Setelah memergoki tunangannya berselingkuh dengan wanita lain, Nayla kembali dihadapkan dengan masalah yang rumit. Ia harus menjadi istri kontrak Darren selama 2 tahun akibat tak sengaja menabrak mobil atasan mantannya itu. Lantas bagaimana kisah Nayla? Belum lagi, benih cinta justru tumbuh di tengah kembalinya orang masa lalu....
view moreTangan dan kaki Nayla mendadak keram saat berdiri di depan kamar calon suaminya. Suara desahan dari dalam kamar membuatnya susah bernapas. Jantungnya berdebar kencang, seakan loncat dari cangkangnya.
Ia sempat ragu untuk masuk dan berharap suara desahan itu bukan dari pria yang dicintainya, tapi tangannya bergerak perlahan mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci. Matanya membelalak. Dia yakin itu calon suaminya. Pria yang menebar janji setia sehidup semati hanya bersama Nayla. Tapi nyatanya, ini sangat menyakitkan. Terlalu sakit untuk diabaikan. Air mata mulai membasahi wajah cantiknya. Niat ingin memberi kejutan, justru dia yang dikejutkan dengan permainan panas di ranjang Bima. “Ya Tuhan, kenapa dia sejahat ini,” lirihnya menahan isakan. Dia harus punya bukti kuat agar Bima tak bisa mengelak. Pria itu tampak sedang bergerak di atas tubuh seorang perempuan. Wajah wanita itu tak terlihat, tertutup oleh punggung Bima yang lebar dan telanjang. Nayla membeku. Hatinya serasa diremas tangan tak kasat mata. Kejutan yang seharusnya manis malam ini, berubah menjadi mimpi buruk, mimpi yang menghancurkan semua rencananya. Dia ingat betul perlakuan calon suaminya yang selalu mesra padanya. “Sayang, aku tak pernah bisa hidup tanpamu. Kalau bukan denganmu, aku tak akan pernah menikah dengan wanita manapun, hatiku hanya untukmu seorang.” Manis bukan ucapan Bima? Tapi ternyata semua itu hanya untuk menutupi keburukannya. Dia memilih mengambil ponselnya dan merekam dari celah pintu agar punya bukti atas pengkhianatan calon suaminya. Nayla mulai merekam. "Sentuhanmu selalu membuatku ketagihan, Lily...," gumam Bima dengan napas terengah. Suara ranjang berderit pelan mengikuti irama tubuh mereka. Pendingin ruangan menyala maksimal, tapi hawa panas tetap tak bisa dihindari. Bima, pria mapan yang akan menikahi wanita cantik bertubuh mungil yang sudah ia pacari selama empat tahun, namun, kini dia justru memilih menumpahkan nafsunya bersama wanita lain yang merupakan seorang pelayan yang bekerja di rumahnya. BRAAAK! Pintu kamar itu terhempas terbuka. Nayla berdiri di ambang pintu dengan napas tak beraturan, matanya membelalak melihat pemandangan yang membuat jantungnya seolah diremas cukup keras. Hatinya sakit, sangat sakit. Tangisnya semakin jelas terdengar. “Kak Bimaaaaaaa.. Apa yang kamu lakukan?!” teriaknya, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bima terkejut bukan main. Tubuhnya sontak bangkit dari atas perempuan yang kini buru-buru menyembunyikan dirinya di balik selimut. Panik, Bima menarik celana dan bajunya, sementara wajahnya pucat pasi menatap Nayla. Tak pernah terbayangkan ini akan menjadi hari terburuk dalam hidupnya. “Na-Nayla... Aku bisa jelaskan—” Nayla menggeleng cepat. “Jelaskan? Apa yang mau kau jelaskan kak? Semua sudah kurekam!” Nayla tertawa miris, air matanya sudah jatuh tanpa bisa ditahan. Lily memilih tetap bersembunyi, tak berani menampakkan wajah. Sementara Nayla menatap Bima dengan penuh kekecewaan. “Pantas kamu selalu minta aku kabarin dulu sebelum datang ke rumah... Pantas saja kamu tidak pernah keberatan kita jarang ketemu. Ternyata kamu sibuk habiskan malam dengan pelayanmu.” “Nayla, aku khilaf. Aku minta maaf. Aku janji tidakakan ulangi ini lagi...” Bima mendekat, mencoba menyentuh tangan Nayla, tapi perempuan itu mundur cepat. “Jangan sentuh aku! Aku jijik! Niatku datang malam ini buat kasih kejutan, karena besok kita fitting baju pengantin. Tapi