LOGIN"Mengapa aku harus membayangkan orang lain saat bersamamu? Justru, aku membayangkan dirimu, dan selalu menginginkanmu."
Telapak tangan lebar Adam membingkai pinggang Aurora dengan lembut, namun penuh keyakinan.Ah, Ada kedekatan yang begitu nyata di antara mereka, meskipun terkadang kata-kata Adam datang begitu mendalam dan penuh makna.Kemudian, ia mengusap perlahan perut Aurora yang masih datar, menandakan harapannya yang tersembunyi."Bahkan aku ingin adiknya Alan Sky tumbuh di sini," lanjut Adam dengan suara yang penuh kehangatan.Namun, juga memberi kesan bahwa itu lebih dari sekadar angan-angan. Itu adalah sebuah keinginan yang tumbuh di dalam hatinya, seolah dunia kecil mereka hanya milik berdua.Sedangkan Aurora yang semula terbuai dengan sentuhan itu, seketika merasa dunia mereka tiba tiba berputar terlalu cepat.Dalam sepersekian detik setelah Adam berbhcara demikian, dia melepaskan diri dari pelukan Adam deKeesokan harinya, suasana mansion terasa begitu tenang. Aurora berdiri di beranda depan sambil menggendong Baby Alan—menikmati belaian cahaya matahari pagi yang memberikan kehangatan tipis di tengah udara Paris yang sejuk.Alan tampak tenang dalam pelukannya, sesekali meracau kecil sambil menyentuh kancing blus ibunya.“Auuuu ….”“Iya, Mommy di sini.”“Awo ….”“Iya, hallo ….”Ketenangan itu terusik ketika sebuah mobil silver mewah meluncur masuk ke halaman dan terhenti tepat di depan undakan tangga.Pintu terbuka, dan seorang gadis muda berusia sekitar 20 tahunan keluar dengan gaya yang sangat modis.Ia mengenakan kacamata hitam yang kemudian ia turunkan ke ujung hidung, menatap Aurora dengan tatapan menyelidik.Gadis
Sambil menatap lekat manik mata wanita di depannya, Adam berkata dengan suara berat yang penuh keyakinan, “Jadi, ... will you marry me?”Aurora terpaku, napasnya seolah tertahan di tenggorokan. Di tengah hamparan pohon apel dan danau yang tenang, ia merasakan dunia seakan berhenti berputar.Tanpa melepaskan tatapannya, ia mengambil jemari lentik Aurora, menariknya dengan lembut namun posesif.Dengan gerakan yang sangat terampil dan tenang, Adam mengeluarkan lingkaran platina bertahtakan berlian itu dari bantalannya.Ia menyematkan cincin tersebut ke jari manis Aurora, menggesernya perlahan hingga logam dingin itu melingkar sempurna di sana.Begitu cincin itu terpasang cantik, Adam memandangi jemari Aurora sejenak, lalu mendongak dengan seringai tipis yang penuh kemenangan.“Sangat pas,” ucapnya singkat, seolah baru saja men
“Ayo ke sana.”Adam lekas membimbing Aurora masuk ke dalam istana pribadinya. Mansion peninggalan mendiang Kakek Adam itu masih kokoh, benar-benar definisi kemegahan yang sempurna.Arsitektur klasik Eropa dengan dominasi warna putih tulang memberikan kesan abadi dan sangat berkelas. Pilar-pilar tinggi menjulang menopang langit-langit yang dihiasi lampu kristal berkilauan, memantulkan cahaya ke lantai marmer yang mengilat sempurna.Dekorasi di setiap sudut ruangan tertata begitu artistik, memadukan barang antik peninggalan keluarga Walker dengan sentuhan modern yang elegan. Jendela-jendela besar setinggi plafon memberikan akses visual langsung ke halaman belakang yang spektakuler. Di sana, sebuah kolam renang biru jernih tampak berkilau, namun yang lebih menakjubkan adalah pemandangan di baliknya.Sebuah danau buatan yang tenang, dikelilingi oleh hamparan luas pohon apel yang buahnya mulai memerah, menciptakan lanskap yang luar biasa asri.“Ini ... luar biasa, Adam,” bisik Aurora ta
