Lorong kelam itu membahana oleh suara tawa dan canda yang riang. Mayang, Sarah, dan Kamala mendatanginya, bukan dalam balutan busana sehari-hari, melainkan seragam pelayan super-mini berwarna hitam putih yang nakal. Rok mereka hanya sebatas pangkal paha, memperlihatkan renda-renda halus di baliknya, kontras dengan kaki jenjang dan belahan dada yang menggoda. Sarah, dengan senyum iblisnya, duduk di tepi ranjang, menyilangkan kaki tinggi-tinggi hingga roknya makin tersingkap. Mayang terkikik geli sambil membungkuk, seolah membersihkan noda transparan di lantai, memamerkan punggung mulus dan lekuk tubuhnya yang sempurna dari balik kain tipis. Kamala, yang paling berani, mendekat dan membisikkan sesuatu yang vulgar di telinganya, napas hangatnya menggelitik kulit Valdi. Tangan lentiknya membelai pelan dadanya, turun lebih rendah, seolah menguji ketegangan di sana. Mereka menggodanya, menjanjikan kenikmatan tanpa kata lewat mata yang berbinar birahi. Dan d
Celine masih terengah-engah, tubuhnya bergetar halus di atas ranjang, merasakan sisa-sisa kenikmatan yang begitu dahsyat. Kata-kata Valdi yang dingin dan penuh perhitungan masih berdengung di telinganya, namun kesadarannya terlalu dipenuhi euforia untuk mencerna sepenuhnya. Ia menatap Valdi, mencoba membaca ekspresi pria itu, namun yang ia lihat hanya seringai tipis yang penuh kemenangan. Valdi memang telah memenangkan segalanya.Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Sebuah erangan keras memecah keheningan, menarik perhatian Celine dari Valdi. “Ahh… tuan…!”Suara itu berasal dari Ella, terikat di kursi di sudut ruangan. Tubuh mungil itu menggeliat hebat, mesin pemicu kenikmatan itu masih bekerja tanpa henti, membawa Ella mencapai puncak kenikmatan entah yang keberapa kalinya. Wajah Ella memerah padam, air mata membasahi pipinya, namun matanya masih memancarkan gairah yang tak terbendung, sebuah ekstasi yang tak berkesudahan.Celine menoleh, matanya terbelalak. Ia melihat Ella, tela
Udara di kamar itu terasa tebal oleh aroma tubuh yang memabukkan dan desahan tertahan yang memantul dari dinding berlapis beludru gelap. Celine, dengan tubuhnya yang gemetar tak terkendali, merasakan kasur di bawahnya seolah bergelombang, merespons setiap gejolak yang membakar dari dalam dirinya. Hanya beberapa jam yang lalu, ia bersumpah akan melawan. Ia berjanji kepada dirinya sendiri untuk menjaga benteng terakhir dari harga dirinya, menolak cengkeraman pria di atasnya yang telah menyeretnya ke dalam pusaran kekuasaan dan gairah yang tak terduga. Namun, desakan yang kini memenuhi setiap inci sarafnya, bisikan-bisikan panas Valdi, dan sentuhan yang begitu ahli, telah mengikis semua pertahanan itu.Valdi, dengan sorot mata yang menyala tajam di tengah remangnya cahaya, menarik napas dalam-dalam, seolah menghirup seluruh esensi dari tubuh Celine yang kini telanjang di bawahnya. Aroma khas tubuh Celine yang
Matahari di Puncak, pagi itu, bagaikan pencuri ulung, menyelinap melalui celah sempit di antara gorden tebal. Sinar keemasannya menari di wajah Ella, membangunkannya dari tidur yang terasa aneh. Valdi, sang tuan, sudah tak ada di sampingnya. Tubuhnya terasa sedikit remuk, terutama di bagian belakang, tapi ada sensasi menggelitik yang aneh di perutnya—campuran antara malu, kegembiraan yang membara, dan rasa penasaran yang tak tertahankan.Ia bangkit perlahan, kakinya sedikit gemetar. Kimono sutra berwarna merah menyala tergeletak anggun di kursi dekat tempat tidur. Dengan ragu, ia meraihnya, merasakan kelembutan kain itu di kulitnya yang masih sensitif. Villa itu sunyi senyap, hanya suara kicauan burung sesekali yang terdengar dari kejauhan.Ella menyusuri lorong-lorong villa mewah itu, melewati ruang tamu yang luas dengan perabotan modern yang mahal, dapur yang bersih dan berkilauan, hingga akhirnya ia menemukan Valdi. Pria itu berdiri mematung di depan jendela besar, menghadap ke tam
Ella meraih kejantanan Valdi dengan tangannya, mengelusnya dengan lembut. Ia merasakan urat-uratnya yang menonjol dan teksturnya yang kasar namun halus saat disentuh. Kehangatan benda itu menjalar ke telapak tangannya. Dengan sedikit keberanian, ia menjilat ujung kejantanan Valdi, lidahnya menyentuh kepala yang basah, membuatnya mendesah panjang, sebuah erangan yang dalam dan memuaskan.Valdi membiarkan Ella bermain-main dengan kejantanannya sebentar, membiarkan gadis itu merasakan setiap lekukan dan kehangatan. Kemudian, ia perlahan mendorongnya ke dalam mulut Ella. Ella adalah murid yang cepat, ia menghisap kejantanan Valdi dengan penuh nafsu, melumat, menggesekkan lidahnya, dan mengisap dengan ritme yang semakin cepat, membuat Valdi mengerang kenikmatan, kepalanya terangkat.Sementara Ella menghisap kejantanannya, Valdi tidak tinggal diam. Tangannya kembali
Di antara temaram cahaya kamar yang remang, aroma keringat, dan pengaruh perangsang yang masih memabukkan, Valdi mengamati Ella yang terbaring telungkup di ranjang. Punggung mulusnya berkilauan oleh keringat, uap tipis masih mengepul dari kulitnya yang memerah, dan napasnya tersengal-sengal, irama jantungnya berpacu seolah baru saja menyelesaikan maraton yang panjang. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat namun begitu tajam, terukir di bibir Valdi. Senyum seorang predator yang merasa puas dengan mangsanya, namun juga sadar bahwa permainannya baru saja dimulai. Itu adalah seringai yang menjanjikan lebih banyak, sebuah undangan ke dalam jurang kenikmatan yang lebih dalam."Kamu sungguh nikmat, Ella," bisiknya, suaranya rendah, serak, berbisik dekat telinga gadis itu. Kata-kata itu melesat seperti anak panah panas, menembus setiap sel dalam diri Ella. "Kau tahu itu?"Ella menggeliat kecil, berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona di balik bantal. Gerakannya kikuk, penuh rasa malu
Udara dingin Puncak itu sangat menusuk kulit, menyelimuti area villa pribadi Valdi dengan kabut tipis yang merayap dari pepohonan pinus di sekelilingnya. Namun, di dalam vila mewah itu, kehangatan yang memabukkan terpancar dari sebuah jacuzzi semi-terbuka di kamar mandi utama. Uap mengepul tebal, menciptakan selubung misterius yang menyelimuti tubuh Valdi yang kekar. Ia bersandar nyaman di pinggir jacuzzi, matanya terpejam, menikmati sensasi air hangat yang memijat setiap ototnya, melarutkan segala penat dan ketegangan hari. Aroma melati dan kayu cendana samar-samar tercium dari uap air, menambah nuansa relaksasi yang sensual."Tuan..."Suara lembut Ella memecah keheningan yang syahdu, membelai telinga Valdi seperti melodi paling indah. Valdi membuka matanya, kilatan gairah langsung menyala di sana saat melihat Ella berdiri di ambang pintu. Tubuhnya dibalut kimono sutra tipis, kainnya melambai lembut mengikuti setiap hembusan napasnya. Rambut hitam legamnya tergerai indah, membingkai