Share

6. Dia Milikku

Author: Queen Mylea
last update Last Updated: 2025-10-11 10:43:29

"Shiitttt!!! Lo benar-benar nyebelin, Tan!" Leon terus menekuk wajahnya.

Keringat bercucuran membasahi tubuh atletisnya, menetes dari dahinya hingga kaos abu-abu yang sudah lengket di kulit. Langkah kakinya di atas treadmill teratur, meski ekspresinya jelas memperlihatkan rasa jengah.

Ia memang meminta Tante Silvi menemaninya “olahraga malam,” tapi yang ada di kepalanya tentu bukan olahraga sungguhan seperti ini.

“Ih, senyum dong, Leon. Katanya ngajak olahraga malam!” goda Tante Silvi, suaranya ceria meski napasnya ikut tersengal.

Wanita itu ada di treadmill sebelahnya. Rambut cokelat panjang yang diikat kuda basah oleh keringat, wajahnya merona, dan kaos putih tipis yang ia kenakan menempel ketat di tubuh. Bra hitamnya tercetak jelas di balik kain, membuat Leon beberapa kali harus berpaling, pura-pura sibuk menatap ke arah lain. Bukan karena tak mau melihat, tapi karena pemandangan itu membuatnya hampir gila. Bahkan sang Junior tak bisa diajak kompromi sejak tadi. Terus saja bangun dan menegang setiap kali dekat dengan wanita dewasa itu.

Leon mendengus kasar. “Olahraga malam iya, tapi bukan beginian maksud gue. Astaga, Tante bener-bener penipu!”

Silvi hanya terkekeh renyah. “Olahraga begini lebih sehat, tahu nggak. Udah, lanjut. Janji satu jam, kan? Laki-laki sejati harus bisa dipegang omongannya.”

Leon mencibir, "Dipegang yang lain kan bisa, Tan?" Ia menyambar handuk kecil di lehernya, mengusap wajah dengan gerakan kasar. Dalam hati, ia mengutuk dirinya sendiri.

‘Sialan! Lagi-lagi Tante gila itu mempermainkan gue. Ckk, menyebalkan!'

Meski kesal, Leon tetap berlari. Ego badboy-nya tak mengizinkan ia menyerah duluan. Treadmill bergerak stabil, membuat dadanya naik-turun cepat.

Satu jam terasa seperti neraka. Begitu timer berbunyi, Leon langsung melompat turun, tangannya bertumpu di lutut, napas terengah. “Aarrgghh… capek banget!” pekiknya. Ia meraih botol minum, meneguk setengah isinya dalam sekali teguk.

Silvi menghentikan treadmillnya dengan langkah santai. Meski tubuhnya sama-sama basah oleh keringat, ia tetap tampak segar. Wanita itu menghampiri, duduk di samping Leon, senyum menggoda menghiasi wajahnya.

“Olahraga bagus buat kebugaran. Remaja sepertimu yang doyan rokok dan alkohol harus imbangi sama ini. Kalau rutin, badanmu bisa sixpack. Dan pasti rasanya hot banget, 'kan?" godanya.

Leon hanya mendengus. "Diam Lo, Tan. Gak usah mulai-mulai kalau gak niat ngasih!" ketusnya yang membuat Silvi terkekeh geli.

Kesal, Leon bangkit, hendak meninggalkan ruangan olahraga yang megah itu. Namun, Silvi tiba-tiba menahan lengannya.

“Leon,” panggilnya lembut.

Leon menoleh, kening berkerut. Belum sempat ia bertanya, bibir Silvi singkat mengecup pipinya. Cukup cepat, tapi mampu membuat dunia Leon berhenti sesaat.

Matanya membulat. “Ta—Tante…”

Silvi tersenyum manis, tapi suaranya terdengar menohok. “Terima kasih untuk hari ini. Kamu nurut, masuk sekolah meski tadinya mau bolos. Dan nilai lima dari sepuluh soal itu… lumayan. Good job. Kalau kamu bisa dapat sepuluh, Tante bakal kasih hadiah apapun yang kamu mau. Aku nggak pernah ingkar janji. Semangat yaa!!"

Tanpa menunggu balasan, Silvi berbalik, melangkah keluar.

Leon masih terpaku. Pipinya panas, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menyentuh bekas kecupan itu. “A–apa ini? Dia… nyium gue?” bisiknya.

