“Dia melakukan itu?” Suara Rexy meninggi. Lelaki itu tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. “Aku akan menikahinya.” Marco menganggukkan kepalanya. “Tentu saja, kamu harus menikahinya,” sahut Rexy mendukung keputusan sahabatnya. “Dia cantik, pintar di atas ranjang dan yang paling penting … kalian berdua saling mencintai.”Marco tersenyum tipis mengingat malam yang telah dihabiskan bersama Cassandra kemarin. Ia masih dapat mengingat kenikmatan yang dirasakannya, ketika gadis itu memanjakannya dan memperlakukan miliknya bagai sebuah lolipop. “Semoga saja setelah kalian menikah, dia tidak akan pernah berubah menjadi singa betina,” gumam Rexy hampir tak terdengar.“Apa Reana seperti itu?” goda Marco. “Hmm …” Rexy menghembus napasnya keras-keras. “Bukan hanya berkuasa di ranjang. Dia juga lebih banyak mengaum dari sebelum kami menikah.” Marco tertawa terkekeh. “Tapi kalian saling mencintai. Bukankah itu sudah cukup untuk membuat kalian bertahan sejauh ini.” “Sebenarnya
Benda mungil itu terlihat tak asing di mata Marco. Munafik namanya jika ia tidak langsung mengenali benda dengan dua garis merah tebal di tangan kekasihnya. Senyumannya langsung merekah saat mengetahui kejutan manis kekasihnya itu. Tak ada lagi rasa cemas yang dulu selalu meliputi hatinya, saat hubungan di antara mereka diliputi dengan perasaan takut dan bersalah.“Bayi kita?” ucapnya tak percaya. “Aku akan menjadi bapak?”Cassandra menganggukkan kepalanya. Hatinya benar-benar tersentuh ketika melihat lelaki yang dicintainya meraih benda mungil itu dari tangannya dan menatapnya tak berkedip. Ia menimangnya seolah benda itu sesuatu yang sangat berharga.“Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?” keluhnya. “Perutku akan semakin membesar dan orang-orang akan kembali mempergunjingkan aku.”“Mari kita urus pernikahan kita sekarang,” sahutnya. “Sekarang?” ulang Cassandra. Ia tak menduga Marco akan langsung mengambil sikap seperti ini. “Tapi … semuanya butuh persiapan.” “Kita sahkan saja
“Apa mereka sudah berhasil menangkapnya?” tanya Cassandra penuh harap. Marco menggelengkan kepalanya. Ia dapat melihat raut kekecewaan di wajah Cassandra. “Mereka melihatnya berkeliaran di sekitar perumahan ini,” sahutnya. “Sebaiknya kamu tidak keluar sendirian. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Apalagi … dengan bayi kita di dalam sana.” “Baiklah. Aku akan terus menempel denganmu, seperti permen karet.” Cassandra tersenyum, seolah sengaja membuat Marco tenang. Cassandra melingkarkan kedua tangannya ke pinggang Marco. Ia berjinjit dan mengecup lembut bibir suaminya. “Semua akan baik-baik saja selama kita bersama, bukan?” *** “Rumah di atas bukit itu?” ulang Cassandra dengan wajah sumringah. “Jadi … kita berhasil mendapatkan rumah itu?” Marco menganggukkan kepalanya. “Tentu saja tidak mudah. Russel Kurt akhirnya mau menjual rumah itu setelah aku mengiming-iminginya dengan ikatan kerja sama perusahaan kita.” Cassandra tersenyum lebar. “Setiap melewati rumah
Suara teriakan itu justru membuat Marco merasa semakin bergairah. Ia merasa kekasihnya telah mendahuluinya mencapai puncaknya. Lelaki itu memeluk tubuh Cassandra. Napasnya terengah dan tubuhnya terasa lemas setelah semua hasratnya berhasil ditumpahkannya. “Sayang, apa kamu menyukainya?” Cassandra menggigit bibirnya sendiri, menahan nyeri di perut bagian bawahnya. Ia tak menjawab pertanyaan itu, tapi hanya berdiri dan melangkah menuju kamar mandi. Dibasuhnya bagian intinya dan memakai pakaian dalam baru yang sengaja di simpannya. Ia merasa cukup heran dengan yang dirasakannya kali ini. Bukan hanya nyeri, tapi perutnya juga terasa kaku.Ia mendekati wastafel dan menatap wajahnya sendiri di dalam cermin. “Semua akan baik-baik saja,” ucapnya meyakinkan dirinya sendiri. Hari berjalan seperti biasa. Normal dan terasa membosankan bagi keduanya. Kesibukan yang sama di setiap harinya. Meeting team marketing, diskusi tentang pasokan dan sistem distribusinya, bertemu klien, menandatangani l
