Share

7. Kebebasan

Author: Queen Mylea
last update Last Updated: 2025-10-11 10:44:42

"Aku tidak akan pulang maupun berhenti begitu saja. Aku baru berhasil masuk ke dalam rumah itu. Aku pastikan, semuanya akan terungkap. Jangan pernah menghubungiku, aku lebih tahu apa harus kulakukan selanjutnya!!"

Tttuuut.

Sambungan telepon dimatikan. Silvi menatap bangunan sekolah elite itu dari dalam mobilnya. Leon baru saja masuk, pemuda tengil itu tetap menunjukkan raut dinginnya bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun saat tiba.

Silvi menyematkan kacamata hitam kemudian menyalakan mesin mobilnya kemudian tancap gas meninggalkan sekolah itu. "Ini waktunya untuk memulai rencana," gumamnya sambil tersenyum misterius.

Sementara itu di kelas.

“Woy, tumben berangkat pagi! Kesambet apa lo?” Salah seorang temannya menepuk bahu Leon yang baru duduk di bangku kelas.

Leon hanya diam, wajahnya datar. Biasanya kalau ada yang nyeletuk, ia tak segan melabrak balik bahkan melayangkan tinju. Tapi kali ini, entah kenapa, ia malas bicara. Pikirannya masih kacau gara-gara obrolan dengan Tante Silvi tadi di mobil.

“Eh, di parkiran gue gak lihat ada motor lo. Jangan bilang lo dianter Tante itu lagi?” goda temannya yang baru saya tiba.

Leon melirik sekilas, terlihat tak peduli meski teman-temannya terus bertanya. Hingga perhatian mereka semua teralihkan saat seorang gadis cantik dengan rok pendek di atas lutut menghampiri Leon.

Jessica—si primadona kelas 12B sekaligus pemimpin geng Sweetgirl menyapanya. “Hai, Leon! Pulang nanti jalan yuk. Udah lama kita nggak nonton bareng.”

Jessica terkenal cantik, berkuasa, dan jadi sorotan sekolah karena gengnya adalah cheerleader sekaligus dancer yang sering mengikuti kejuaraan lomba antar sekolah. kepopulerannya sama dengan Leon. Dan bukan rahasia lagi jika ia naksir berat pada sang kapten basket yang dingin dan tampan itu.

“Aku lagi males,” jawab Leon ketus.

Jessica mendekat, menyentuh tangannya. “Masa sih? Aku kangen banget. Sekali ini aja, please?”

Leon tersenyum sinis. “Enggak ya enggak.”

Jessica cemberut, lalu merayu lagi. “Kalau gitu, nanti malam datang ke rumahku ya. Mommy-daddy lagi pergi. Aku bikin party, cuma buat orang-orang spesial.” Ia mengedip genit.

Teman-teman Leon langsung menyahut. “Jess, kita nggak diajak?”

Jessica mengibaskan rambutnya. “Boleh, asal kalian sama Leon. Kalau enggak, jangan harap.” Ia lalu mengusap pipi Leon lembut sebelum pergi. “Bye, Myy baby. Jangan lupa datang ya.”

Begitu Jessica pergi, suasana kelas 12 A itu jadi ramai.

“Wah, party malam ini! Basecamp lo kan masih disita si Tante bohay itu, jadi pas banget kita seneng-seneng di rumah Jessica,” kata teman disampingnya.

“Betul! Lo nggak bosan apa, jadi anak rumahan gara-gara Tante itu?”

“Mana Leon yang pemberani? Jangan-jangan sekarang Lo ciut sama tante-tante?”

Leon menatap teman-temannya dengan kilatan tajam. Ia tentu saja tak terima, merasa tertantang oleh para provokator itu. Leon akhirnya bersuara tegas. “Oke. Malam ini gue datang. Hubungi yang lain. Kita party di rumah Jessica.”

Semua bersorak puas. “Nah gitu dong! Itu baru Leon yang kita kenal!”

**

Malam hari.

Leon terus menatap jam dinding, ia siap untuk melancarkan aksinya malam ini. Ketika Silvi sedang menjelaskan materi, Leon mendadak memegang perutnya sambil meringis. “Aduh, Tante… sakit.”

Silvi langsung mendekat, wajahnya khawatir. “Kamu kenapa? Perlu ke dokter?”

Leon salah tingkah melihat wajah cantik wanita itu begitu dekat. “Nggak usah, Tante. Cukup minum obat dan tidur. Malam ini saya istirahat dulu ya.”

Silvi menatap curiga, tapi Leon terus meringis hingga akhirnya ia mengalah. “Baiklah. Kita akhiri pembelajaran malam ini. Sekarang kamu minum obat, lalu tidur.”