ternyata malah aku yang dikasih kejutan.” Suaranya semakin meninggi, matanya memerah. Nayla membuka cincin tunangannya, lalu melemparkannya ke sembarang arah. “Aku tidak bisa nikah sama pengkhianat sepertimu, Kak Bima. Hancur semua kepercayaan yang udah aku bangun selama ini.” Nayla mendekati ranjang, tangannya hendak menjambak rambut sang pelayan. Namun Bima berhasil menghentikannya. Dia menjauhkan tubuh Nayla dari tempat tidur. “Nayla, tolong jangan gila. Semua sudah dibayar, pernikahan tinggal sebulan lagi! Kamu tidak bisa ninggalin aku gitu aja!” Bima berseru, hampir putus asa. “Aku lebih baik tidak menikah seumur hidupku daripada harus hidup dengan laki-laki pengkhianat kayak kamu.” Tanpa menoleh lagi, Nayla membalikkan badan, berjalan cepat keluar dari kamar. Bima mencoba mengejar, tapi Nayla sudah lebih dulu menghilang di balik pintu rumah, menyalakan motornya, lalu pergi tanpa menoleh sedikit pun. “Sialan!” Bima mengumpat keras. Semua sudah berakhir. Tanpa banyak pikir, ia tancap gas. Jalanan malam yang sepi tak mampu menenangkan pikirannya yang kacau. Hatinya hancur, pikirannya berisik, semuanya bercampur menjadi kabut tebal yang membuatnya tak lagi fokus. Dan saat lampu hijau berganti merah, Nayla melaju tanpa melihat sekitar. Brak! Tubuhnya terhentak. Suara keras dentuman membuat pengendara lain menoleh panik. Motor Nayla menghantam bagian belakang sebuah mobil mewah berwarna hitam yang sedang berhenti perlahan di persimpangan. Nayla terlempar, tubuhnya jatuh menghantam aspal. “Ya Tuhan!” teriak yang lainnya.“Dad,” panggil Raja.“Apa, sayang?” Tangan Darren masih menggaruk pelan tubuh sang anak yang mulai gatal.“Tapi Raja suka sama cokelat dan es krim,” ucapnya. Dia berharap sang Daddy yang dianggapnya hanya sebatas kawan baru tidak melupakan janjinya, membelikan Raja freezer es krim. “Iya kalau Raja sudah-sudah” “Sudah apa, Mas?” Sambar Nayla. “Alergi itu tidak ada obat yang bisa menyembuhkan secara permanen.”“Iya sayang, iya,” jawab Darren.Istrinya tenang mendengar jawabannya, tapi justru sang anak bibirnya maju 2 senti. Darren hanya membuang napas berat. Dia tak mau memancing kemarahan istrinya lagi. Sisa waktu mereka harus dilewati dengan penuh kebahagiaan.Nayla membuka pintu kamar utama dan menuju ke kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti ketika matanya tanpa sengaja menangkap isi tas Darren yang sedikit terbuka di sisi tempat tidur. Ada benda kecil menyembul di antara pakaian. Sebuah kalender buku. Dia mendekat. Tangan kirinya mengambil kalender itu, pelan, seolah takut meru
“Aku minta maaf, sayang. Aku kira asal anak diem aja udah bagus. Jadi aku kasih apapun yang Raja sukai. Aku benar-benar minta maaf.”Darren berdiri kikuk di samping sang istri, satu tangan menyentuh belakang lehernya, mencoba terlihat lebih santai meski wajahnya penuh rasa bersalah. Dia tahu istrinya marah besar. Sejak pulang dari acara peresmian tadi, Nayla memasang wajah sangar. Bahkan Raja yang biasanya cerewet pun jadi ikut-ikutan sepi, mungkin karena aura sang mama udah kayak bom waktu.Nayla berjalan menuju pintu kamar sambil menghentak-hentakkan kaki. Bukan langkah biasa, ini langkah orang yang ingin menghancurkan sesuatu tapi masih menahan diri. Darren tahu betul ritme langkah itu. Dan itu bukan pertanda baik.“Maafin Daddy ya, Ma,” suara Raja terdengar dari belakang, pelan, bikin Darren ikut menoleh.“Gak akan,” balas Nayla cepat, tanpa menoleh sedikit pun. “Penyakit Raja bisa kambuh kalau terlalu lama sama Daddy.”Darren sempat celingukan, berusaha mencari celah. Dia merasa
