir, Esther tanpa sengaja menangkap sesuatu di lantai tepat di bawah ranjang.

Esther mendekat, menajamkan penglihatannya. Dia lantas merunduk, meraih benda tersebut dengan jari yang membentuk capit. Ini adalah model bra yang sedikit kampungan, dan Esther tidak memilikinya.

“Jangan bilang ini milik Tiara. Beraninya Erland membawa wanita itu ke kamar kami!” Esther mengepalkan kedua tangannya hingga kukunya menancap pada telapak tangannya.

Tak jauh dari tempat dia menemukan bra, dia menemukan benda lain. Kain segitiga dengan model yang serupa serta warna yang senada dengan benda sebelumnya. Kali ini Esther tidak dapat menahan kemarahannya.

Dengan langkah lebarnya dia berjalan keluar kamar. Saat menuruni anak tangga, samar-samar dia mendengar suara dentingan sendok. Rupanya mereka tengah memulai sarapan tanpa dirinya.

Tiba di ruang makan. Esther melihat Tiara duduk di dekat Erland, sedang menikmati hidangan. Semakin dekat, makin terlihat jelas. Esther seketika membulatkan mata ketika melihat dress yang dikenakan oleh Tiara adalah miliknya.

“Beraninya kau memakai pakaianku!” Esther menarik rambut panjang Tiara dan seketika membuat wanita itu berteriak.

“Aww…sakit!” Tiara mendongak sembari memegangi rambutnya yang dicengkeram kuat oleh Esther.

Hal tersebut membuat Erland dan Corrina terkejut setengah mati. Ketenangan seketika berubah menjadi ketegangan.

“Kak Erland! Tolong aku, sakit!” pekik Tiara dengan wajah memohon.

Erland meraih pergelangan tangan Esther.

“Esther, apa yang kau lakukan?!” cecar Erland.

Esther terpaksa melepaskan tangannya dari rambut Tiara. Napasnya memburu cepat, dengan tatapan nyalang ke arah wanita yang kini tengah menangis tersedu. Dan sialnya, itu sukses menarik perhatian Erland.

“Tiara, kamu tidak apa-apa?” Erland mengusap surai panjang Tiara yang kini kusut akibat ulah Esther. Erland lantas mengalihkan pandangannya ke arah istri pertamanya. “Apa-apaan kau, Esther? Mengapa tiba-tiba menyerang Tiara?”

“Apa kau tidak lihat, wanita itu memakai pakaianku tanpa izin!” seru Esther tidak terima.

Erland melirik ke arah Tiara yang kini terisak di kursi.

Sementara Corrina hanya diam. Namun dalam diamnya, menyimpan kekesalan terhadap Esther. Bagaimanapun, dia sangat mendukung Tiara.

“Hanya soal pakaian saja kau permasalahkan, Esther. Kalau kau ingin marah, marah saja padaku, karena aku yang memberinya izin memakai pakaianmu,” ucap Erland.

Mendengar hal itu, Esther menatap Erland. Tatapannya berubah nanar. “Apa? Jadi, kau yang memberinya izin. Jangan bilang kau juga mengundangnya untuk tidur di kamar kita, Erland?”

“Ya, aku yang memintanya untuk tidur di kamar kita.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 7. Kartu As

    Esther membaca berkas di tangan. Poin pertama membuat Esther seketika membulatkan matanya. “Perjanjian macam apa ini?” protes Esther. Jelas sekali tertulis di sana, bahwa Esther harus datang ketika Arion memanggilnya. “Kau kira aku ini pelayanmu?” imbuhnya. Arion memiringkan kepalanya. Senyum tipis terbit di bibir tebalnya. “Kakak ipar, apa kau lupa apa yang aku miliki?” ucap Arion yang seketika membuat Esther mengatupkan bibirnya. Ingin sekali Esther memaki, tetapi dia sadar atas posisi. “Jadi kau ingin mengancamku?”Arion menggeleng pelan. “Tentu tidak, aku hanya ingin kau mempertimbangkannya, Kakak ipar. Coba baca poin selanjutnya,” kata Arion. Esther mendecak. Dia lantas menuruti keinginan Arion. Poin kedua membuatnya terdiam. Di mana Arion akan mengabulkan apa pun yang Esther inginkan. Dan Esther membutuhkan hal itu. Esther perlu menyelidiki tentang Tiara. Dia juga ingin membalas dendam kepada orang-orang yang telah menyakitinya. Dan Esther berpikir akan menggunakan kesempat

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 6. Surat Perjanjian

    Esther membuka mata, untuk melihat sosok itu, dan seketika dia membulatkan mata. Sementara Erland tampak terkejut melihat kehadiran lelaki yang kini berdiri tepat di hadapannya. “Kenapa kau bisa ada di sini?” Arion mengulas senyum tipis. Dia menghempaskan tangan Erland dengan kasar. “Kau lupa, ada bagianku di perusahaan ini. Tapi tenang saja, aku sedang tidak ingin mengungkitnya, aku hanya ingin menuruti keinginan kakek untuk berjalan-jalan di sekitar sini. Tapi aku justru melihat pemandangan seperti ini,” jawab Arion. Erland mendengkus kasar. “Ini bukan urusanmu!” “Memang, tapi urusan rumah tangga bukankah sebaiknya diselesaikan di rumah.” Arion lantas menatap Esther. “Kakak ipar, sebaiknya kau pulang saja,” tegurnya. Esther tampak kesal, sekaligus gugup secara bersamaan. Bagaimanapun, keberadaan pria ini membuatnya teringat dengan kejadian malam itu. “Kau tidak punya hak untuk mengusirku!” kata Esther. Arion malah tersenyum. “Dia memang benar, kau pulang saja. Kita bicara

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 5. Kau Saja Mendua, Kenapa Aku Tidak?

