“Mami…” bisik Ziandra dengan nada lemas.
Ya, itu memang Winda. Lagi dan lagi mantan mertuanya sudah muncul.
Dia mulai curiga, jangan-jangan mertuanya membeli rumah di kompleks ini hanya untuk memata-matainya?
“Lihat, lihat!” teriak Winda lantang agar semua tetangga mendengar. “Dia bahkan tidak malu lagi! Sudah jelas mereka berdua punya hubungan kotor sejak dulu. Betul kan yang kubilang?”
Beberapa tetangga terdiam, ada yang mengangguk pelan, ada yang hanya berpura-pura tak tahu.
Ziandra menunduk. Dadanya seperti ditusuk-tusuk.
Aldric memutar tubuhnya perlahan, menatap Winda. Pandangannya kosong namun menusuk, seperti predator menilai mangsanya. “Saya rasa, cukup sudah mulut Anda hari ini.”
Winda malah tertawa mengejek. “Hah! Memangnya mau apa kamu? Kamu kira aku takut? Semua orang di sini sudah tahu siapa kamu, laki-laki perusak rumah tangga orang! Coba sentuh aku kalau beran
“Mami…” bisik Ziandra dengan nada lemas.Ya, itu memang Winda. Lagi dan lagi mantan mertuanya sudah muncul.Dia mulai curiga, jangan-jangan mertuanya membeli rumah di kompleks ini hanya untuk memata-matainya?“Lihat, lihat!” teriak Winda lantang agar semua tetangga mendengar. “Dia bahkan tidak malu lagi! Sudah jelas mereka berdua punya hubungan kotor sejak dulu. Betul kan yang kubilang?”Beberapa tetangga terdiam, ada yang mengangguk pelan, ada yang hanya berpura-pura tak tahu.Ziandra menunduk. Dadanya seperti ditusuk-tusuk.Aldric memutar tubuhnya perlahan, menatap Winda. Pandangannya kosong namun menusuk, seperti predator menilai mangsanya. “Saya rasa, cukup sudah mulut Anda hari ini.”Winda malah tertawa mengejek. “Hah! Memangnya mau apa kamu? Kamu kira aku takut? Semua orang di sini sudah tahu siapa kamu, laki-laki perusak rumah tangga orang! Coba sentuh aku kalau beran
“Jangan, Aldric. Kumohon—”Terlambat. Aldric sudah melangkah dan menatap Winda dengan tatapan sedingin es.“Bu,” Suaranya datar tapi menggetarkan, “Kalau Ibu ingin bicara, lakukan dengan hormat. Jangan berteriak seperti orang kehilangan akal. Ini bukan pasar.”Winda melotot. “Siapa kamu, berani ikut campur urusan keluarga kami?! Laki-laki brengsek yang rebut istri orang?! Kamu pikir aku takut?!”Aldric mendekat satu langkah, aura mengintimidasi memancar. Tetangga yang tadinya mendekat malah mundur perlahan.“Aku bukan siapa-siapa,” katanya pelan tapi mengiris. “Tapi satu hal yang pasti—jika Ibu terus mencemarkan nama orang di depan umum, aku pastikan Ibu akan menyesal. Percayalah, lidah bisa lebih berbahaya daripada peluru.”Winda tertegun. Untuk sesaat, amarahnya padam digantikan rasa gentar. Tatapan Aldric begitu dingin, tapi juga mengandung peringatan yang
Ziandra terperanjat. “A-Aldric? Kamu… ke sini?”“Iya. Aku ingin melihat Clara. Juga kamu,” jawabnya singkat.Ziandra panik. Jika para tetangga melihat mobil Aldric berhenti di depan rumah ibunya, bukankah rumor itu akan semakin menjadi-jadi.“Tidak… jangan ke sini dulu! Tidak sekarang!” suaranya terdengar cemas. “Kamu tidak mengerti… orang-orang sudah banyak yang membicarakan aku!”Ziandra menggenggam ponselnya erat. Napasnya memburu.“Aldric, kumohon, jangan datang sekarang. Nanti orang-orang akan…”Namun, kalimatnya tak sempat selesai. Suara deru mobil mewah berhenti tepat di depan rumah.Jantungnya langsung melorot ke perut. Dia mengintip dari jendela, dan benar saja—mobil hitam berkilat itu tak salah lagi milik Aldric.“Oh tidak…” gumamnya panik.Beberapa kepala tetangga langsung menoleh. Mereka yang sedan