Maria berjalan menjauhi posisi sebelumnya lalu dia berdiri di dekat meja panjang berisi makanan ringan. Tangannya sibuk memegang gelas kosong, tapi wajahnya mulai berubah. Awalnya biasa aja, tapi sekarang matanya makin sering mengerjap. Leher terasa panas. Dada juga ikut sesak. Dia mengatur napas pelan-pelan, tapi tetap aja nggak ngaruh. Ada sensasi aneh yang nggak bisa dijelasin, dan itu datang dari dalam tubuhnya.“Kenapa sih aku ini?” gumamnya.Pelan-pelan dia menyandarkan punggung ke dinding. Suara musik pesta yang tadinya terdengar jelas, sekarang hanya terdengar seperti sayup-sayup saja. Fokusnya mulai buyar. Pakaian yang dia pakai mendadak terasa sempit. Gaunnya yang biasanya bikin dia menjadi perempuan penuh percaya diri sekarang malah bikin dirinya gerah.Maria menyapu wajahnya menggunakan telapak tangan. Keringat mulai muncul di pelipis. Napasnya mulai berat. Dia merasa ruangan itu terlalu penuh, terlalu panas pokoknya tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Padahal tadi d
“Aku sama sekali tidak percaya kalau kamu berhasil melakukannya. Secara di sini ada Pak Darren, jangan mimpi kau, Maria.” Maria tersenyum kecut karena kemampuannya diragukan oleh Bima. “Sudah kubilang akan ku tunjukan kemampuanku. Kau siapkan saja tenagamu untuk tidur dengannya, dan siapkan mental kalau Darren akan memecatmu.” Bima tertawa, “aku tak peduli kalau dipecat, asal Nayla bisa kembali dalam pelukanku. Aku punya banyak uang untuk memulai bisnis,” balasnya penuh percaya diri. Maria ikut tertawa, pria ini punya tekad yang kuat untuk memiliki Nayla, pikirnya. “Kau tunggu di sini, biar kubuktikan ucapanku.” Maria melangkah ke area dekat bar, tempat beberapa pelayan bolak-balik bawa minuman di nampan. Dia berdiri agak menyamping, pura-pura menyesap wine sambil matanya mengamati satu per satu pelayan yang lewat. Nggak butuh waktu lama sampai dia nemu target yang cocok—pelayan cowok, sekitar dua puluhan, keliatan polos dan agak kikuk pas nyusun gelas. Maria langsung
“Dad, itu Mama lho, kenapa nggak disapa?”“Fokus jalan dulu, Boy. Kita harus sampai di depan podium lalu ke tempat duduk dengan harga diri yang utuh.”“Emang harga diri bisa patah, Dad?”“Bisa, kalau kayak tadi kita ditolak resepsionis depan umum.”Raja mengangguk, seolah mengerti padahal otaknya lagi mikirin es krim.Hanya dia yang mengajak anak kecil datang ke acara seperti ini. Pria itu melihat Raka sedang berbicara dengan beberapa rekan bisnisnya, dan Nayla berdiri di samping Raka membuat darah Darren mendidih.Dia naik ke podium, memberi ucapan selamat pada yang punya acara. Tak ada membahas kalau dirinya ditahan di depan. Bisa malu dia di depan kamu undangan yang lain kalau ada yang mendengar. Dengan bangga dia memperkenalkan sosok Raja, sebagai pewaris utamanya.“Wah kalau kayak gini sih, pak Darren gak perlu tes DNA juga sudah ketahuan sedarah dan sedaging,” pria paruh baya yang mengenal Darren berkelakar sambil mengusap rambut Raja.“Mamanya, di mana?” tanya Irwan.“Itu, sama
Begitu masuk ke dalam, Raka langsung melangkah menuju podium tempat keluarga pemilik acara berdiri. Ia sempat menyapa beberapa tamu yang dikenalnya di sepanjang jalan. Nayla berjalan setengah langkah di belakang, mengikuti.Ruangan itu sangat ramai. Musik lembut terdengar dari speaker di sudut ruangan. Para tamu berdiri berkelompok, mengobrol sambil memegang gelas minuman. Beberapa pelayan lalu-lalang membawa nampan berisi kudapan. Dekorasi mewah dan pencahayaan hangat bikin suasana terasa elegan tapi tetap santai. Semua orang terlihat menikmati acara. Hampir semua.Nayla menarik napas dalam. Matanya sempat menyapu seluruh ruangan, tapi pikirannya justru sibuk sendiri. Otaknya penuh kekacauan. Raja dan Darren masih di luar. Entah sudah masuk atau belum. Pikirannya terus melayang. Padahal di depan matanya, Raka sedang bersalaman dengan keluarga pemilik acara. Nayla menyusul. Ia sempat melirik ke arah pintu masuk. Belum terlihat juga Darren. Perasaan was-was itu makin jelas. “Pak, yan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments