"HAHH?! DIA MENOLAK HANS?" teriak Nyonya Ribka dengan suara nyaring yang terkesan lebay hingga membuat Cantika memutar bola matanya terang-terangan.
Mama tirinya itu memang sejak dulu mereka serumah selalu bereaksi berlebihan bahkan tak jarang playing victim di hadapan papanya. Sayang sekali bukannya mempercayai puterinya, justru papanya selalu memercayai omongan tak benar dari istri keduanya.
"Kamu lucu banget sih, Tik. Yang kamu tolak tuh multimilyarder dan demi seorang ... sekretaris? HA-HA-HA, apa kata dunia tuh, Mas Julian?!" Nyonya Ribka selalu saja manipulatif dan mengadu domba ayah dengan puteri tirinya itu.
Baby, adik tiri Cantika pun dalam hatinya yang tamak merasakan adanya angin segar. Sudah menjadi impiannya untuk menjadi istri konglomerat yang hartanya unlimited. "Pa, kalau Mbak Cantika nggak mau dijodohin, gimana kalau Baby aja yang gantiin sama Mas Hans?" usulnya mengajukan diri menggantikan posisi kakak tirinya.
Dia melirik dengan tatapan genit kepada pria yang seharusnya menjadi calon tunangan kakak tirinya itu di seberang meja tempatnya duduk bersama mamanya.
"Mas Vano, apa setuju kalau posisi Cantika digantikan sama Baby?" tanya Pak Julianto Wiryawan mencari petunjuk dari calon besannya. Siapa pun yang menikah dengan putera taipan properti itu tidak masalah baginya asalkan salah satu dari puterinya. Baby adalah puteri kandung Pak Julianto dari istri keduanya.
Pak Revano yang tak pernah berhubungan dekat dengan puteri kedua koleganya itu pun mengendikkan bahunya bingung. Dia menoleh ke arah puteranya yang akan menjalani perjodohan ini. "Hans, keputusan di tanganmu. Cantika mundur dan adiknya maju buat gantiin posisinya jadi calon tunangan kamu. Papa ikut mau kamu gimana?"
"Bisa dicoba aja deh, Pa. Aku sama Cantika juga aslinya sedari dulu nggak pernah deket. Papa justru yang sering berhubungan bisnis sama dia 'kan?" jawab Hans dengan santai. Sebetulnya dia pun tidak suka menikahi perawan tua membosankan seperti Cantika yang workaholic.
Diam-diam Cantika menghela napas lega sambil menikmati hidangan makan malam yang terasa hambar di lidahnya. Sekalipun situasi ini tak ideal, tetapi dia bersyukur gagal menjadi calon istri Hans Ghozali. Entah apa yang ada di kepala adik tirinya itu hingga mau mengajukan diri menggantikannya. Bisa jadi karena matanya hijau membayangkan uang yang banyak dari calon suami dan keluarga Ghozali.
"Nah, berarti deal ya jadinya pertunangan ini tetap berjalan dengan calon istri yang berbeda?" tegas Pak Julianto Wiryawan kepada calon besannya yang terpaksa setuju.
Pak Revano dan Cantika sekilas bertemu pandang, pria berumur itu jelas-jelas merasa kecewa karena bukan Cantika yang menjadi menantunya nanti melainkan Baby. Dua gadis itu berbeda usia dan juga pembawaan.
Nampaknya pun posisi Baby kelak hanya akan berakhir menjadi ibu rumah tangga. Meskipun Pak Revano tidak yakin Baby bisa memasak maupun tugas rumah tangga lainnya selain urusan ranjang belaka. Sungguh disesalkan Hans tidak memperjuangkan Cantika yang cerdas dan bagus dalam pekerjaannya sebagai calon istrinya.
"Sepertinya dewi fortuna memang menaungi puteri kesayanganku, Baby Alexandra Wiryawan. Yang langgeng ya kalian berdua sampai ke pelaminan nanti!" ujar Nyonya Ribka sumringah sembari melirik tajam ke wajah Cantika.
'Ckk ... males banget deh pake ngedrama si ratu dugong!' batin Cantika seraya memalingkan pandangannya ke Arsenio yang duduk di sisi lainnya dari ibu tirinya.
"Arsen ... Baby, apa kamu sudah kenyang, Gantengkuhh? Kita pamitan aja yuk ntar jenguk papa kamu di rumah sakit jadi kemalaman!" Cantika mengatakannya dengan suara mesra nan manjanya yang dapat didengar seisi meja makan.
Pak Julianto pun sontak memerah wajahnya karena malu puteri yang seharusnya dijodohkan dengan putera kolega dekatnya malah bermesraan dengan sekretarisnya yang diakui Cantika sebagai pacar. Maka dia pun berkata mengusir pasangan tersebut, "Sudah, kalian berdua pergi duluan aja! Kami masih ada beberapa hal penting yang perlu didiskusikan terkait pertunangan Baby dan Hans."