“Jangan khawatirkan hal itu lagi. Nanti, pada saatnya, kita akan bicarakan semuanya. Sekarang, fokus kita hanyalah kehidupan kita berdua. Yaitu, membangun rumah tangga ini hingga anak-anak kita dewasa nanti. Setuju?” ujar Adam sembari menggenggam tangan Aurora, berusaha menyalurkan kekuatan melalui sentuhannya.Adam telah yakin sepenuhnya kalau Aurora adalah pilihan terakhirnya.Bukan sekadar ibu untuk anaknya, atau teman tidur untuk malam-malam sepinya, melainkan belahan jiwa yang akan ia jaga dengan seluruh kuasa yang ia miliki.Baginya, tidak ada lagi masa lalu yang patut dikenang dan tidak ada masa depan yang ingin ia lalui tanpa Aurora di sisinya.“Kamu adalah rumahku, Aurora. Sampai kapanpun, kamu tetap milikku. Aku ingin menua bersamamu. Kamu setuju?” imbuhnya sembari mempererat pelukan, seolah sedang mengunci janji yang tak akan pernah ia ingkari hingga nap
“Tapi kalau lahirnya anak perempuan gimana, Dam? Apa kamu akan membuangnya, atau … mempertahankannya dan terpaksa menerima?”Adam mengelus pipi Aurora dengan lembut. “Tidak suka berarti tidak mau, ya. Aku memang tidak suka, tapi bisa kamu pastikan, aku tidak akan membuangnya. Toh, anak itu rejeki. Iya, ‘kan?”“Iya, sih. Pasti kalau anak perempuan, kamu akan jadi Daddy yang posesif.”“Tentu saja,” sahut Adam dingin namun sarat akan penekanan. “Tidak akan ada laki-laki yang boleh mendekatinya kecuali mereka lebih hebat dariku—yang mana itu hampir mustahil.”Aurora tertawa renyah, menyandarkan kepalanya di dada bidang Adam. “Lihat, ‘kan? Belum juga lahir, kamu sudah jadi ayah yang super posesif. Kasihan sekali calon menantumu nanti, Adam.”“Itu urusan nanti,” tukas Adam sembari mengusap rambut Aurora, lalu mengecup puncak kepalanya. “Sekarang, fokus saja pada urusan kita di Paris. Menikah, lalu menikmati bulan madu yang tertunda, sebelum aku benar-benar harus bersabar menunggu satu seten
Malam kian pekat berselimut mendung saat jet pribadi milik Moreno membelah cakrawala menuju Paris. Di dalam kabin yang mewah dan senyap, Adam memperhatikan putranya yang terlelap tenang. Alan sama sekali tidak terusik oleh dengung mesin pesawat berkat penutup telinga khusus yang melindunginya."Dia imut sekali kalau sedang tidur begini, menggemaskan," bisik Aurora penuh kasih. Jemarinya mengusap lembut pipi gembul Alan yang tampak seperti bakpau matang yang baru saja dikukus.Adam ikut memperhatikan wajah kecil itu, lalu beralih menatap Aurora dengan tatapan yang sulit diartikan. "Iya, sangat lucu. Karena itu ...""Emh, Adam! Jangan nakal, Dudaku!" seru Aurora tertahan saat merasakan pergerakan tangan Adam yang mulai menjalar usil di dadanya."Aku cuma mau bilang, ayo buatkan adik untuknya," bisik Adam dengan nada rendah yang menggoda. Aurora tersipu, namun segera memasang raut serius sembari menahan tangan pria itu. Mendadak, raut wajahnya jadi kaku. Rencana Adam membuatnya gaman







