Accueil / Romansa / Gairah Liar Istriku / Bab 7. "Kau Gila Reno"

Share

Bab 7. "Kau Gila Reno"

last update Dernière mise à jour: 2025-02-18 05:13:47

Nara menatap sosok yang berdiri di bawah cahaya lampu jalan itu dengan jantung berdegup kencang. Ia mengeratkan genggaman pada kunci mobilnya, bersiap jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

"Siapa kau?" suaranya tegas, meski ada sedikit getaran di dalamnya.

Sosok itu melangkah maju, membuat bayangannya semakin jelas. Dan ketika wajah itu tampak di bawah cahaya, napas Nara tercekat.

"Aku tidak menyangka kau akan pulang selarut ini, Nara," suara itu akrab, tetapi ada nada dingin yang membuatnya menggigil.

"Arka?" Mata Nara membulat, tubuhnya menegang.

Pria itu berdiri dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana, matanya menatap lurus padanya. Sorot matanya tajam, seakan sedang menghakiminya.

"Kau dari mana?" tanyanya dengan nada rendah, nyaris seperti bisikan, tetapi penuh tekanan.

Nara berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Bukan urusanmu."

Arka tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan di dalamnya. "Bukan urusanku? Kau yakin?"

Nara mendengus. "Sejak kapan aku harus melapor padamu?"

Arka melangkah semakin dekat, membuatnya secara refleks mundur hingga punggungnya menyentuh pintu mobil. Wajah mereka kini hanya terpisah beberapa inci.

"Kau tahu, Nara?" bisiknya, jemarinya terulur menyentuh rahangnya perlahan. "Kau terlalu percaya diri. Dan itu bisa membahayakanmu."

Tubuh Nara menegang di bawah sentuhan itu, tetapi ia tidak mengalihkan tatapannya. "Apa yang kau inginkan?"

Arka menatapnya dalam-dalam, lalu tiba-tiba menarik diri. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu. Kau tahu bahwa permainan ini belum selesai, bukan?"

Nara menyipitkan mata. "Permainan? Apa maksudmu?"

Arka tersenyum miring. "Aku harap kau tidak terlalu dekat dengan orang yang salah, Nara. Karena jika kau salah langkah... aku tidak akan bisa menjamin keselamatanmu."

Ancaman tersirat itu membuat jantung Nara berdegup lebih cepat, tetapi ia menolak menunjukkan kelemahannya. "Oh, jangan kawatir, aku bisa menjaga diriku sendiri."

Arka menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mundur. "Bagus kalau begitu. Karena mulai sekarang, kau harus lebih berhati-hati. Kau tak pernah tahu siapa yang benar-benar bisa kau percayai."

Tanpa menunggu jawaban, Arka berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Nara dengan ratusan pertanyaan yang berputar di kepalanya.

Nara berdiri diam beberapa saat sebelum akhirnya menghela napas panjang. Tangannya sedikit gemetar saat ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya. Ia menutup pintu dengan keras, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau.

Ia tahu, apa yang dikatakan Arka ada benarnya. Tapi mengapa pria itu tiba-tiba muncul? Dan mengapa ia merasa seolah sedang diperingatkan? Atau... diancam?

Saat akhirnya ia melajukan mobilnya menuju garasi rumah, pikirannya masih dipenuhi dengan kata-kata Arka. Nara mematikan mesin mobilnya dan melangkah keluar. Udara malam terasa dingin menusuk kulitnya, tetapi ada sesuatu yang lebih dingin menyusup ke dalam dirinya—perasaan tidak nyaman yang sulit dijelaskan.

Ia mendongak, dan tubuhnya kembali menegang.

Entah datang dari mana, seseorang berdiri menunggunya.

Cahaya lampu teras membuat sosok itu lebih jelas, dan kali ini, Nara merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar keterkejutan.

"Kau!?" Nara tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Pria itu—Reno—menatapnya dengan mata yang tidak bisa dibaca. Ada sesuatu dalam sorot matanya yang membuat bulu kuduk Nara berdiri.

Nara menelan ludah, matanya mengamati pria yang berdiri di depannya. Ia baru saja bertemu Reno beberapa jam yang lalu, dan sekarang pria itu sudah berada di rumahnya.

"Kita harus bicara," katanya pelan, tetapi tegas. "Dan aku tidak akan pergi sampai kau mendengarkanku."

“Kau!?... Kau mengikutiku?” Nara terbelalak. "Reno, kau gila. Bagaimana kalau suamiku tahu?"

Reno tidak menjawab. Ia hanya tersenyum tipis.

“Sebaiknya lain  waktu saja. Sekarang tidak memungkinkan. Pergi dari sini sebelum suamiku pulang,” ucap Nara ditengah kepanikannya, Matanya memindai seantero tempat itu.

Tapi Reno menggeleng. "Tidak. Aku tidak bisa menunggu."

Nara menghela napas, lalu akhirnya berjalan menuju pintu. "Baiklah. Masuklah."

