Tanpa basa-basi, Valdi menyentuh selangkangan Vina, jari-jarinya yang kuat meremas dengan lembut dan menyakitkan secara bersamaan. Vina memekik pelan. Valdi menggeser tubuhnya di kursi roda, lalu mengangkat pinggul Vina, menempatkan Vina di pangkuannya, dengan kaki Vina mengangkangi pinggangnya. Posisi itu terasa canggung dan mendebarkan, menambah intensitas kenikmatan terlarang ini.
Vina bisa merasakan kejantanan Valdi yang panas dan keras menyentuh area kewanitaannya yang sudah sangat basah. Sensasi itu begitu kuat, begitu mengundang, Vina nyaris tidak bisa bernapas.
Valdi tidak menunggu. Dengan satu dorongan kuat, ia masuk ke dalam Vina.
"Aaaah!" Vina memekik tertahan, tenggelam dalam sensasi yang begitu penuh, begitu dalam. Itu adalah hantaman yang dahsyat, kenikmatan yang begitu intens hingga terasa menya
Beberapa minggu kemudian. Malam itu, gaun pengantin berwarna putih gading tergantung anggun di kamar Celine, memancarkan cahaya lembut di bawah lampu kristal. Kainnya yang mahal, hiasan mutiara yang berkilauan, dan desainnya yang klasik seharusnya menjadi simbol kebahagiaan dan awal yang baru. Namun bagi Celine, gaun itu terasa seperti kain kafan yang indah, sebuah ejekan atas kesucian yang telah lama direnggut darinya.Ia berdiri di hadapan cermin, tangannya tanpa sadar mengelus perutnya yang masih rata. Di sana, sebuah rahasia kecil tumbuh, sebuah ikatan darah yang mengikatnya pada iblis yang paling ia benci sekaligus paling ia dambakan. Ia hamil anak Valdi. Dan besok, ia akan berdiri di altar, mengucapkan janji suci pada Gilang, seorang pria baik yang tulus mencintainya, seorang pria yang akan membesarkan anak dari hasil dosa terlarangnya dengan sepupunya sendiri.
Valdi menarik Farah, menggantikannya dengan Lana. Lana segera melompat ke atas Valdi, memosisikan dirinya dan mulai menunggangi Valdi dengan gerakan yang lebih cepat dan agresif. Ia menggerakkan pinggulnya dengan cepat, desahannya berirama dengan setiap hentakan.Sementara Lana dan Valdi bercinta, Valdi memberi isyarat kepada Farah. Farah yang baru saja pulih dari orgasmnya, mengambil posisi di samping Anya, mendekatkan wajahnya. Ia mulai menuruni leher Anya, menciumi kulitnya, lalu turun ke payudara Anya, menghisap puting Anya dengan lembut namun penuh gairah. Anya merasa tubuhnya diserang dari segala sisi oleh kenikmatan. Tangan Lana yang masih merangsangnya, lidah Farah yang bermain dengan putingnya, dan suara desahan Valdi dan Lana yang memenuhi ruangan. Gelombang panas datang lagi, lebih kuat dari sebelumnya.“Ah! Lana!” Anya memekik, tubuhnya
Anya hanya berdiri mematung, tubuhnya gemetar.Melihat keraguan Anya, Lana melangkah maju. “Biar aku bantu,” desisnya. Dengan gerakan kasar, ia mulai membuka kancing blus Anya. Anya mencoba menepisnya, namun Lana lebih kuat. Dalam sekejap, Anya sudah setengah telanjang, hanya menyisakan bra dan celana dalamnya.“Lanjutkan,” perintah Valdi pada Lana, sambil duduk di tepi ranjang, mengamati pertunjukan itu dengan senyum puas.Farah, yang sedari tadi diam, kini ikut berjongkok di samping Anya. “Jangan takut, Nyonya,” katanya, suaranya serak dan sensual. “Ini akan terasa sangat nikmat.”Farah mulai menciumi kaki Anya, lidahnya menjilati betisnya, naik perlahan. Anya merinding, campuran antara rasa jijik dan sensasi aneh yang mu
“Dan Evan… sudah sangat tidak penting.”Bisikan Valdi yang lembut namun mematikan itu menggema di telinga Anya, bahkan setelah pria itu kembali terlelap di sampingnya, napasnya teratur dan dalam. Bagi Valdi, itu adalah akhir dari sebuah percakapan. Bagi Anya, itu adalah awal dari sebuah mimpi buruk yang nyata. Ia berbaring kaku di ranjang yang dulu terasa begitu hangat dan aman, kini terasa seperti peti mati yang dingin. Pria di sampingnya, pria yang baru saja memberinya kenikmatan yang begitu ia rindukan, bukanlah lagi Valdi yang ia kenal. Ia adalah monster. Dan Anya sadar, dengan kengerian yang menusuk hingga ke tulang, ia baru saja menyerahkan diri untuk dikurung kembali di dalam sangkar monster itu.Sepanjang sisa malam, Anya tidak bisa tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, bayangan wajah Evan yang ramah berkelebat, disusul oleh
Valdi tersenyum. “Mereka?” Ia mengangkat bahu. “Mereka adalah duniaku yang baru. Dunia yang kubangun setelah kau pergi meninggalkanku.”Ia bangkit dari sofa, berjalan mendekati Anya. Anya mundur selangkah, terkejut melihat Valdi berjalan dengan begitu tegap.“Kamu… kamu bisa jalan?”“Sudah lama,” jawab Valdi santai. Ia kini berdiri tepat di depan Anya, menjebaknya. “Kamu yang meninggalkanku saat aku terpuruk, Anya. Kamu yang membuatku hancur. Mereka… mereka hanya mengisi kekosongan yang kamu tinggalkan.” Manipulasi itu, lagi-lagi, bekerja dengan sempurna.Anya menatap Valdi, air mata mulai menggenang di matanya. Rasa bersalah menusuknya. Apakah benar ia yang menyebabkan semua ini?
Kini, kejantanan Valdi terjepit di antara dua liang yang paling ia dambakan: liang Vina yang matang dan berpengalaman di bawahnya, dan liang Celine yang lebih sempit dan tegang di atasnya. Panas, basah, dan begitu ketat. Valdi mengerang, merasakan kenikmatan ganda yang luar biasa.“Farah,” desis Valdi, matanya menatap Farah yang berlutut dengan patuh. “Kau tahu tugasmu.”Farah tak perlu diperintah dua kali. Ia merangkak ke antara kaki Valdi yang terbuka, tepat di bawah Celine yang kini mulai bergerak naik-turun. Tanpa ragu, ia menunduk dan melahap pangkal kejantanan Valdi yang terekspos, bersamaan dengan buah zakarnya. Mulutnya yang hangat dan basah bekerja dengan ahli, menghisap dan menjilat dengan ritme yang memabukkan, menciptakan sensasi ketiga yang membuat Valdi nyaris kehilangan akal.R