Cantika seolah kehilangan kata-katanya, kedua lengannya ditahan di sofa oleh Arsenio. Pemuda itu entah kenapa semenjak pulang dari makan malam bersama keluarga Wiryawan dan Ghozali tadi menjadi agresif untuk mendapatkannya.Pada akhirnya Cantika merasa harus menyuarakan isi hatinya yang dia pendam sejak tadi, "Sen ... kalau memang kamu menyukaiku, please take it slow. Terserah deh kamu bilang aku cupu ngadepin lawan jenis, tapi memang selama ini aku nggak punya minat buat ngebagi kehidupan pribadiku sama pria manapun!" "Kenapa kok kamu tertutup banget jadi cewek sih, Cantika?" tanya Arsenio penasaran. Dia melepaskan pegangannya di lengan wanita matang yang sexy itu. Arsenio kembali menenggak botol bir dinginnya.Tangan Cantika perlahan menelusup untuk melingkari pinggang pemuda di sisinya yang berotot kencang di bawah balutan kemeja biru mudanya. Wanita itu merebahkan kepalanya ke bahu Arsenio lalu memejamkan matanya. Bulir bening air matanya jatuh membasahi lengan kemeja lengan panj
"Selamat pagi, Miss Cantika. Apa ada tugas untuk saya hari ini?" sapa Arsenio berdiri di seberang meja kerja atasannya. Penampilan wanita matang yang elegan itu nampak apik di indera penglihatannya. Lekat-lekat dia memandangi Cantika dalam diam sembari menunggu serentetan petunjuk untuk pekerjaannya. Cantika mempersilakannya duduk di kursi seberangnya. "Pagi, Sen. Pertama, kamu tulis email balasan untuk Mr. William Chan ya, beliau meminta perincian biaya ekspedisi barangnya sekaligus pemrosesan muat kontainer kapal kargo ke Santa Monica, Los Angeles. Sudah kutulis coret-coretan isinya, oke?" tutur Cantika dengan profesional."Siap, Miss. Next apa ada lagi?" sahut Arsenio."Hmm ... kedua, kamu kirim lampiran berisi price list tarif jasa perusahaan ke beberapa calon customer. Sudah aku tulis juga di catatan kertas ini nama klien plus alamat surel mereka, total ada 8 deh. Paham 'kan ya?" lanjut Cantika dengan sangat jelas setiap patah katanya sembari sesekali melihat ke wajah Arsenio y
"Cantika, apa kau mau menemaniku clubbing malam ini?" ajak Arsenio iseng saja. Memang semenjak dia kembali dari Inggris belum sekalipun pemuda itu bersenang-senang.Kondisi kesehatan papanya yang membuat Arsenio memutuskan untuk pulang ke Jakarta dan dia pun harus menggantikan posisi Pak Sandiaga Gunadharma sebagai sekretaris kepercayaan bosnya.Di dalam lift yang melaju turun ke lantai underground parkir kendaraan karyawan, Cantika menimbang-nimbang haruskah dia menerima tawaran Arsenio. Sebenarnya dia merasa lelah karena seharian bekerja, tetapi ia teringat akan Baby yang membuatnya menghamburkan 100 juta rupiah demi melunasi sebagian tagihan kartu kredit adik tirinya yang declined saat digunakan."Oke, kenapa nggak ... mungkin aku pun bisa sesekali have fun go mad, Sen!" sahut Cantika yang tidak seperti dia biasanya."Ohh ... cool! Kujemput di apartment jam 9 malam ya. Makan di rumah aja sendiri-sendiri terus langsung berangkat ke night club," terang Arsenio agar Cantika tidak menu
"Aahh ... aahh ... mmhh!" Suara desahan lembut setengah sadar itu meluncur dari bibir bengkak Cantika yang habis dilumat oleh Arsenio beberapa saat sebelumnya. Bagian kecil dari dirinya yang sangat sensitif sedang diusap-usap dengan sapuan lidah basah pemuda itu di bawah sana. Dia menikmati setiap inchi dari tubuh wanita pujaan hatinya. Arsenio seolah telah terbius oleh aroma manis yang menguar dari raga polos yang tergolek tanpa daya di atas ranjang sekaligus di bawah badan kekar berotot padatnya."Honey, aku suka suara manjamu seperti ini!" gumam Arsen sambil mengisap dan menggigiti daun telinga Cantika. Dia telah sama polosnya dengan wanita itu saat ini, siap untuk mencuri mahkota seorang Cantika Paramitha di ujung pagi yang dingin.Kedua lutut Arsenio melebarkan paha wanita yang tak mungkin melawan kehendak laki-lakinya, dia pun sama sucinya dengan Cantika. Ini adalah kali pertama baginya melakukan hubungan terlarang sebelum menikah dengan seorang perempuan. Dia itu perjaka ting-