“Ta-takut sama papamu?”Winda mematung. Susan dan Ziandra terkejut. Suasana menjadi hening seketika, seolah udara lenyap dari ruangan.Mereka semua tidak memiliki sangkaan sejauh itu terhadap apa yang menjadi alasan Clara.“Apa maksudmu, Sayang?” Susan bertanya pelan.Clara menatap takut-takut ke Winda dan semua orang di sana. Seakan bocah itu hendak mengatakan sesuatu, tapi ragu.“Sayang, ada apa? Bicara saja, tak apa, kok!” bujuk Ziandra sambil menatap lembut ke putrinya.“Papa… Rara takut. Papa… papa sering cubit Rara. Papa… sering marah ke Rara. Oma Susan tak ada, Papa pukul Rara.” Bocah itu berbicara dengan kalimat kurang beraturan. Tubuhnya sedikit gemetar saat menyatakan itu.Ziandra dan semua di sana membelalakkan mata. Winda bahkan ternganga tak percaya.“Sayang, maksudmu… papamu sering memukul kamu?” tanya Ziandra hati-hati.Dia tatap lurus mata putrinya.Clara mengangguk dan tertunduk takut.Semua orang pun runtuh dalam kekecewaan.Tangan Ziandra terkepal erat di samping tu
“Zia… menikahlah denganku.”Tatapan pria itu begitu dalam, penuh ketulusan. Tapi justru karena itulah Ziandra dilanda badai dalam hatinya.“A-Apa?” ujarnya terbata.Ziandra terpaku. Kata-kata Aldric menggema dalam pikirannya seperti gema yang tak lekas reda.“Aku serius,” Aldric menggenggam tangannya. “Aku ingin kamu. Clara juga. Kita bisa menjadi keluarga yang utuh. Aku ingin menjagamu selamanya, bukan cuma diam-diam seperti ini.”Ziandra menarik napas dalam. Jantungnya berdetak kencang, bukan karena senang, tapi karena panik.Dia menunduk. “Aldric… maaf. Aku tidak bisa.”Tatapan Aldric mengeras. “Kenapa?”Ziandra menatap pria itu, mencoba bersikap tenang. “Aku tidak ingin mengaburkan hubungan kita. Kamu… adalah bosku. Aku masih bekerja untukmu. Dan… aku belum siap. Aku tidak ingin… jatuh ke dalam perasaan yang mungkin cuma sementara.”Dia meremas tangannya di atas pangkuannya sendiri. Kepalanya tertunduk.Sebenarnya, bukan itu alasan utamanya.Dia… hanya takut. Dia takut kecewa, tak
“A-Aldric… kita… kita tak perlu melakukan ini.” Ziandra cukup gentar dengan apa yang ada di ruangannya.Ruangan itu tidak menyeramkan, justru interiornya indah dengan dominasi warna kuning pastel dan merah muda.Hanya saja, yang membuat ruangan itu seram adalah alat-alat yang ada di sana.“Kupikir bersenang-senang dengan cara unik, tidak masalah. Ini bisa memperdalam intimasi kita, ya kan?” Aldric menyeringai sambil menutup pintu dan menguncinya.Mata Ziandra beralih dari ranjang bertiang, borgol, palang kayu berbentuk X, dan hal-hal memalukan lainnya ke Aldric.Memperdalam intimasi? Untuk siapa? Yang jelas, bukan dirinya!Dia bukan penyuka BDSM!“Ayo!” Aldric merengkuh pinggang Ziandra dan menggiringnya ke palang kayu berbentuk X.Napas Ziandra memburu, tapi bukan karena bersemangat, justru sebaliknya. Apakah Aldric mulai memiliki fetish tak normal ini?“Jangan khawatir, aku janji takkan kasar dan takkan menyakitimu.” Aldric berbisik di belakang telinga Ziandra. “Lagipula, ini bagian