Setelah Zeus genap berusia dua setengah tahun, Arsenio memeriksakan kehamilan mommy tiga putera itu yang telah menginjak usia kehamilan 18 minggu. Pasangan suami istri itu begitu bersemangat untuk mengetahui jenis kelamin janin di rahim Cantika."Kuharap kali ini perempuan, kita sudah punya tiga anak laki-laki, Darling. Kau memiliki empat jagoan untuk mengawalmu; aku, Ken, Danny, dan Zeus!" ujar Arsenio yang mengemudikan sendiri mobil Lexus LS500 menuju ke rumah sakit.Cantika yang duduk di sebelah bangku pengemudi menghela napas pasrah. Dia pun bertanya, "Bagaimana kalau ternyata jagoan keempat? Bukankah bagus seperti film drakor Boys Before Flower, empat serangkai cowok-cowok kece, Daddy Arsen?""Ohh ... tidak! Aku pengin anak cewek untuk kumanjakan di rumah, Cantika!" protes Arsenio menolak keras. Dia memarkir mobil di lantai basement Rumah Sakit Siloam.Internasional lalu membantu Cantika turun dari mobil lalu naik lift ke poli obsgyn.Ternyata antrean mereka masih kurang dua pasie
Dua puluh tahun kemudian. "Jessica, tolong taruh buket bunga dalam vas ini di meja depan panggung ya!" pinta Baby Alexandra kepada keponakannya yang telah berusia 19 tahun.Puteri bungsu Cantika dan Arsenio itu baru saja lulus SMA dua hari yang lalu. Sedangkan, hari ini adalah hari jadi pernikahan mama papanya yang ke-25. Dia bersama keluarga Gunadharma dan Gozhali menjadi panitia acara meriah yang diadakan di resort Pulau Mutiara Permai."Sudah, Tante Baby. Apa ada lagi yang belum kelar persiapan pestanya?" tanya Jessica sambil celingukan mencari saudara-saudaranya. Putera Baby; Justin dan Aaron juga ikut ke pulau pribadi itu. Mereka justru asik bermain selancar dengan ombak sedang cenderung tinggi bersama ketiga putera bibi mereka; Kenneth, Daniel, dan Zeus."OMG, cowok-cowok ini ya! Memang minta dijewer, para tamu sudah pada berdatangan kok masih ngelaut aja mereka!" omel Jessica dengan gemas menatap ke arah lautan. Tenda besar dengan tirai kain putih dan pink yang dibuat di tep
"Aakkhh!" Sandiaga Gunadharma limbung dan segera berpegangan dengan kursi ruang meeting."Om Sandi! Om ... Om nggakpapa 'kan?!" seru Cantika Paramitha sigap menangkap tubuh sekretaris kepercayaannya yang nyaris terjerembap ke lantai.Pandangan pria berusia lebih dari setengah abad itu mulai tak fokus dan pendengarannya pun berdenging sekalipun dia dapat mendengar ucapan panik bosnya. Mereka baru saja selesai meeting dengan klien. Tiba-tiba tubuhnya hilang kekuatan dan segalanya gelap."Tolong ... tolong, Om Sandi pingsan!" teriak Cantika yang segera dikerumuni oleh para bawahannya. Dia pun dengan sigap menyuruh asisten sekretarisnya memanggilkan ambulans.Setelah ambulans datang mengangkut pasien emergency tersebut, Cantika mengikuti mobil ambulans menuju ke rumah sakit ditemani oleh Merry, asisten Sandiaga. Dia sendiri yang mengemudikan mobil Porsche silver kesayangannya yang berharga selangit itu."Mer, coba keluarganya Om Sandi dihubungi. Kamu kenal 'kan?" ujar Cantika sambil fokus
"BRUKKK!" Tubuh ramping Cantika nyaris terkapar di lantai koridor rumah sakit bila tidak segera ditarik ke dekapan sosok bertubuh atletis yang menubruknya keras. "Maaf, Nona. Apa kamu nggakpapa?" ucap cemas pemuda tampan dengan cambang tipis itu sembari memeriksa tubuh Cantika."Ehh ... ohh ... nggakpapa kok. Makasih sudah dipegangin, jadi nggak kena gegar otak barusan!" jawab Cantika meringis antara kesal dan lega sekaligus. Pemuda itu pun melepas senyum kalemnya sebelum berlalu dari hadapan Cantika ke arah yang berlawanan. Beberapa langkah mereka saling menjauh lalu menoleh ke belakang bersamaan hingga berakhir salah tingkah dan berjalan cepat melanjutkan perjalanan masing-masing."Siapa sih cowok tadi? Bodinya kayak buldozer, keras gitu nubruknya!" gumam Cantika sambil melangkah cepat di atas high heels merah menyalanya menuju ke ruang perawatan tempat sekretarisnya dirawat. Sandiaga Gunadharma sudah dipindahkan dari ruang ICU ke ruang perawatan pasien reguler. Sesampainya di d