“Sandra,” lirih Marco. Tentu saja lelaki itu tidak bisa memahami rasa kehilangan yang dirasakan oleh istrinya. “Maaf. Maafkan aku. Semua ini salahku.”Cassandra memejamkan matanya, membiarkan sebutir air mata melorot turun dari sudut matanya. Ia menarik sudut bibirnya untuk memaksakan sebuah senyuman. “Tentu saja, kita bisa melalui semua ini,” ucapnya dengan perasaan tak karuan. Ia mendengar percakapan Marco dengan dokter Mitha. Dari percakapan itu, Cassandra juga tak bisa menyangkal bahwa kejadian ini bukan hanya kesalahan Marco, tetapi juga kesalahannya. Ia tidak dapat menahan diri dan terbakar oleh gairahnya. Sebuah kebodohan yang berujung sesal. Namun nasi sudah menjadi bubur. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya. “Sandra, jangan nangis lagi, ya,” pinta Marco. “Sepertinya Tuhan sangat menyayangi dia, lebih daripada kita.” “Maafkan aku, dia pergi karena aku bukan ibu yang baik,” lirih Cassandra. Tiba-tiba suara dehem terdengar menyela pembicaraan mereka. Wanita berjas putih it
Suara keras itu tak urung membuat keduanya terkejut. Suara yang lebih mirip benda berat yang jatuh itu, seakan menggiring pikiran mereka bahwa ada seseorang selain mereka di tempat itu. Cassandra segera meraih kemeja Marco yang ada di dekatnya. Dikenakannya kemeja yang kini terlihat seperti dress oversize di tubuhnya. Marco mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya. Ia tidak mau ada seseorang yang mengusik kekasihnya kembali. “Kamu yakin, tidak ada orang selain kita di sekitar sini?” tanya Cassandra tak percaya. “Seharusnya,” sahut Marco tanpa melepaskan pandangannya ke tempat asal suara. Sesaat kemudian, lelaki itu bernapas lega. Dilihatnya buah kelapa di atas tanah. “Itu hanya kelapa yang jatuh. Tidak ada yang perlu kita takutkan, Sayang,” ucap Marco. Lelaki itu mengusap rambut Cassandra. Jemarinya mempermainkan anak rambut kekasihnya dan menyelipkannya di belakang daun telinganya. “Aku … tidak nyaman,” tolak Cassandra. “Kita ke dalam saja. Aku tidak ingin bercinta denganmu d
“Kami tidak berhasil menemukannya,” ucap lelaki bertubuh kekar itu. “Maaf. Dia berhasil keluar dari rumah ini saat pengejaran kami.”“Aaah!” teriak Marco dengan gusar. “Bagaimana bisa perempuan bunting itu memperdaya kalian semua.” Marco berbalik meninggalkan para penjaga rumah barunya. Jemarinya dengan lincah bergerak di atas layar ponselnya. Ia menghubungi seseorang melalui ponselnya. ***Selang beberapa saat kemudian, beberapa orang polisi datang. Mereka mengamati batu berukuran medium itu dan mengambil beberapa foto sebagai barang bukti. “Dia sudah berhasil kami tangkap,” ucap salah satu abdi negara itu. “Akan sulit baginya untuk mengelak dari tuntutan yang nantinya diberikan. Semua bukti-bukti terlalu kuat bahkan jika ia mengelak dari perbuatannya.” “Syukurlah. Sebenarnya yang kami berdua inginkan hanyalah kedamaian.” Marco memeluk Cassandra yang berdiri di sampingnya. “Seandainya saja dia tidak sampai membahayakan nyawa istriku, aku tidak akan pernah bertindak sejauh ini, P
Irfan mengangkat tangan kanannya. Hampir saja tangan itu menampar wajah putrinya jika saja ia tak mampu mengendalikan emosinya. Selama dua puluh tahun ia mengabdikan diri sebagai menantu di keluarga itu, tak ada sedikit pun niat untuk menghabiskan harta yang bukan miliknya. Bahkan ia menggunakan hasil keringatnya sendiri untuk menopang biaya pendidikan Marco, adik sekaligus satu-satunya keluarganya yang tersisa.Hatinya terasa sakit saat Cassandra yang telah ia besarkan, bahkan diakuinya sebagai putri, telah menuduhnya dengan sekejam itu. Irfan tidak akan berbuat seperti kakek Cassandra. Ia tidak akan membiarkan putrinya menikahi pria yang tidak dicintainya. Ia bahkan sudah melepaskan Sophie Laurent yang dipercayakan padanya kembali pada satu-satunya ahli waris sesungguhnya. Tapi bagaimana mungkin ia rela membiarkan Cassandra menghancurkan satu-satunya warisan yang dimilikinya hanya karena emosi jiwa mudanya. Irfan memegang dadanya dan mulai menarik napas dalam-dalam. Irama jantung