Esok harinya, Raja berangkat ke kantor. Dia pamit pada kedua orangtuanya dan adik-adiknya.Si kembar sempat menggoda sang kakak yang wajahnya muram. Tapi Nayla menegur putrinya.Setelah Raja pergi, Nayla akhirnya bicara dengan suaminya. “Sayang, kita harus bantu Raja menemukan alamat wanita itu. Hidupku tidak akan bisa tenang kalau tidak tahu tentang keberadaan calon cucu kita,” ucap Nayla.“Tapi apa kamu yakin anak yang dikandung perempuan itu adalah anaknya Raja, sayang?”Dengan cepat Nayla mengangguk, “1000% aku sangat yakin kalau anak itu adalah anak Raja. Wanita itu masih sangat muda, dan dia sedang magang di hotel itu. Raja bahkan sempat memperlihatkan CCTV di ruang kerjanya. Gadis itu sangat polos, sayang. Dia bahkan tidak menuntut apapun pada anak kita. Dia datang memberitahu Raja tentang kehamilannya, tapi mendengar jawaban Raja yang seperti itu dan dia memilih pergi. Bayangkan kalau anak gadis kita yang mengalami masalah seperti, sayang. Aku ingin Raja bertanggung jawab pad
“Raja harus gimana sekarang, Mama? tanyanya, suaranya serak dan ragu, seolah benar-benar bingung harus melangkah ke mana. Wajahnya yang biasanya tenang malam itu tampak pucat, mata berkaca-kaca, dan setiap kata yang keluar selalu terputus karena galau yang menekan dadanya.Nayla, yang masih duduk di sampingnya di ruang tamu apartemen sang anak, membuang napas kasar berulang kali. Ia tak menyangka anak sulungnya bisa berada dalam situasi serumit ini, apalagi jauh dari rumah, di negeri orang. Tadi ia tak bisa memejamkan mata sedikitpun. Sementara suaminya sudah masuk kamar lebih dulu, tadi ia sempat melongok ke kamar lalu kembali keluar untuk duduk dan bicara dengan Raja. Nayla paham betul kondisi putranya, ia bisa merasakan ada beban besar yang menekan di pundak anak sulungnya.“Harus ada yang dikorbankan, Raja,” kata Nayla setelah beberapa saat terdiam. Suaranya berusaha dibuat senang mungkin agar tidak membuat Raja semakin tertekan. “Kita nggak bisa ambil semuanya sekaligus. Raja ha
“Sa–saya pulang dulu, Bos,” bisik Dandi pelan sambil menundukkan kepala sedikit. Ia tahu situasi di ruangan itu sudah tidak sama seperti tadi.“Ok,” jawab Raja singkat, tanpa banyak bicara. Suaranya datar, tapi sorot matanya jelas menyiratkan mengkhawatiran karena sama mama mendengar obrolannya dengan Dandi.Dandi sebenarnya masih ingin berada di sisi sahabatnya, tapi ia sadar diri. Ia tahu, ini bukan lagi bagian yang bisa ia campuri di saat ada keluarga kandung sang sahabat di sini. Ada batas yang harus dijaga, dan malam ini batas itu sudah jelas di depannya. Dandi menarik napas dalam, berusaha menenangkan pikirannya sendiri. Mau tak mau, Raja memang harus berhadapan langsung dengan mamanya.Dandi lalu melangkah pelan ke arah Nayla. Ia tersenyum kecil, mencoba mengurangi rasa canggung yang ada. “Tante, Dandi pulang dulu ya,” pamitnya sopan.Nayla mengangguk pelan. Tatapannya hangat, meski dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa banyak pertanyaan berputar di dalam benaknya. “Iya, hat
Ternyata yang ada di balik pintu itu adalah Dandi, sahabat sekaligus tangan kanan Raja di kantor. Ia datang bersama dua orang karyawan restoran yang membawa beberapa kotak besar penuh makanan. Dari aromanya saja sudah tercium berbagai macam menu.“Selamat ulang tahun, Bos! Maaf ya baru ngucapin sekarang. Soalnya biar nggak keduluan sama surprise keluarga Bos,” ucap Dandi sambil menjulurkan tangan dengan senyum lebar.Raja masih tertegun sebentar sebelum akhirnya menjabat tangan sahabatnya. “Terima kasih, Dandi,” sahutnya singkat.“Lalu ini apa maksudnya bawa makanan sebanyak ini?” tanya Raja heran, matanya melirik kotak-kotak makanan yang sudah memenuhi tangan para karyawan restoran.“Ini hadiah ulang tahun dari saya, Bos. Kita harus rayain bareng-bareng mumpung keluarga Bos lagi ada di sini,” jawab Dandi tanpa basa-basi. Ia langsung memberi isyarat pada kedua karyawan restoran itu untuk membawa masuk semua makanan dan menatanya di meja makan apartemen. Aroma sup hangat, ayam panggang
“Lho kok kayak nggak seneng banget Mama, Daddy, dan adik-adik datang?” tanya Nayla pada putra sulungnya yang kini genap berusia 29 tahun.Mereka semua sudah mendekat ke arah Raja. Ekspresi terkejut jelas terpampang di wajahnya. Biasanya setiap ulang tahun dia selalu menyambut dengan senyum lebar dan penuh semangat, tapi kali ini berbeda. Senyumnya kaku, matanya sedikit kosong. Sebagai seorang ibu, tentu Nayla bisa membaca perubahan sikap anaknya. Ada sesuatu yang tidak beres, meski Raja berusaha menutupinya.“Bu—bukan begitu, Ma. Cuma kaget aja ada kalian datang, nggak bilang-bilang dulu,” jawab Raja gugup.Raja tidak ingin membebani keluarganya dengan masalah yang ia buat sendiri. Dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah ia lakukan. Kayla langsung nyeletuk, “Namanya juga kejutan, Kak.”“Betul… betul… betul!” sahut Keira ikut menimpali sambil tertawa kecil.Giliran Kiara yang usil, “Nih, tiup dulu lilinnya, Kak. Jangan lupa berdoa, biar cepet nikah!” Ia menggoda dengan nada be
“Kalau begitu tolong berikan saya alamat rumah gadis itu, pak,” pinta Raja.Sang manajer hotel mengerutkan dahi, “Pak Raja. Coba bicara yang jujur, apa Merry pernah berbuat salah selama dia magang di hotel kami pada anda, pak?” tanyanya. Dia ingin tahu, kalau fatal dia akan membantu menyelesaikannya.“Tidak ada, Pak. Tapi ada hal penting di luar pekerjaan yang mau saya selesaikan dengannya,” sahut Raja.“Semoga yang bapak katakan itu benar. Karena kalau dia melakukan kesalahan sewaktu magang di sini, maka kami akan membantu menyelesaikannya,” jawab pria paruh baya itu.Raja menggeleng.“Tapi maaf, pak. Kami tidak bisa memberikan alamat Merry atau siapapun karyawan kami pada bapak. Kecuali ada surat keterangan dari kepolisian,” ujarnya.“Tapi, Pak-” ucapan Raja terpotong.“Maaf, Pak. Ini prosedur kami,” jawabnya tegas. Tak ada ruang untuk Raja mendapatkan alamat Merry meski ia adalah orang ternama di kota ini.“Baik, Pak. Saya pamit dulu,” ucap Raja.Manajer itu mengangguk. “Sekali lag