LOGINEsther mengepalkan kedua tangannya. Perasaannya campur aduk. Sedih, kesal, marah, dan yang pasti muak.
Apa yang baru saja dia dengar dari mulut suaminya, sungguh sangat menyakitkan. Tidak hanya membawa wanita lain dalam rumah tangganya, Erland bahkan membawanya hingga ke atas ranjang mereka. “Erland, di rumah ini banyak sekali kamar. Dia bisa tidur di kamar lain.” Corrina berdiri dari kursinya, dia menatap menantu pertamanya. “Tiara juga istri Erland, jadi dia berhak tidur di kamar Erland.” Setelah lama diam, akhirnya Corrina angkat bicara. “Kak Erland, kalau Kak Esther tidak suka aku tidur di kamar Kakak, biar aku tidur di kamar lain saja,” sela Tiara sendu. Erland menatap Tiara. Wanita itu tidak lagi menangis, namun kata-katanya membuat Erland tidak tega. “Itu adalah kamar kami, harusnya kau tahu diri!” seru Esther tidak terima. Bagaimanapun, Esther harus mempertahankan haknya. “Kau juga harus tahu diri. Kau tidak punya hak di rumah ini, Esther. Jadi Tiara bisa tidur di mana saja termasuk kamar kalian.” Lagi-lagi Corrina membela Tiara. Jelas saja, sejak awal, Corrina sangat memihak wanita itu. Bahkan sangat mendukung pernikahan mereka. Esther kalah telak. Yang dikatakan Corrina benar, dirinya hanyalah seorang menantu. Dulu Erland membawa dirinya untuk tinggal di kediaman utama keluarga Dawson. Karena Erland adalah pewaris utama, dan Esther mau tidak mau harus menuruti keinginan keluarga Dawson. Sejauh ini, Esther menjalankan perannya dengan sangat baik. Hanya saja, selama pernikahan mereka, belum juga dikaruniai momongan. Hal itulah yang membuat Corrina perlahan memberikan tuntunan. Namun, Esther tidak menyangka bahwa Corrina akan meminta Erland untuk menikah lagi. Esther menatap Tiara yang kini hanya menunduk dengan wajah yang sedih. Esther yakin sekali bahwa itu hanyalah sandiwara. Tiara sengaja ingin menjatuhkan dirinya dengan memanfaatkan kepolosan yang palsu. Sementara Erland sama sekali tidak berniat untuk membela dirinya. Dan itu membuat Esther sangat kecewa. Esther akhirnya kembali ke kamar. Dengan perasaan kesal, dia merapikan kasur, melepas sprei dan menggantinya dengan yang baru. Tanpa terasa air matanya menetes. Esther sungguh mengerjakan semuanya sendiri. Dia benar-benar tidak ingin ada jejak wanita murahan itu tertinggal di sini. Pakaian dalam milik Tiara dimasukkan ke dalam tong sampah. Setelah semua selesai, Esther menyemprotkan parfum dengan aroma yang kuat. Melihat kamarnya bersih, membuat suasana hati Esther sedikit membaik. Namun, dia justru melupakan sesuatu. Terlalu sibuk, dia sampai lupa membersihkan diri. Esther segera pergi ke kamar mandi, dia merendam diri dengan air hangat yang sudah dicampur dengan sabun dan cairan aromaterapi. Esther sedikit merilekskan tubuhnya. Dia bersandar pada pinggiran bathtub sembari mendongakkan kepalanya. Ketika Esther memejamkan mata, sekelebat bayangan tadi malam muncul. Dengan liarnya dirinya bermain-main di atas tubuh pria itu. Esther pun seketika membuka mata. “Apa yang aku lakukan tadi malam. Benarkah aku melakukan itu semua?” gumamnya dalam hati. Esther berpikir keras. Bisa saja pria itu hanya mengarang. Tetapi, Esther merasakan sesuatu di area inti tubuh. Dan itu artinya, dirinya benar-benar melakukannya. “Aku sungguh melakukannya, dengan pria lain,” batin Esther. Dia menggigit bibir bawahnya. Ini adalah kesalahan besar. Dirinya adalah wanita bersuami. Lalu Esther teringat permintaan pria itu. Dan sialnya, dirinya terlanjur menyetujui. Acara mandi jadi tidak tenang karena memikirkan masalah itu. Esther pun segera keluar dari air, lalu mengenakan handuk kimono dan mengikat talinya dengan kuat-kuat. Esther meraih ponselnya, lalu duduk di sofa dengan kedua kaki saling bertumpu. Esther lantas membuka situs pencarian internet dan memasukkan kata kunci. ‘Putra rahasia keluarga Dawson.’ Sebuah artikel keluar dengan judul putera yang disembunyikan keluarga Dawson. Tertera nama Arion Dawson lengkap bersama dengan potrait pria yang tidur dengannya semalam. “Namanya Arion,” batin Esther. Rupanya hal itu sudah menjadi rahasia umum. Meski begitu, keluarga Dawson masih tetap berjaya di dunia bisnis bahkan semakin mengepakkan sayapnya melalui bisnisnya yang semakin berkembang. Lalu Esther mencoba menggali informasi tentang Arion. Usianya 5 tahun lebih muda dari dirinya. Selama pernikahan, Esther memang sudah diperingatkan untuk tidak mencari tahu tentang seluk beluk keluarga Dawson. Hanya saja, Erland pernah menyinggung masalah adik tirinya satu kali. “Apa hubungan mereka kurang baik?” Setelah mencari tahu tentang Arion. Esther beralih pada Tiara. Ada banyak hal yang ingin dia ketahui tentang wanita itu. Terutama asal-usul, termasuk dari mana Erland mengenal wanita itu. Esther kembali menjelajahi dunia maya. Dan menemukan satu potrait Tiara bersama Erland sedang berada di sebuah pertemuan perusahaan. Ternyata Tiara adalah sekretaris pribadi Erland. “Sejak kapan?” batin Esther. Yang dia tahu, selama ini asisten pribadi Erland adalah laki-laki. Esther segera keluar dari situs, lalu membuka aplikasi telepon. Dia mencoba menghubungi seseorang. Yaitu Eric, Asisten Pribadi Erland. “Halo, selamat siang, Nyonya!” Eric segera menyapa ketika panggilan tersambung. “Halo, Eric. Apa kabar?” tanya Esther basa-basi. Dia berusaha menahan kegugupannya dengan menggigit bibirnya sendiri. “Eric, ada yang ingin aku tanyakan padamu?” “Ya, Nyonya. Silakan!” “Apa kau masih bekerja di Dawson Group?” Hening beberapa saat sebelum akhirnya suara di seberang kembali terdengar. “Tidak, Nyonya. Tuan Erland sudah memecat saya!”Tatapan Esther seketika membesar. Ia teringat dengan luka yang dialami oleh Tiara, membuat Esther seketika merinding. Sejak kapan Erland memiliki gaya bermain seperti itu? Yang pasti Esther tidak ingin mengalaminya. Ia sangat benci kekerasan. Sehingga ia harus mencari alasan supaya Erland tidak meminta haknya malam ini. Sebelum langkah mereka sampai pada kamar. Esther segera memegang perutnya.“Awh!” pekik Esther. Melihat itu, Erland segera merunduk. “Ada apa, Esther?” tanyanya penasaran. “Erland mendadak perutku sakit!” ringis Esther dengan ekspresi kesakitan yang dibuat sedemikian rupa. “Kenapa? Apa kau salah makan?” tanya Erland polos. Esther menggigit bibir bawahnya, sesekali melirik ke arah Erland. Tampak pria itu sangat khawatir. “Sepertinya iya,” jawab Esther dengan tidak melepaskan pegangannya pada perutnya. Erland yang berdiri di sisi wanita itu terlihat mulai panik. “Kalau begitu aku akan panggi
Esther menelan. Ludah kasar. Esther merasa seperti seorang pesakitan ketika tatapan setiap orang di ruangan itu langsung tertuju padanya. Seolah-olah ia baru saja melakukan kesalahan besar yang pantas dipertanyakan.Matanya berusaha menatap ke arah lain, namun rasa canggung membuat tubuhnya serasa membeku. Senyuman kaku yang ia paksakan justru semakin memperlihatkan kegugupan yang tidak mampu ia sembunyikan.“Esther, Kakek bertanya padamu. Kau dari mana saja? Kami semua menunggumu.” Ucapan Erland seolah menyadarkan Esther. Semua orang telah berkumpul termasuk Tiara. Corrina tampak duduk tak jauh dari single sofa yang diduduki Daxton. Sementara Tiara duduk berdekatan dengan Erland. Dengan langkah ragu ia mulai mendekati salah satu sofa yang kosong. “Maaf, saya baru saja berkunjung ke panti asuhan.” Jawaban Esther membuat Erland menyipitkan matanya. Tetapi ia tidak berkomentar apa pun. “Duduk!” titah Daxton. “Baik, Kakek.” Esther lantas menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa. Ruangan