Leon mengangguk, menunjukkan raut kesakitan ketika keluar dari rumah belajar itu. Ia bergegas menuju kamar, senyum seketika terbit di wajahnya, merasa telah berhasil mengelabui guru privatnya itu.

Begitu keadaan tenang, Leon buru-buru ganti baju: jeans hitam, jaket kulit, sepatu sneakers. Ia berjalan mengendap-endap, lalu mengancam para pelayan dan penjaga rumah. “Jangan bilang Tante Silvi. Sebelum jam tiga gue balik.”

Semua patuh, tak berani melawan.

Di luar, teman-temannya sudah menunggu di motor masing-masing. Leon sendiri tidak membawa kendaraan karena motornya masih disita. “Aman, Bro?”

“Aman dong. Tante itu gampang dibodohi,” jawab Leon sombong.

"Hahaha... siapa dulu dong? Bos Leon gitu lho," sahut yang lain.

Leon dibonceng. Mereka melaju kencang ke kompleks elite tempat tinggal Jessica. Dari luar rumahnya sudah terdengar dentuman musik pesta.

Jessica yang memakai gaun hitam langsung menyambut Leon dengan girang. “Honey, akhirnya kamu datang!” Ia menarik tangan Leon ke halaman belakang yang sudah disulap jadi venue meriah: lampu-lampu pesta, DJ ternama, meja penuh makanan dan minuman.

“Leon, are you happy?” tanya Jessica sambil melingkarkan tangan di lehernya.

Leon tersenyum tipis. “Yes, Jess. Gue pasti datang. Gue gak pernah ingkar."

Leon menyeringai, entah mengapa setelah mengucapkan itu, ia tiba-tiba teringat dengan Silvi. karena pada malam ini, ia telah menipu wanita itu.

Pukul 01.15 malam.

Silvi nampak gelisah. Ia tak bisa tidur. Entah kenapa kepikiran terus, khawatir jika Leon masih kesakitan. Ia berjalan ke kamar Leon, mencoba memastikan kondisi anak muridnya itu.

Pintu kamar terkunci. Namun Silvi punyaku cinta cadangannya. tanpa sepengetahuan Leon, ia telah membuat duplikat dari kunci kamar itu.

Ceklek.

Pintu terbuka. Lampu dinyalakan. Di ranjang, terlihat tubuh tertutup selimut. Silvi mendekat, memanggil pelan. “Leon? Kamu tidur? Baik-baik saja, kan?”

Tak ada jawaban. Anehnya, selimut itu tak bergerak sama sekali. Silvi panik, membayangkan kemungkinan terburuk. Ia cepat-cepat menyingkap selimut itu.

Matanya membelalak. Yang ada hanyalah guling dan bantal yang disusun seolah tubuh manusia.

“LEON!!!” teriaknya, wajahnya merah padam.

Silvi menggertakkan giginya, sadar dirinya baru saja dibohongi. “Kurang ajar! Anak nakal! Awas kau!”

---

Sementara itu, pesta masih berlangsung meriah di rumah besar milik keluarga Jessica. Malam itu berubah menjadi arena kebebasan tanpa batas. Lampu warna-warni berkelip mengikuti hentakan musik DJ yang mengguncang dada. Lantai dansa di halaman belakang penuh oleh remaja-remaja elit yang larut dalam euforia—menari, berteriak, tertawa, seolah dunia hanya milik mereka.

Botol-botol minuman beralkohol berserakan di meja panjang, sebagian sudah kosong. Bau tajam bercampur manisnya aroma wine dan vodka menusuk hidung, menguarkan suasana pesta yang benar-benar lepas kendali.

Beberapa pasangan bahkan tak ragu untuk bermesraan di sudut gelap halaman, saling merengkuh, berciuman tanpa malu di depan teman-teman mereka.

Leon duduk di sofa tepi kolam, sebatang rokok terselip di jemarinya. Asap mengepul perlahan dari bibirnya yang dingin. Matanya menatap kerumunan liar itu dengan senyum tipis, seakan puas bisa melepaskan diri dari penjara Tante Silvi.

"Ini baru namanya kebebasan," gumamnya.

“Leon…” suara merdu Jessica menghampiri, manja sekaligus menggoda.

Gadis itu mendekat. Tangannya terulur, meraih rokok dari jemari Leon, lalu ia mengisapnya dengan gaya sensual sebelum meniupkan asap ke udara.

“Udah lama aku nunggu momen kayak gini,” bisiknya serak. "Cuma kita berdua.”

Leon tersenyum miring, lalu meneguk minumannya. Seolah tak peduli.