Arsenio merasa bersalah karena telah merengut kesucian wanita pujaan hatinya. Ternyata kenikmatan yang mereka bagi semalam menyisakan lara di dalam diri Cantika. Mungkin caranya memang yang tak benar, dia tidak meminta izin dan mengambil haknya sebelum menunaikan kewajibannya terlebih dahulu."Kita nikah ya, Sayang? Aku harus bertanggung jawab atas apa yang kulakukan sama kamu tadi malam. Dan itu kulakukan bukan hanya didasari napsu sesaat, aku jatuh cinta sejak pertama kita ketemu di rumah sakit!" bujuk Arsenio seraya mengangkat dagu Cantika dengan telunjuknya."Nikah kilat?!" tukasnya terkejut hingga jantungnya nyaris melompat dari dadanya.Arsenio menatapnya serius, pemuda itu tidak main-main sama sekali. "Ya." Cantika menggeleng keras. "Nggak, nanti kamu nyesel, Sen, lantas ceraiin aku—""Jangan konyol, denger baik-baik ya. Aku cinta kamu, Cantika Paramitha!" tegas Arsenio memegangi kedua lengan wanita itu kuat-kuat.Namun, belum sampai Cantika menjawab, suara bel unit apartment
"Papa, nanti malam Om Sandiaga mau lamar Cantika buat puteranya. Jam 7 malam bisa 'kan?" ucap Cantika di telepon sambil berjalan di koridor rumah sakit bersama Arsenio di sampingnya."Hmm ... bisa sih. Kok cepet banget dia lamar kamu. Kalian sudah yakin mau merid?" jawab Pak Julianto Wiryawan terkesan cuek dinilai dari nada bicaranya.Wanita bergaun batik itu menghela napas, sulit baginya mendapatkan dukungan dari orang tua kandung satu-satunya yang masih hidup di dunia ini. Cantika pun membalas, "Iya, Tika yakin. Sampai besok malam di rumah ya?" "Oke." Jawaban singkat dan datar itu disusul dengan bunyi klik panggilan telepon yang diakhiri. Sekalipun Cantika tidak mengatakan apa pun, tetapi Arsenio seolah mengerti situasi tak mengenakkan yang dihadapi oleh calon istrinya baru saja. Dia merangkul bahu Cantika lalu mengecup pipinya. "Setelah kita menikah, aku yang bakalan mengurusimu, Sayang. Itu akan jadi hobi baruku!" hibur Arsenio tanpa diminta oleh Cantika."Ehh ... aku nggakpapa
"Barang lamarannya sudah ditaruh di bagasi mobil Mbak Tika semua. Hati-hati di jalan ya, Mbak, sudah larut malam!" ujar Junot, asisten rumah tangga keluarga Wiryawan setelah menutup bagasi mobil sedan Honda Civic silver milik Cantika.Perempuan yang baru saja dilamar oleh Arsenio itu mengambil uang pecahan 20.000 rupiah dari tas tangannya lalu memberikannya ke Junot. "Makasih ya, Not. Ini buat beli kopi. Aku pamit dulu!" ucap Cantika lalu tersenyum sekilas sebelum bergegas ke bangku pengemudi.Anggota keluarganya justru sama sekali tidak ada yang melepas kepergiannya apa lagi berinisiatif membantunya membawakan bingkisan mahar lamaran pernikahan dari keluarga Gunadharma yang terbilang banyak. Sejak dulu memang mereka selalu abai terhadapnya.Selama perjalanan kembali ke apartmentnya, Cantika tidak mengetahui bahwa di belakang mobilnya si calon suami mengawalnya pulang. Memang Arsenio menyuruh sopir untuk mengantar Pak Sandiaga langsung pulang ke rumah mereka. Dia menyetir sendiri mobi
Pagi itu Arsenio menjemput Cantika untuk berangkat ke kantor bersamanya. Pemuda gagah tinggi semampai bermata cokelat teduh itu melingkarkan lengannya ke bahu Cantika sembari keluar dari lift menuju ke ruang kantornya."Selamat pagi!" sapa Cantika ke para anak buahnya yang telah stand by di kubikel masing-masing untuk mulai pekerjaan hari ini. Langkahnya ringan dan pasti di atas stiletto 12 cm warna putih yang juga hadiah lamaran dari pria di sampingnya."Pagiii, Bu Tika!" sahut para bawahan wanita tersebut kompak serentak.Namun, ketika Cantika dan Arsenio masuk ke dalam ruang kerja presdir, segera para karyawati di lantai itu bergerombol untuk mulai bergosip."Astaga, gile bener ... tuh perawan tua kok bisa ngegaet berondong ganteng sih!" ucap Cindy bersedekap dengan ekspresi tidak senang.Melinda yang sedang membuka website perusahaan tempat mereka bekerja spontan memekik terkejut, "WHATTT?! Temen-temen, tanggal 11 November kita semua bakalan libur total. Bu Tika nikah sama Arsen!"