"Sen, mendingan kamu langsung pulang aja deh. Ngapain mesti nganterin aku ke atas?" Serentetan kata bernada protes itu meluncur lancar dari bibir berlipstick red coral Cantika.Pemuda yang bersandar pada dinding lift itu bersedekap menaikkan alisnya dengan cueknya memandangi bos barunya yang nampak salah tingkah di hadapannya. "Pengin tahu di mana kamu tinggal, soalnya aku bakalan jadi sekretarismu 'kan? Masa nggak tahu bosku tinggal di mana sih!" debat Arsenio logis yang membuat Cantika berhenti protes lagi."TING."Arsenio segera menggamit lengan wanita yang usianya jauh di atasnya itu keluar dari lift. Sedangkan, Cantika yang ingin protes sekali lagi karena tingkah sekretaris barunya yang terlalu protektif kepadanya itu batal melakukannya. Alih-alih dia berseru terkejut, "Papa?! Kok tumben ke mari?"Pria beruban di sela-sela rambut hitamnya itu bersedekap menatap puteri sulungnya yang selalu menentang kehendaknya untuk segera menikah sembari berkata, "Memangnya nggak boleh berkunju
"Wah ... siapa tuh, ganteng bingits?!""Ehh, iya lho mirip artis deh!""Cari siapa tuh cowok?""Lho ... kok ke ruangan Bu Tika sih?!"Bisik-bisik para karyawati perusahaan Golden Wing Packaging and Cargo Corp. terdengar berisik seperti dengungan sarang lebah mengiringi kehadiran sosok pria tampan dan macho di lantai 10 Wiryawan Grup Building."Selamat pagi, Miss Cantik ... ka!" ucap Arsenio saat dia menghadap bos barunya di ruangan presdir.Penampilan wanita matang di hadapannya begitu profesional dengan kaca mata baca bertenger di hidung mancungnya yang mungil, nampaknya Cantika sedang sibuk memeriksa email di layar laptopnya. "Hai, Sen. Pagi juga. Apa kita bisa mulai pekerjaan kamu sekarang?" balas Cantika yang memang sudah sibuk di meja kerjanya sejak tiba di kantor. Wanita yang memegang jabatan presdir itu memang workaholic di kesehariannya hingga seperti memasang kaca mata kuda pada lawan jenis yang lewat seganteng apa pun. Bahkan, Arsenio yang ganteng nggak ada obat pun tak cu
Rahang Arsenio jatuh hingga mulutnya ternganga menatap bosnya dalam penampilan gaun malam satin semata kaki yang anggun nan sexy. Kain warna hitam yang menutupi bustier itu tak mampu menahan sepasang bulatan kembar berukuran mantap yang mengintip."Sen ... kok malah jadi bengong? Are you okay?" tegur Cantika yang dipelototi oleh sekretaris pribadinya hingga jadi salah tingkah.Arsenio pun tersadar dari kebengongannya. Dia pun menyahut, "Sorry, Miss ... ehm ... ehm ... apa sudah siap berangkat?" "Yap, aku sudah siap dari tadi kok. Ayo kita berangkat jangan sampai telat deh!" Cantika segera menutup pintu unit apartment yang telah bertahun-tahun dia tinggali sendiri. Rasanya begitu melow saat dia teringat kenangan buruk mengapa dia memilih tinggal terpisah dari keluarga Wiryawan. Itu rahasianya.Saat mereka berdua telah berada di dalam mobil Porsche silver milik Cantika yang dikemudikan oleh Arsenio. Wanita matang itu pun mulai memaparkan rencananya kepada sekretarisnya. "Sen, kali ini
"HAHH?! DIA MENOLAK HANS?" teriak Nyonya Ribka dengan suara nyaring yang terkesan lebay hingga membuat Cantika memutar bola matanya terang-terangan.Mama tirinya itu memang sejak dulu mereka serumah selalu bereaksi berlebihan bahkan tak jarang playing victim di hadapan papanya. Sayang sekali bukannya mempercayai puterinya, justru papanya selalu memercayai omongan tak benar dari istri keduanya."Kamu lucu banget sih, Tik. Yang kamu tolak tuh multimilyarder dan demi seorang ... sekretaris? HA-HA-HA, apa kata dunia tuh, Mas Julian?!" Nyonya Ribka selalu saja manipulatif dan mengadu domba ayah dengan puteri tirinya itu.Baby, adik tiri Cantika pun dalam hatinya yang tamak merasakan adanya angin segar. Sudah menjadi impiannya untuk menjadi istri konglomerat yang hartanya unlimited. "Pa, kalau Mbak Cantika nggak mau dijodohin, gimana kalau Baby aja yang gantiin sama Mas Hans?" usulnya mengajukan diri menggantikan posisi kakak tirinya. Dia melirik dengan tatapan genit kepada pria yang sehar