"Oke, Pa. Tika sama Arsen pamit duluan ya. Sukses buat pertunangan Baby dan Hans!" sahut Cantika buru-buru seolah tak ingin kehilangan kesempatan emas untuk kabur dari tempat itu. Dia pun berpamitan dengan bertukar pelukan dan mengecup pipi Om Vano dengan hangat. Hanya pria itu yang memedulikan dirinya sementara yang lain lebih tertarik mengurusi Baby.
Tangan Arsenio seolah diseret keluar dari restoran Hotel Marriot oleh Cantika. Sampai akhirnya mereka berdua masuk ke lift yang kebetulan kosong, Arsenio pun bertanya, "Sebenarnya kamu kenapa sih kok buru-buru kabur dari sana?"
"Aku sedari dulu alergi sama Baby dan mamanya yang lebay. Mereka kalau nggak playing victim ya kayak tadi tuh caper!" jawab Cantika dengan nada santai sekalipun muak dengan segala sandiwara keluarga Wiryawan.
Papanya tak pernah menganggap kehidupannya sebagai sesuatu yang harus dijaga dan diperjuangkan kebahagiaannya. Hanya dirinya saja yang harus baik-baik mengurusi kehidupannya. Memang tak selalu mulus, tapi setidaknya menyenangkan.
Arsenio mendengarkan dengan seksama, dia senang bisa mengetahui kehidupan Cantika lebih dekat. Kemudian dia berdehem, "Ehm, jadi kita beneran pacaran apa tadi cuma ngedrama doang?"
"Menurutmu?" sahut Cantika mengetest.
"Pacaran sama kamu juga boleh sih. Aku masih single, high quality jomblo!" Arsenio memerangkap tubuh bosnya di dinding lift lalu mengecup bibir sexy wanita itu tanpa permisi.
"TING."
Ketika pintu lift terbuka penumpang lift di depan pintu berdehem-dehem sehingga mereka berdua segera melangkah keluar dengan kikuk. Tangan Arsenio menggenggam pergelangan tangan bertulang kecil itu erat-erat sekalipun tak sampai menyakitinya.
Mereka berdua masuk ke dalam mobil Porsche silver milik Cantika lalu dalam posisi mesin menyala, tetapi belum melaju, Arsenio bertanya, "Apa kau suka ciumanku tadi, Cantik?"
Blush.
Wajah Cantika langsung merona dan menghangat sekalipun tersembur angin AC mobil yang sejuk. "Enak kok, Sen—"
Perkataannya terhenti saat bibir liar pemuda itu melumat ganas bibirnya hingga napas Cantika serasa sesak karena oksigen paru-parunya tersedot oleh ciuman Arsenio. Tubuhnya lunglai dalam dekapan sepasang lengan kekar sekretarisnya.
'Duh ... nih cowok bikin baper instant deh. Ternyata bukan cuma kopi apa mie yang instant!' batin Cantika konyol menanggapi ciuman bibir Arsenio yang melelehkan hatinya.
Anehnya sekalipun usia Arsenio berbeda jauh lebih dari satu dasawarsa dengan Cantika. Namun, interaksi mereka barusan bisa membangkitkan gairahnya hingga menggeliat di bawah sana.
"Beib, apa kamu masih segelan ori?" tanya Arsen iseng masih menatap wajah cantik bosnya yang bersemburat merah jambu dari dekat.
"Virgin?" tanya Cantika memastikan.
Arsen mengangguk-angguk cepat. "Iya, jawab!"
"Masih. Aku nggak mau asal dicelup-celup sembarangan, Sen. Kenapa memangnya?" balas Cantika penasaran. Dia yakin putera Om Sandiaga itu pun masih perjaka.
Pertanyaan Arsen sontak membuat Cantika syok berat hingga tersedak dan terbatuk-batuk.
"Kita lepas perjaka sama perawan malem ini yuk?" ujar Arsenio bernada serius tanpa tawa sedikit pun.
Jelas pemuda itu tidak main-main sekalipun Cantika menganggapnya gila. Arsenio menawarkan sebuah barter yang tak pernah terpikirkan sedikit pun oleh wanita itu sepanjang hidupnya selama 36 tahun ini.