Reno mengikuti langkahnya, menutup pintu di belakang mereka. Ruangan itu tiba-tiba terasa lebih kecil, lebih sesak dengan ketegangan yang menggantung di antara mereka.

Tiba-tiba, suara mobil memasuki halaman rumah. Nara menegang seketika, mengenali suara itu.

Rama telah pulang.

Panik menjalar di tubuhnya. Ia menatap Reno dengan mata melebar, tetapi pria itu tetap tenang, seolah sudah memperkirakan situasi ini.

"Kau harus pergi," bisik Nara terburu-buru. "Lewat pintu belakang. Sekarang!"

Reno hanya menatapnya, lalu tersenyum samar. "Kenapa? Takut ketahuan?"

"Bukan waktunya bercanda, Reno!" suara Nara bergetar. "Tolong pergi sebelum—"

Suara pintu mobil tertutup. Langkah kaki Rama mendekat.

Jantung Nara serasa berhenti.

Dengan cepat, Nara menarik tangan Reno menuju pintu belakang. Namun, di luar dugaan, dengan gerakan sigap, Reno tiba-tiba membopong tubuh Nara dan membawanya mencari tempat yang aman. Di belakang sebuah sofa.

Dengan liar, bibirnya semakin buas melumat bibir Nara, sementara tangannya semakin agresif menelusuri setiap inci tubuhnya.

Langkah kaki semakin mendekat. menuju pintu utama.

Dan tiba-tiba, suara napas mereka tertahan dalam ketegangan yang membakar.

“Kau gila!” Nara berusaha menepis serangan memabukkan itu. Ia memandang Reno dengan tatapan penuh kepanikan. Jantungnya berdetak kencang saat suara langkah kaki terdengar semakin dekat. Reno justru tersenyum tipis, jari-jarinya masih mengusap area area sensit dengan provokasi yang berbahaya.

“Dia sudah masuk,” bisik Nara tertahan, tubuhnya gemetar.

Reno seperti tidak perduli. Ia semakin ganas dalam aksinya.

Napas mereka saling bertabrakan dalam ketegangan yang mendidih. Pintu terbuka perlahan, suara sepatu menginjak lantai semakin mendekat.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Gairah Liar Istriku   ab 67, "Kau bodoh, Soraya. Sangat bodoh!"

    Sementara itu, jauh dari kantor Rama, Dita sedang duduk nyaman di ruang tamu apartemennya yang mewah. Sebuah anggur merah dalam gelas kristal berayun pelan di tangannya, sementara senyum kemenangan tak pernah lepas dari wajahnya.Ia baru saja mematikan panggilan dengan Soraya, dan ekspresi puas itu kini semakin mendalam."KaubBodoh Spraya, sangat bodoh!" gumamnya pelan, menatap bayangan dirinya di dinding kaca.Soraya panik, dan Rama… tentu saja, pikirannya akan langsung mengarah ke Soraya. Hubungan gelap mereka bukan rahasia lagi baginya. Dan Rama—pria yang selalu merasa dirinya bijak—akan melihat semua tanda mengarah pada satu nama: Soraya.Skenario yang nyaris sempurna.Dita mengangkat ponsel dan membuka rekaman suara panggilan terakhirnya dengan Soraya. Ia tersenyum, lalu menekan ikon kirim dan mengarsipkannya ke beberapa akun cadangan."Kalau keadaan memburuk," ucapnya sambil menyesap anggur, "aku sudah punya cukup bukti untuk menenggelamkan Soraya sepenuhnya."Dita berdiri dan b

  • Gairah Liar Istriku   Bab 66. Bayangan Di Dalam Bayangan

    Kantor Rama tampak lebih sunyi dari biasanya. Hanya suara dentingan jam dinding yang terdengar samar di antara langkah-langkah cepat para staf yang sesekali melintas di koridor luar. Namun di dalam ruang kerjanya yang luas dan tertutup rapat, situasinya jauh dari tenang.Rama berdiri membelakangi meja kerjanya, ponsel menempel di telinga. Suaranya tajam, penuh tekanan.“Cek semua rekaman CCTV hotel itu. Periksa plat nomor kendaraan yang keluar dari basement antara pukul sebelas sampai dua siang. Jangan sampai ada yang lolos. Saya tidak peduli caranya bagaimana.”Ia menghentikan langkah, menahan napas, mendengarkan laporan dari ujung sana.Lalu nada bicaranya meninggi. “Kalau perlu, sebar orang ke semua titik yang pernah dia datangi. Saya ingin tahu Nara ada di mana, sekarang juga. Cepat!”Tombol merah di layar disentuh paksa. Panggilan terputus. Segera ia menelpon nomor lain.“Kalian belum menemukan sinyal GPS-nya? Bodoh sekali kalian!” suara Rama terdengar semakin tegang. “Ponselnya