Senyumnya perlahan merekah. “Lima poin aja Tante udah bilang hebat… hah, berarti gue pinter juga.” Leon terkekeh kecil, rasa bangga menyelusup di dada.

Malam itu ia tidur dengan gelisah. Bayangan Silvi terus menari di benaknya. Padahal ia terbiasa dengan ciuman lebih panas dari cewek-cewek sebayanya, tapi kecupan singkat Silvi justru membuatnya berdebar. Wanita itu memang berbeda. Hot, menggoda, tapi juga punya sisi tegas yang membuat Leon takluk pelan-pelan.

“Gue harus lulus dengan nilai terbaik. Selain pengen tubuhnya, sekarang gua malah pengen dia jadi milik gue,” gumamnya sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan semua itu.

---

Pagi Hari

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Leon bangun pagi. Ia sudah rapi dengan seragam putih abu-abu, duduk di meja makan sambil mengoles roti dengan selai. Para pelayan saling pandang, terkejut melihat tuan muda mereka sarapan tanpa drama.

Suasana hatinya berbunga sejak kecupan semalam. Namun, mood Leon hancur ketika ayahnya, Roberto, menuruni tangga sambil menggandeng seorang wanita seksi bernama Emely.

“Oh my God, anakku akhirnya siap ke sekolah pagi-pagi! I’m proud of you, Son,” ucap Roberto bangga.

Leon melirik sinis. Saat Roberto memperkenalkan Emely, wajah Leon berubah kecut. "Beri salam pada calon mamimu, Leon!"

“Memberi salam? Ogah! Gue nggak mau nyapa cewek murahan kayak dia. Nemu di rumah bordir mana sih, Papi?" sinisnya. Leon tersenyum miring seraya menatap wanita di samping ayahnya dari ujung kaki hingga kepala dengan tatapan remeh.

Wajah Emely memerah, sementara Roberto terkejut. “Leon! Jaga bicaramu! Dia calon ibumu!"

Leon terkekeh mengejek. “Ibu tiri? Lalu yang kemarin siapa, Pi? Tante Renata? Tante Viola? Atau Tante siapa lagi ya lupa?”

“CUKUP!!! Dasar anak kurang ajar!” bentak Roberto, tangannya terangkat siap menampar.

Namun, suara tegas terdengar dari arah tangga. “Jangan ada yang berani menyentuhnya. Dia milikku!”

Semua mata menoleh. Silvi berdiri anggun dengan dress putih gading selutut, rambut terurai, wajah segar meski tanpa rias berlebihan. Pesonanya langsung mendominasi ruangan.

Emely mendesis. “Siapa kamu?!”

Silvi tersenyum tipis, hampir seperti mengejek. “Aku Silvi. Guru sekaligus pengasuh pribadi Leon. Jadi, tak ada satu pun yang boleh memarahi dia… termasuk Anda, Tuan Roberto. Karena anak ini sepenuhnya ada dalam tanggung jawab saya!"

Roberto terdiam, terpana. Aura Silvi begitu kuat. Tegas, tapi sensual.

“Leon, ayo kita sarapan di luar. Tante nggak mau kamu muntah gara-gara lihat wanita murahan yang mau ditiduri sebelum dinikahi itu,” ucap Silvi dingin.

Leon langsung menyeringai lebar, berdiri mengikuti. “Setuju. Gue emang muak makan satu meja sama cewek murahan.”

Emely menggertakkan gigi, nyaris menampar Leon, tapi Silvi sudah lebih dulu menyeret Leon keluar rumah.

Di meja makan, Emely merajuk pada Roberto. “Sayang, kenapa kamu diem aja?! Aku dihina sama anakmu dan pengasuhnya! Pecat dia, Honey. Aku gak suka wanita itu!"

Roberto menghardik. “Diam! Jangan berani mengaturku!” Ia lalu pergi, meninggalkan Emely sendirian.

Di perjalanan menuju sekolah, Leon curi-curi pandang pada Silvi yang mengemudi dengan tenang.

Tanpa menoleh, Silvi berucap, “Jangan tatap aku begitu. Aku nggak bertanggung jawab kalau kamu nanti jatuh cinta.”

Leon salah tingkah. “Ish, ge’er amat. Mana mau gue sama tante-tante. Umur kita aja jauh.”

