"Hiks... Rey kak... Reynard selingkuh." Cecilia tercengang mendengar penuturan Eleanor, “A-apa yang kamu bilang, Lea? Rey selingkuh?”Eleanor mengangguk lemah, “Iya kak.”“Tapi bagaimana bisa Lea? Bukannya Rey sedang misi pelatihan? Dari mana kamu dapat berita itu, hmm?”Eleanor mengusap pipinya yang basah, “Aku tidak senagaj melihat laporan yang di berikan kepada Ayah dari anak buahnya di sana, dan anak buah Ayah adalah rekan yang satu tim bersama Rey.”“Oh my! Rey....” lirih Cecilia dan memeluk Eleanor dengan lembut.“Hah, ternyata ini yang membuat keadaan Lea kacau selama beberapa hari ini,” batin Cecilia, berusaha meneangkan Eleanor dengan mengusap punggung Eleanor.“Kenapa kamu tidak cerita denganku, Lea? Hmm? Selama ini aku berpikir kamu seperti ini karena memikirkan Reynard yang sedang misi pelatihan,” keluh Cecilia, dengan suara pelan dan khawatir.Eleanor menggeleng pelan, “Bukan kak, awalnya aku memang sangat sedih karena Reynard pergi tapi tentu saja aku bangga dan bahagia
Eleanor merasakan kepalanya berdenyut hebat saat ia membuka mata, , namun cahaya terang di ruangan itu membuatnya terpaksa kembali menutup mata. Aroma menyengat dari rumah sakit membuatnya merasa sedikit mual. Ia mencoba untuk duduk, namun pusing yang datang begitu tiba-tiba membuatnya hampir jatuh."Lea, kamu sudah bangun?" suara Cecilia terdengar di sebelah ranjangnya.Eleanor memaksa dirinya untuk membuka mata lagi, "Aku kenapa kak?" tanyanya dengan suara pelan.Cecilia mulai menceritakan kejadian saat Eleanor pingsan di Cafe, dan bagaimana mereka akhirnya berada di rumah sakit. Eleanor merasakan kebingungan dan kecemasan melanda dirinya. Ia tidak ingat apa-apa tentang kejadian tersebut. Hal yang ingat terakhir kali adalah ia hendak mengambil buku di Cafe tersebut untuk membaca Novel.Eleanor memaksa dirinya untuk membuka mata lagi. Ia merasa bingung dan cemas dengan situasi ini. Kepalanya masih terasa sakit yang luar biasa saat ia mencoba duduk.Cecilia segera menghampiri Eleanor
Dua jam sebelumnya... Felix baru saja keluar dari ruang rapat setelah menghadiri pertemuan penting di kantor. Raut wajahnya terlihat gusar, mencerminkan kegelisahan yang sedang dirasakannya. Tuduhan Cecilia lewat telepon tadi benar-benar membuatnya kebingungan. Bagaimana bisa Cecilia menuduhnya memiliki wanita lain dan menutupi perselingkuhan Reynard? Itu sama sekali tidak benar! Felix merasa sangat khawatir, terutama setelah mendengar kabar mengenai Reynard yang memiliki wanita lain di tempat misi pelatihan. Detik demi detik, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan yang membuat perasaannya semakin kalut. Tanpa berpikir panjang, Felix segera menghubungi asistennya. "Tolong siapkan private jet, aku harus segera ke Amsterdam," perintahnya dengan nada tergesa-gesa. Sang asisten terdengar sedikit terkejut, namun dengan cepat memenuhi permintaan atasannya. Felix bergegas menuju lobi, langkahnya bergema di koridor yang sepi. Ia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang sedang terja