    Esther terdiam untuk beberapa saat. Keterkejutan terlihat di wajahnya. Eric adalah orang kepercayaan Erland selama bertahun-tahun. Dan hari ini, Esther mendapati pria itu dipecat. Apa yang terjadi sebenarnya? “Eric,” panggil Esther. Dia harus mencari tahu lebih banyak lagi. “Ya, Nyonya,” jawab Eric di seberang. “Sejak kapan kamu dipecat?” tanya Esther penasaran. Suara di seberang kembali terdengar. “Sudah satu tahun yang lalu, Nyonya.” “Apa?” Esther jelas saja kaget. Sudah selama itu, tetapi tidak ada yang memberitahunya. “Eric, kenapa kau tidak bilang padaku!” Nada bicara Esther berubah protes. Hening sejenak. Sebelum akhirnya Eric menjawab, “Maaf, Nyonya. Semua atas permintaan Tuan. Tuan memperingatkan saya supaya saya tidak mengadu pada Nyonya.” Esther memejamkan matanya erat-erat. Entah apa tujuan Erland menyembunyikan hal ini. Namun, Esther yakin, semua yang terjadi ada sangkut pautnya dengan Tiara. “Apa kamu melakukan kesalahan?” “Hanya kesalahan kecil, Nyonya. Tapi en

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 4. Sandiwara

    Esther mengepalkan kedua tangannya. Perasaannya campur aduk. Sedih, kesal, marah, dan yang pasti muak. Apa yang baru saja dia dengar dari mulut suaminya, sungguh sangat menyakitkan. Tidak hanya membawa wanita lain dalam rumah tangganya, Erland bahkan membawanya hingga ke atas ranjang mereka. “Erland, di rumah ini banyak sekali kamar. Dia bisa tidur di kamar lain.” Corrina berdiri dari kursinya, dia menatap menantu pertamanya. “Tiara juga istri Erland, jadi dia berhak tidur di kamar Erland.” Setelah lama diam, akhirnya Corrina angkat bicara. “Kak Erland, kalau Kak Esther tidak suka aku tidur di kamar Kakak, biar aku tidur di kamar lain saja,” sela Tiara sendu. Erland menatap Tiara. Wanita itu tidak lagi menangis, namun kata-katanya membuat Erland tidak tega. “Itu adalah kamar kami, harusnya kau tahu diri!” seru Esther tidak terima. Bagaimanapun, Esther harus mempertahankan haknya. “Kau juga harus tahu diri. Kau tidak punya hak di rumah ini, Esther. Jadi Tiara bisa tidur

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 3. Syarat

    Jantung Esther serasa terhenti saat itu juga. Dia menahan napas yang terasa sesak, sebelum akhirnya melepasnya dengan kasar. “Apa yang kau katakan?” Arion tersenyum nakal. “Bukankah sudah jelas? Kakak ipar, aku tahu kau tidak tuli,” bisik Arion tepat di telinga Esther yang membuatnya merasa merinding. Kali ini Esther tidak tinggal diam. Dia mendorong Arion sedikit menjauh, lalu berdiri tegap, melipat kedua tangan di perut, seolah hendak memberi perlawanan. “Aku ini Kakak iparmu! Beraninya kau meminta hal semacam itu padaku!” sentak Esther. Lagi-lagi pria itu tertawa. Seperti orang yang baru saja menang lotre. Arion terlihat sangat senang. “Kakak ipar, permainanmu sangat memuaskan. Apa perlu aku memutar lagi videonya? Supaya kau tahu bagaimana liarnya dirimu tadi malam.” Arion mengeluarkan kembali ponselnya, lalu memainkannya di tangan. “Hentikan!” pekik Esther yang justru membuat Arion kembali tertawa. Berbanding terbalik dengan Esther yang merasa geram. Entah mengapa di

  • Gairah Liar Adik Ipar    Bab 2. Jadilah Penghangat Ranjangku!

    Esther menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur tanpa sempat melepas sepatu hak tingginya. Kepalanya yang serasa dipukul palu membuatnya terbang ke alam mimpi dengan sangat cepat. Sementara sosok yang sejak tadi memperhatikan Esther kini tersenyum miring. Arion Dawson baru saja tiba di negeri ini, tetapi dia justru dikejutkan dengan kedatangan wanita yang tak lain adalah kakak iparnya sendiri. “Sambutan yang sangat mengesankan, Kakak ipar,” gumamnya. Dengan senyum yang masih terpahat di bibir seksinya, dia beranjak dari sofa. Dia mengunci pintu terlebih dahulu sebelum akhirnya menuju ke atas ranjang. Dia berjongkok, melepas sepatu milik Esther lalu meletakkannya di lantai. Merasa sebuah sentuhan, Esther pun kembali tersadar. Dia membuka mata, dan melihat sosok pria yang mirip suaminya. Esther pun tersenyum. Tanpa pikir panjang, dia menarik kerah kemeja pria itu, dan membuatnya terjatuh di atas tubuhnya. “Temani aku malam ini,” bisiknya. Esther perlu melampiaskan segalanya, ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status