Silvi tersenyum samar. “Umur bukan sebuah patokan. Tapi kalau itu yang kamu pikirkan, bagus. Jangan sampai jatuh cinta padaku, Leon. Karena kalau kamu berani, kamu pasti akan sakit hati. Fokus saja belajar. Kalau kamu bisa lulus, aku akan tepati janji. Kamu boleh minta apa saja… lalu kita pura-pura nggak pernah saling kenal lagi.”

Leon terkesiap. Kata-kata Silvi menancap dalam. Pria itu memilih diam, namun di balik kaca mobil yang tertimpa sinar matahari pagi, bibirnya perlahan melengkung nakal. 'Oh ya? Baiklah... kita lihat, siapa yang bakal jatuh cinta? Gue pastikan lo yang akan tergila-gila sampai gak mau berpisah.'

***

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gairah Liar Tante Silvi   10. Cemburu?

    Hari itu, suasana sekolah berbeda dari biasanya. Karena ada rapat guru, seluruh siswa hanya dijadwalkan pelajaran olahraga — momen paling ditunggu karena terasa lebih bebas dan santai. Di lapangan basket indoor, para siswa berhamburan dengan semangat. Anak laki-laki bertanding basket, sementara gadis-gadis sibuk latihan cheerleader. Sorak sorai menggema, menciptakan suasana riuh penuh tawa. Di tepi lapangan, Mr. Evan, guru olahraga yang terkenal tegas namun humoris, berdiri sambil meniup peluit. Tapi matanya mendadak tertuju pada seseorang di bangku penonton — seorang wanita cantik, modis, dan tampak anggun duduk memperhatikan pertandingan. “Anak-anak, lanjut! Main yang sportif ya!" seru Mr. Evan. Permainan kembali dimulai. Sorakan memuncak ketika Leon, siswa paling populer di sekolah, melesat lincah itu menggiring bola. Posturnya tegap, gerakannya cekatan, dan senyum tipis di wajahnya membuat para gadis di pinggir lapangan menjerit histeris. “Leon! I love you!” “Leon, mis

  • Gairah Liar Tante Silvi   9. Janji Tetap Janji

    Suasana kamar mendadak hening. Angin dari jendela mengibaskan tirai putih, seolah jadi saksi dua manusia yang berdiri dalam posisi canggung. Leon masih setengah memeluk Silvi, sedangkan Silvi—yang sadar betul posisi kepala pemuda itu tidak strategis—langsung menegakkan tubuhnya. “LEON!!” Suara itu nyaring, cukup untuk membangunkan seisi rumah. Leon bergeming, tetap dalam posisi ternyaman itu. Hidungnya malah terus mengendus harum aroma yang begitu memabukkan sambil matanya terpejam menikmati. Silvi menyadari itu. Ia merasa Leon mencari kesempatan dalam kesempitan. Sekali lagi, ia pun berteriak. "LEON!!!" Leon sontak melompat mundur seperti kucing tersiram air. “Eh, T-Tante… ada apa?" tanyanya kaget. “ADA APA?! MASIH TANYA ADA APA?"Kepala kamu tadi nyangkut di mana, hah?” Silvi menunjuk dada sendiri dengan ekspresi campur aduk antara malu, marah, dan tidak percaya. “Dasar anak kurang ajar!” Leon menggaruk tengkuknya sambil cengengesan. “Nggak nyangkut, kok, Tan… cum

  • Gairah Liar Tante Silvi   8. Butuh Belaian

    "Ssshhh... Ahh, Leon... Come on, Honey!" Desah manja terdengar lembut di telinga Leon saat pria itu mencumbu bagian leher teman kencannya. Tanpa hubungan spesial, tanpa ada ikatan, seolah hal seperti itu lumrah untuk mereka. Tangan Jessica membelai lembut tengkuk pria yang kini telanjang dada itu, matanya masih menyala oleh gairah yang belum padam. "Ayo, Sayang. Aku sudah tak tahan," ucap Jessica yang hendak mendaratkan ciuman untuk kesekian kalinya. Namun entah mengapa, di tengah adegan pemanasan yang hampir membuat mereka terjerumus pada hubungan terlarang itu, tiba-tiba Leon malah mendorong tubuhnya hingga terjerembab. Sikut wanita itu bahkan mengenai ujung ranjang, membuatnya meringis kesakitan. “Aawwww!! Leon, kenapa kamu dorong aku?” seru Jessica kaget dan kesal. Ia menatap Leon dengan tatapan bingung dan kecewa. Leon terdiam sejenak, napasnya berat. "Gue gak bisa!" Jessica melongo, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Apa maksud kamu, Leon? Come, on