Arion mengulas senyum ketika melihat pesan gambar yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Terlihat Esther yang hendak masuk ke dalam sebuah bangunan. Di kedua tangannya terdapat kantong belanjaan. Saat mendengar Esther akan pergi ke suatu tempat, Arion merasa khawatir. Itu sebabnya ia memerintahkan seseorang untuk mengawasi wanita itu. Siapa sangka wanita itu justru pergi ke panti asuhan. “Sungguh mengesankan,” gumam Arion. Ia tak henti-hentinya memandangi gambar itu. Harusnya ia tetap berada di sisi wanita itu. Menemani setiap langkahnya menuju ke tempat yang dia inginkan. Tetapi panggilan dari Daxton harus membuatnya meninggalkan wanita itu.Sementara itu, kedatangan Esther di panti asuhan tersebut selalu mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi anak-anak yang tinggal di sana. Begitu kakinya melangkah melewati gerbang, beberapa anak langsung menyambut dengan wajah berseri-seri. Mereka berlarian kecil menghampirinya, memanggil namanya dengan penuh antusias.“Miss Esther datang!” t
Saat melihat nama Daxton Dawson, Arion merasakan firasat buruk. Pikirannya melayang pada Carlos. Apa pria itu sudah memberitahu kakeknya tentang apa yang sudah ia lakukan? Pikiran-pikiran itu berkeliaran merusak sistem kerja otaknya. Esther menatap Arion yang tampak terdiam. Ia melihat sesuatu yang berbeda dari pria itu–perubahan air wajahnya terjadi begitu drastis sehingga memicu sebuah pertanyaan yang bersarang di kepala Esther. “Ada apa?” Arion segera tersadar. Ia kembali menatap layar ponselnya yang masih mengeluarkan cahaya. Dan nama yang ada di layar, masih belum menghilang. Untuk meredakan suara bising itu, Arion terpaksa menerima panggilan. “Halo, Kakek.” Arion berjalan menjauhi Esther. Wanita itu hanya melihat saja tanpa berkomentar. Pembicaraan mereka pun tak terdengar. Lagi pula Esther sama sekali tidak tertarik. Bukankah setiap orang memiliki urusan masing-masing? “Temui aku sekarang!” Suara berat itu terdengar menembus gendang telinga Arion. Sehingga ia secara refl
Esther dan Arion telah tiba di rumah industri perhiasan, Majestic Gems milik Harvey yang tak lain adalah rekan bisnis Arion. Saat keluar dari mobil, kecemasan terlihat di wajah Esther. Ia teringat akan kejadian tadi yang mengiringi perjalanannya menuju kemari. Di mana Erland menyuruh orang untuk mengikuti dirinya. Esther memastikan sekali lagi bahwa tidak ada orang lain lagi yang mengintai dirinya. Arion melihat kekhawatiran Esther, lalu tersenyum. “Sudah tidak ada, tenang saja, Kakak ipar.”Esther menoleh, tatapannya menyipit. “Kau yakin?” “Apa aku terlihat berbohong?” Esther diam saja. Ia tidak lagi menjawab ucapan Arion. Ia segera berpindah ke sisi pria itu. Esther dan Arion lantas memasuki gedung pembuatan perhiasan yang tampak megah dengan dinding kaca bening yang memantulkan cahaya matahari pagi. Suasana di dalam gedung begitu tenang, hanya terdengar dengung halus dari mesin-mesin pengolah logam mulia di ruang belakang. Aroma khas logam yang dipanaskan samar memenuhi udara,
Suara dentuman keras terdengar, diikuti getaran hebat ketika mobil Robert menghantam batang pohon besar di sisi jalan.Benturan itu cukup kuat hingga bagian depan mobil ringsek parah. Kap mesin terangkat dan asap pekat mulai mengepul. Kaca depan pecah, serpihannya berhamburan, beberapa mengenai wajah Robert yang terkulai dengan darah mengalir di pelipisnya. Suasana berubah hening sesaat setelah kecelakaan itu, seolah dunia menahan napas. Hanya suara mesin yang masih berderu lemah dan gemerisik daun yang tersapu angin yang terdengar. Namun, kecelakaan itu tak membuat Robert tumbang begitu saja. Ia segera bangun meski pelipisnya mengalir cairan merah pekat. “Sialan!” umpatnya. Sementara itu, jauh di depan, Eric menyadari bahwa suara mesin yang mengejar dari belakang telah menghilang. Ia melirik kaca spion, pandangannya menyipit saat bayangan dari mobil Robert tidak lagi tampak mengikuti mereka.“Sepertinya telah terjadi sesuatu,” gumam Arion pelan, mencoba melihat ke belakang meski