"Kamu apa tadi sempat kepentok kepalamu, Sen? Kok jadi membagongkan begini sih omonganmu!" tegur Cantika sambil tertawa kering memalingkan wajahnya ke jendela mobilnya.Karena merasa tawarannya ditampik oleh bosnya, Arsenio pun tahu diri dan memilih menjalankan mobil Porsche silver yang dikemudikannya menuju ke rumah sakit tempat papanya dirawat."Emang kamu belum punya pacar apa gebetan sih, Sen?" selidik Cantika sambil melirik takut-takut jaim ke arah Arsenio.Pemuda 25 tahun itu terkekeh sembari fokus menyetir. "Kenapa kok mendadak kepo? Kamu toh udah nolak ajakan buat asek-asek dariku tadi 'kan?" sindirnya lalu menoleh sekilas memeriksa ekspresi wajah wanita di sebelahnya."Ckk ... malah bengong sih! Kamu tuh terlalu serius jalanin hidupmu, Cantik. Okay ... let's say kamu keren banget kalo di kerjaan kantor, tapi kehidupan pribadi kamu justru gersang. Ngadepin lawan jenis apa lagi ... cupu!" celoteh Arsenio yang membuat Cantika terdiam merenungkan perkataan putera sekretaris keper
Cantika seolah kehilangan kata-katanya, kedua lengannya ditahan di sofa oleh Arsenio. Pemuda itu entah kenapa semenjak pulang dari makan malam bersama keluarga Wiryawan dan Ghozali tadi menjadi agresif untuk mendapatkannya.Pada akhirnya Cantika merasa harus menyuarakan isi hatinya yang dia pendam sejak tadi, "Sen ... kalau memang kamu menyukaiku, please take it slow. Terserah deh kamu bilang aku cupu ngadepin lawan jenis, tapi memang selama ini aku nggak punya minat buat ngebagi kehidupan pribadiku sama pria manapun!" "Kenapa kok kamu tertutup banget jadi cewek sih, Cantika?" tanya Arsenio penasaran. Dia melepaskan pegangannya di lengan wanita matang yang sexy itu. Arsenio kembali menenggak botol bir dinginnya.Tangan Cantika perlahan menelusup untuk melingkari pinggang pemuda di sisinya yang berotot kencang di bawah balutan kemeja biru mudanya. Wanita itu merebahkan kepalanya ke bahu Arsenio lalu memejamkan matanya. Bulir bening air matanya jatuh membasahi lengan kemeja lengan panj
"Selamat pagi, Miss Cantika. Apa ada tugas untuk saya hari ini?" sapa Arsenio berdiri di seberang meja kerja atasannya. Penampilan wanita matang yang elegan itu nampak apik di indera penglihatannya. Lekat-lekat dia memandangi Cantika dalam diam sembari menunggu serentetan petunjuk untuk pekerjaannya. Cantika mempersilakannya duduk di kursi seberangnya. "Pagi, Sen. Pertama, kamu tulis email balasan untuk Mr. William Chan ya, beliau meminta perincian biaya ekspedisi barangnya sekaligus pemrosesan muat kontainer kapal kargo ke Santa Monica, Los Angeles. Sudah kutulis coret-coretan isinya, oke?" tutur Cantika dengan profesional."Siap, Miss. Next apa ada lagi?" sahut Arsenio."Hmm ... kedua, kamu kirim lampiran berisi price list tarif jasa perusahaan ke beberapa calon customer. Sudah aku tulis juga di catatan kertas ini nama klien plus alamat surel mereka, total ada 8 deh. Paham 'kan ya?" lanjut Cantika dengan sangat jelas setiap patah katanya sembari sesekali melihat ke wajah Arsenio y
"Cantika, apa kau mau menemaniku clubbing malam ini?" ajak Arsenio iseng saja. Memang semenjak dia kembali dari Inggris belum sekalipun pemuda itu bersenang-senang.Kondisi kesehatan papanya yang membuat Arsenio memutuskan untuk pulang ke Jakarta dan dia pun harus menggantikan posisi Pak Sandiaga Gunadharma sebagai sekretaris kepercayaan bosnya.Di dalam lift yang melaju turun ke lantai underground parkir kendaraan karyawan, Cantika menimbang-nimbang haruskah dia menerima tawaran Arsenio. Sebenarnya dia merasa lelah karena seharian bekerja, tetapi ia teringat akan Baby yang membuatnya menghamburkan 100 juta rupiah demi melunasi sebagian tagihan kartu kredit adik tirinya yang declined saat digunakan."Oke, kenapa nggak ... mungkin aku pun bisa sesekali have fun go mad, Sen!" sahut Cantika yang tidak seperti dia biasanya."Ohh ... cool! Kujemput di apartment jam 9 malam ya. Makan di rumah aja sendiri-sendiri terus langsung berangkat ke night club," terang Arsenio agar Cantika tidak menu