Jessica menatap matanya tajam, lalu menggenggam tangan Leon. “Ayo ikut aku.”

Leon terdiam sejenak kemudian bangkit, tentu ia tak mau melewatkan kesempatan emas untuk melampiaskan hasratnya ini.

Jessica menariknya masuk ke sebuah kamar besar dengan aroma parfum mewah yang pekat.

Begitu pintu tertutup rapat, suasana berubah. Hanya ada mereka berdua, berdiri berhadapan dalam ketegangan yang manis sekaligus berbahaya.

Jessica mendekat, jaraknya hanya beberapa senti dari wajah Leon. “Kamu tahu kan… aku ini udah lama suka sama kamu. Dan kamu, malah dekat sama cewek-cewek lain di sekolah. Tapi kali ini cuman ada aku, Leon."

Leon menatapnya tajam, lalu tanpa basa-basi, ia menarik pinggang Jessica dan menempelkan bibirnya. Ciuman itu panas, rakus, penuh desakan hasrat remaja yang selama ini ditekan.

Jessica melingkarkan tangannya di leher Leon, membalas penuh gairah. Suara napas mereka saling bertabrakan, semakin berat. Bibir bertemu bibir, lidah saling mengejar, tubuh kian rapat tak berjarak. Hingga saat ciuman panas itu berakhir, Jessika mendorong tubuh Leon, mengukungnya dan menyentuh dada pria itu sambil memutar-mutar jemari lentiknya.

"Aku mau kamu, Baby. Berikan kenikmatan itu malam ini!

**

Bersambung….

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Tante Silvi   10. Cemburu?

    Hari itu, suasana sekolah berbeda dari biasanya. Karena ada rapat guru, seluruh siswa hanya dijadwalkan pelajaran olahraga — momen paling ditunggu karena terasa lebih bebas dan santai. Di lapangan basket indoor, para siswa berhamburan dengan semangat. Anak laki-laki bertanding basket, sementara gadis-gadis sibuk latihan cheerleader. Sorak sorai menggema, menciptakan suasana riuh penuh tawa. Di tepi lapangan, Mr. Evan, guru olahraga yang terkenal tegas namun humoris, berdiri sambil meniup peluit. Tapi matanya mendadak tertuju pada seseorang di bangku penonton — seorang wanita cantik, modis, dan tampak anggun duduk memperhatikan pertandingan. “Anak-anak, lanjut! Main yang sportif ya!" seru Mr. Evan. Permainan kembali dimulai. Sorakan memuncak ketika Leon, siswa paling populer di sekolah, melesat lincah itu menggiring bola. Posturnya tegap, gerakannya cekatan, dan senyum tipis di wajahnya membuat para gadis di pinggir lapangan menjerit histeris. “Leon! I love you!” “Leon, mis

  • Gairah Liar Tante Silvi   9. Janji Tetap Janji

    Suasana kamar mendadak hening. Angin dari jendela mengibaskan tirai putih, seolah jadi saksi dua manusia yang berdiri dalam posisi canggung. Leon masih setengah memeluk Silvi, sedangkan Silvi—yang sadar betul posisi kepala pemuda itu tidak strategis—langsung menegakkan tubuhnya. “LEON!!” Suara itu nyaring, cukup untuk membangunkan seisi rumah. Leon bergeming, tetap dalam posisi ternyaman itu. Hidungnya malah terus mengendus harum aroma yang begitu memabukkan sambil matanya terpejam menikmati. Silvi menyadari itu. Ia merasa Leon mencari kesempatan dalam kesempitan. Sekali lagi, ia pun berteriak. "LEON!!!" Leon sontak melompat mundur seperti kucing tersiram air. “Eh, T-Tante… ada apa?" tanyanya kaget. “ADA APA?! MASIH TANYA ADA APA?"Kepala kamu tadi nyangkut di mana, hah?” Silvi menunjuk dada sendiri dengan ekspresi campur aduk antara malu, marah, dan tidak percaya. “Dasar anak kurang ajar!” Leon menggaruk tengkuknya sambil cengengesan. “Nggak nyangkut, kok, Tan… cum