  • Gairah Liar Istriku   Bab 65. Reno Mencari Nara

    Langit mulai menghitam. Gerimis tipis turun sejak senja, membasahi kaca jendela kamar Reno yang masih menyala terang. Ponsel di tangannya tampak hangat karena terlalu sering ditekan berulang-ulang pada nomor kontak yang sama, dengan harapan berbeda, tapi hasilnya tetap nihil.Nomor Nara tak bisa dihubungi.Sejak pagi tadi, ia sudah mencoba menelepon lebih dari dua puluh kali. Semula ia mengira ponsel Nara mungkin kehabisan baterai. Namun ketika menjelang sore nomor itu masih tidak aktif, dan pesan-pesan WhatsApp tak kunjung centang dua, kegelisahan mulai menggerogoti pikirannya.Ia berdiri di depan jendela, memandang lampu-lampu kendaraan yang merambat pelan di jalanan kota yang padat. Lalu, tanpa pikir panjang, ia meraih jaket kulitnya dan kunci motor di atas meja.Tidak bisa hanya duduk diam.Ia harus memastikan sendiri.**Sepuluh menit kemudian, mesin motornya menderu melewati jalan-jalan basah. Helm menutupi sebagian wajahnya, namun tidak cukup untuk menyembunyikan ekspresi tegan

  • Gairah Liar Istriku   Bab 64. Peran Dita

    Tubuh Nara membeku seketika saat sosok yang berdiri di hadapannya tersenyum tenang. Rambutnya ditata rapi, wajahnya seperti biasa tampak tak bercela, seolah tak pernah disentuh kekacauan dunia. Dita.Waktu seolah berhenti. Sejenak Nara hanya mampu menatap tanpa kata. Kepalanya penuh pertanyaan, namun mulutnya tak kunjung mampu mengeluarkan satu pun.Dita melangkah maju dengan sikap tenang namun tidak mengancam. Ia mengangkat kedua tangannya perlahan, seperti seseorang yang sedang menenangkan binatang yang ketakutan.“Nara…” katanya dengan suara lembut, penuh kehati-hatian. “Kau pasti bingung. Tapi percayalah, aku tidak pernah berniat menyakitimu. Apa yang kulakukan ini… semata-mata demi keselamatanmu.”Nara mundur satu langkah, mata masih membelalak. “Kau… menculikku.”Dita menggeleng, tanpa tergesa. “Tidak. Aku menyelamatkanmu.”"Tanpa persetujuanku?" Nada suara Nara mulai meninggi.Dita menghela napas pelan. “Aku tahu kau marah. Aku mengerti. Tapi dengarkan aku dulu. Hanya beberapa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 63. Situasi Semakin Tegang

    Di ruang kerjanya yang sunyi, hanya terdengar bunyi detik jam dinding yang seolah memantul dari kaca-kaca jendela besar. Matahari telah condong ke barat, menyinari permukaan meja kayu mahoni dengan lembut. Namun bagi Rama, waktu terasa membatu.Ia menatap layar ponsel di tangannya—satu-satunya benda yang kini seolah menghubungkannya dengan Nara. Sudah berkali-kali ia mencoba menelepon, namun jawaban yang diterima tetap sama: tidak aktif.Dahi Rama berkerut. Tangannya mengepal, lalu kembali mengetik. Kali ini, bukan untuk menghubungi Nara. Ia membuka saluran komunikasi khusus yang hanya digunakan untuk kepentingan pengawasan diam-diam.Sambungan langsung tersambung setelah nada tunggu ketiga."Ya, Tuan Rama," suara dari seberang terdengar tenang, seperti biasa."Di mana dia?" tanya Rama singkat, namun tekanan dalam suaranya tak dapat disembunyikan."Tuan maksud, Nyonya Nara?""Ya. Ponselnya mati sejak pagi. Kau bilang dia tetap di hotel. Aku ingin kepastian."Hening sejenak di ujung sa

  • Gairah Liar Istriku   Bab 62. Penculikan??

    Apartemen mewah di kawasan elit itu sunyi. Hanya suara detik jam dan sesekali bunyi deru mobil dari kejauhan yang terdengar. Di dalam ruang kerja yang dikelilingi rak buku dan layar-layar monitor kecil, Dita duduk bersandar di kursi kulit berwarna coklat tua, tubuhnya sedikit miring, satu kaki disilangkan. Di tangannya, sebuah ponsel menyala—panggilan tersambung dengan seseorang yang suaranya terdengar berat, penuh kehati-hatian."Jadi... kau sudah berada di lokasi?" tanya Dita pelan.Suara laki-laki di seberang terdengar seperti bisikan, tapi penuh tekanan. “Sudah. Timku menunggu di sekitar hotel. Kami tidak bersenjata. Seperti yang Anda minta—tanpa paksaan. Tanpa jejak.”“Bagus.” Dita menarik napas dalam. Ia menatap foto Nara di layar monitor—hasil tangkapan kamera pengawas yang sudah ditanam sebelumnya di sekitar hotel. “Ingat, dia tidak boleh merasa seperti korban. Dia harus merasa bahwa semua ini adalah pilihannya sendiri.”“Dan jika dia menolak?” tanya suara itu lagi.Dita terd

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status