"Aahh ... aahh ... mmhh!" Suara desahan lembut setengah sadar itu meluncur dari bibir bengkak Cantika yang habis dilumat oleh Arsenio beberapa saat sebelumnya. Bagian kecil dari dirinya yang sangat sensitif sedang diusap-usap dengan sapuan lidah basah pemuda itu di bawah sana. Dia menikmati setiap inchi dari tubuh wanita pujaan hatinya. Arsenio seolah telah terbius oleh aroma manis yang menguar dari raga polos yang tergolek tanpa daya di atas ranjang sekaligus di bawah badan kekar berotot padatnya."Honey, aku suka suara manjamu seperti ini!" gumam Arsen sambil mengisap dan menggigiti daun telinga Cantika. Dia telah sama polosnya dengan wanita itu saat ini, siap untuk mencuri mahkota seorang Cantika Paramitha di ujung pagi yang dingin.Kedua lutut Arsenio melebarkan paha wanita yang tak mungkin melawan kehendak laki-lakinya, dia pun sama sucinya dengan Cantika. Ini adalah kali pertama baginya melakukan hubungan terlarang sebelum menikah dengan seorang perempuan. Dia itu perjaka ting-
Arsenio merasa bersalah karena telah merengut kesucian wanita pujaan hatinya. Ternyata kenikmatan yang mereka bagi semalam menyisakan lara di dalam diri Cantika. Mungkin caranya memang yang tak benar, dia tidak meminta izin dan mengambil haknya sebelum menunaikan kewajibannya terlebih dahulu."Kita nikah ya, Sayang? Aku harus bertanggung jawab atas apa yang kulakukan sama kamu tadi malam. Dan itu kulakukan bukan hanya didasari napsu sesaat, aku jatuh cinta sejak pertama kita ketemu di rumah sakit!" bujuk Arsenio seraya mengangkat dagu Cantika dengan telunjuknya."Nikah kilat?!" tukasnya terkejut hingga jantungnya nyaris melompat dari dadanya.Arsenio menatapnya serius, pemuda itu tidak main-main sama sekali. "Ya." Cantika menggeleng keras. "Nggak, nanti kamu nyesel, Sen, lantas ceraiin aku—""Jangan konyol, denger baik-baik ya. Aku cinta kamu, Cantika Paramitha!" tegas Arsenio memegangi kedua lengan wanita itu kuat-kuat.Namun, belum sampai Cantika menjawab, suara bel unit apartment
"Papa, nanti malam Om Sandiaga mau lamar Cantika buat puteranya. Jam 7 malam bisa 'kan?" ucap Cantika di telepon sambil berjalan di koridor rumah sakit bersama Arsenio di sampingnya."Hmm ... bisa sih. Kok cepet banget dia lamar kamu. Kalian sudah yakin mau merid?" jawab Pak Julianto Wiryawan terkesan cuek dinilai dari nada bicaranya.Wanita bergaun batik itu menghela napas, sulit baginya mendapatkan dukungan dari orang tua kandung satu-satunya yang masih hidup di dunia ini. Cantika pun membalas, "Iya, Tika yakin. Sampai besok malam di rumah ya?" "Oke." Jawaban singkat dan datar itu disusul dengan bunyi klik panggilan telepon yang diakhiri. Sekalipun Cantika tidak mengatakan apa pun, tetapi Arsenio seolah mengerti situasi tak mengenakkan yang dihadapi oleh calon istrinya baru saja. Dia merangkul bahu Cantika lalu mengecup pipinya. "Setelah kita menikah, aku yang bakalan mengurusimu, Sayang. Itu akan jadi hobi baruku!" hibur Arsenio tanpa diminta oleh Cantika."Ehh ... aku nggakpapa
"Barang lamarannya sudah ditaruh di bagasi mobil Mbak Tika semua. Hati-hati di jalan ya, Mbak, sudah larut malam!" ujar Junot, asisten rumah tangga keluarga Wiryawan setelah menutup bagasi mobil sedan Honda Civic silver milik Cantika.Perempuan yang baru saja dilamar oleh Arsenio itu mengambil uang pecahan 20.000 rupiah dari tas tangannya lalu memberikannya ke Junot. "Makasih ya, Not. Ini buat beli kopi. Aku pamit dulu!" ucap Cantika lalu tersenyum sekilas sebelum bergegas ke bangku pengemudi.Anggota keluarganya justru sama sekali tidak ada yang melepas kepergiannya apa lagi berinisiatif membantunya membawakan bingkisan mahar lamaran pernikahan dari keluarga Gunadharma yang terbilang banyak. Sejak dulu memang mereka selalu abai terhadapnya.Selama perjalanan kembali ke apartmentnya, Cantika tidak mengetahui bahwa di belakang mobilnya si calon suami mengawalnya pulang. Memang Arsenio menyuruh sopir untuk mengantar Pak Sandiaga langsung pulang ke rumah mereka. Dia menyetir sendiri mobi