  • Gairah Liar Tante Silvi   8. Butuh Belaian

    "Ssshhh... Ahh, Leon... Come on, Honey!" Desah manja terdengar lembut di telinga Leon saat pria itu mencumbu bagian leher teman kencannya. Tanpa hubungan spesial, tanpa ada ikatan, seolah hal seperti itu lumrah untuk mereka. Tangan Jessica membelai lembut tengkuk pria yang kini telanjang dada itu, matanya masih menyala oleh gairah yang belum padam. "Ayo, Sayang. Aku sudah tak tahan," ucap Jessica yang hendak mendaratkan ciuman untuk kesekian kalinya. Namun entah mengapa, di tengah adegan pemanasan yang hampir membuat mereka terjerumus pada hubungan terlarang itu, tiba-tiba Leon malah mendorong tubuhnya hingga terjerembab. Sikut wanita itu bahkan mengenai ujung ranjang, membuatnya meringis kesakitan. “Aawwww!! Leon, kenapa kamu dorong aku?” seru Jessica kaget dan kesal. Ia menatap Leon dengan tatapan bingung dan kecewa. Leon terdiam sejenak, napasnya berat. "Gue gak bisa!" Jessica melongo, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa maksud kamu, Leon? Come, on

  • Gairah Liar Tante Silvi   7. Kebebasan

    "Aku tidak akan pulang maupun berhenti begitu saja. Aku baru berhasil masuk ke dalam rumah itu. Aku pastikan, semuanya akan terungkap. Jangan pernah menghubungiku, aku lebih tahu apa harus kulakukan selanjutnya!!" Tttuuut. Sambungan telepon dimatikan. Silvi menatap bangunan sekolah elite itu dari dalam mobilnya. Leon baru saja masuk, pemuda tengil itu tetap menunjukkan raut dinginnya bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun saat tiba. Silvi menyematkan kacamata hitam kemudian menyalakan mesin mobilnya kemudian tancap gas meninggalkan sekolah itu. "Ini waktunya untuk memulai rencana," gumamnya sambil tersenyum misterius. Sementara itu di kelas. “Woy, tumben berangkat pagi! Kesambet apa lo?” Salah seorang temannya menepuk bahu Leon yang baru duduk di bangku kelas. Leon hanya diam, wajahnya datar. Biasanya kalau ada yang nyeletuk, ia tak segan melabrak balik bahkan melayangkan tinju. Tapi kali ini, entah kenapa, ia malas bicara. Pikirannya masih kacau gara-gara obrolan dengan

  • Gairah Liar Tante Silvi   6. Dia Milikku

    "Shiitttt!!! Lo benar-benar nyebelin, Tan!" Leon terus menekuk wajahnya. Keringat bercucuran membasahi tubuh atletisnya, menetes dari dahinya hingga kaos abu-abu yang sudah lengket di kulit. Langkah kakinya di atas treadmill teratur, meski ekspresinya jelas memperlihatkan rasa jengah. Ia memang meminta Tante Silvi menemaninya “olahraga malam,” tapi yang ada di kepalanya tentu bukan olahraga sungguhan seperti ini. “Ih, senyum dong, Leon. Katanya ngajak olahraga malam!” goda Tante Silvi, suaranya ceria meski napasnya ikut tersengal. Wanita itu ada di treadmill sebelahnya. Rambut cokelat panjang yang diikat kuda basah oleh keringat, wajahnya merona, dan kaos putih tipis yang ia kenakan menempel ketat di tubuh. Bra hitamnya tercetak jelas di balik kain, membuat Leon beberapa kali harus berpaling, pura-pura sibuk menatap ke arah lain. Bukan karena tak mau melihat, tapi karena pemandangan itu membuatnya hampir gila. Bahkan sang Junior tak bisa diajak kompromi sejak tadi. Terus saja

  • Gairah Liar Tante Silvi   Olahraga Malam

    Leon duduk di bangku belakang kelas dengan wajah masam. Sejak pagi, pikirannya dipenuhi rasa malu dan amarah karena ulah Silvi. “Sialan tante gila itu…” gumamnya, menghentakkan pulpen ke meja.“Bro, apa rencana lo setelah ini?"Leon menatap teman-temannya satu per satu. Senyumnya menyeringai, tatapannya licik. "Pulang sekolah, kita kumpul di basecamp!" Pria itu lalu mencondongkan tubuh, melanjutkan dengan berbicara pelan seolah konspirasi besar. Ia mengungkapkan rencananya untuk mengerjai Silvi sepulang sekolah nanti.3 jam kemudian.Bel sekolah berbunyi. Akhirnya jam pulang pun tiba. Mereka sudah siap dengan rencana yang telah disusun tadi.Silvi berdiri tak jauh dari kelas dengan tangan terlipat, menunggu Leon keluar. Seperti janjinya, siang ini dirinya menjemput Leon kembali. Karena dari informasi yang dia dapat, biasanya bocah itu sering keluyuran setelah pulang sekolah.Penampilannya sudah cukup membuat beberapa murid lain terheran-heran. Bahkan ada beberapa remaja laki-laki y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status