  • Gairah Liar Tante Silvi   7. Kebebasan

    "Aku tidak akan pulang maupun berhenti begitu saja. Aku baru berhasil masuk ke dalam rumah itu. Aku pastikan, semuanya akan terungkap. Jangan pernah menghubungiku, aku lebih tahu apa harus kulakukan selanjutnya!!" Tttuuut. Sambungan telepon dimatikan. Silvi menatap bangunan sekolah elite itu dari dalam mobilnya. Leon baru saja masuk, pemuda tengil itu tetap menunjukkan raut dinginnya bahkan tak mengucapkan sepatah kata pun saat tiba. Silvi menyematkan kacamata hitam kemudian menyalakan mesin mobilnya kemudian tancap gas meninggalkan sekolah itu. "Ini waktunya untuk memulai rencana," gumamnya sambil tersenyum misterius. Sementara itu di kelas. “Woy, tumben berangkat pagi! Kesambet apa lo?” Salah seorang temannya menepuk bahu Leon yang baru duduk di bangku kelas. Leon hanya diam, wajahnya datar. Biasanya kalau ada yang nyeletuk, ia tak segan melabrak balik bahkan melayangkan tinju. Tapi kali ini, entah kenapa, ia malas bicara. Pikirannya masih kacau gara-gara obrolan dengan

  • Gairah Liar Tante Silvi   6. Dia Milikku

    "Shiitttt!!! Lo benar-benar nyebelin, Tan!" Leon terus menekuk wajahnya. Keringat bercucuran membasahi tubuh atletisnya, menetes dari dahinya hingga kaos abu-abu yang sudah lengket di kulit. Langkah kakinya di atas treadmill teratur, meski ekspresinya jelas memperlihatkan rasa jengah. Ia memang meminta Tante Silvi menemaninya “olahraga malam,” tapi yang ada di kepalanya tentu bukan olahraga sungguhan seperti ini. “Ih, senyum dong, Leon. Katanya ngajak olahraga malam!” goda Tante Silvi, suaranya ceria meski napasnya ikut tersengal. Wanita itu ada di treadmill sebelahnya. Rambut cokelat panjang yang diikat kuda basah oleh keringat, wajahnya merona, dan kaos putih tipis yang ia kenakan menempel ketat di tubuh. Bra hitamnya tercetak jelas di balik kain, membuat Leon beberapa kali harus berpaling, pura-pura sibuk menatap ke arah lain. Bukan karena tak mau melihat, tapi karena pemandangan itu membuatnya hampir gila. Bahkan sang Junior tak bisa diajak kompromi sejak tadi. Terus saja

  • Gairah Liar Tante Silvi   Olahraga Malam

    Leon duduk di bangku belakang kelas dengan wajah masam. Sejak pagi, pikirannya dipenuhi rasa malu dan amarah karena ulah Silvi. “Sialan tante gila itu…” gumamnya, menghentakkan pulpen ke meja.“Bro, apa rencana lo setelah ini?"Leon menatap teman-temannya satu per satu. Senyumnya menyeringai, tatapannya licik. "Pulang sekolah, kita kumpul di basecamp!" Pria itu lalu mencondongkan tubuh, melanjutkan dengan berbicara pelan seolah konspirasi besar. Ia mengungkapkan rencananya untuk mengerjai Silvi sepulang sekolah nanti.3 jam kemudian.Bel sekolah berbunyi. Akhirnya jam pulang pun tiba. Mereka sudah siap dengan rencana yang telah disusun tadi.Silvi berdiri tak jauh dari kelas dengan tangan terlipat, menunggu Leon keluar. Seperti janjinya, siang ini dirinya menjemput Leon kembali. Karena dari informasi yang dia dapat, biasanya bocah itu sering keluyuran setelah pulang sekolah.Penampilannya sudah cukup membuat beberapa murid lain terheran-heran. Bahkan ada beberapa remaja laki-laki y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status