“Maaf, sayang. Aku— Euhmm...” Felix tidak membiarkan Cecilia melanjutkan kata-katanya kembali. Pria tampan itu dengan mudahnya memindahkan posisi Cecilia naik ke atas pangkuannya tanpa melepaskan cumbuannya mereka. “Euhm, Fel...” desahan seksi Cecilia lolos saat cumbuan Felix semakin turun menyesap leher jenjangnya. “Sa... sayang, aku tidak bisa lama meninggalkan Lea di rumah sakit,” Cecilia berusaha mengembalikkan kesadarannya sebelum terbawa gairah yang Felix ciptakan. Felix tersenyum tanpa menghentikan aktifitasnya, “Iya sayang, aku akan melakukannya dengan cepat, hmm?" Pria itu tidak lagi dapat menahan gejolak gairah saat menghirup aroma manis kekasihnya yang menyeruak dari tubuh indah Cecilia. Tidak mungkin ia menyia-nyiakan kedatangannya ini, bahkan di mana, moment yang lebih luar biasanya, mereka baru saja berbaikan. “Oh my Felix... A-aku belum mandi sayang...” seru Cecilia saat Felix membuka kancing kemejanya dan meraup kedua payudaranya yang entah sejak kapan sudah kelua
Felix dan Cecilia melangkah keluar dari kamar mandi dengan langkah riang, senyum bahagia terpancar di wajah kedua pasangan sejoli ini. Cecilia terlihat begitu cantik dengan tetesan air yang masih membasahi kulit putihnya. Felix, dengan penuh kasih, membantu Cecilia mengeringkan tubuhnya menggunakan handuk lembut. Setelah itu, mereka saling membantu memakai pakaian, seolah-olah tidak ingin kehilangan satu sama lain.Cecilia menatap Felix dengan tatapan penuh cinta, "Sayang, kamu sudah makan malam?"Felix menggelengkan kepala perlahan, membuat sang kekasih tersenyum manis, "Kalau begitu, kau tunggu di sini. Biar aku buatkan makan malam untukmu."“Cup! Thank you sayang,” Felix mengecup kening Cecilia, kemudian ia berjalan menuju sofa yang berada di ruang tengah.Dengan cekatan, Cecilia mengenakan celemek dan bergegas menuju dapur. Ia membuka lemari pendingin, mengambil bahan-bahan yang diperlukan, lalu mulai memasak. Aroma sedap masakan Cecilia menguar di seluruh ruangan, membuat perut F
Cecilia melangkah dengan hati-hati memasuki lorong rumah sakit, sesekali menyahut sapaan ramah dari para perawat yang berpapasan dengannya. Raut wajahnya tampak sedikit tegang, namun ia berusaha menyembunyikannya. Cecilia menarik napas dalam-dalam, menenangkan detak jantungnya yang berdebar-debar.Begitu tiba di depan kamar Eleanor, Cecilia menarik gagang pintu perlahan, mendorongnya perlahan. Matanya langsung tertuju pada sosok Hana dan Max yang duduk di sisi ranjang Eleanor. Hana terlihat gelisah, ekspresinya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. Max di sisi lain, menatap putrinya dengan raut wajah prihatin.Eleanor sendiri terbaring lemah di ranjang, namun berusaha menyunggingkan senyum tipis. Cecilia dapat melihat gurat kelelahan di wajah sahabatnya itu. Dengan hati-hati, Cecilia melangkah masuk ke dalam ruangan, "Malam, Uncle, Aunty," sapanya dengan nada lembut.Hana yang melihat kedatangan Cecilia langsung bangkit dari kursinya, menghampiri gadis itu, lalu memeluknya erat. "Ter
Pagi itu terasa berbeda bagi Cecilia dan Eleanor. Meskipun cuaca cerah, ada sedikit kekhawatiran yang menyelimuti mereka. Tiga hari telah berlalu sejak kabar mempercepat pembukaan cabang baru itu terdengar, membuat keduanya sedikit cemas. Cecilia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sebelum menjemput Eleanor. Ia tahu hari ini adalah hari penting yang harus mereka hadiri bersama Michael. Dua hari sebelumnya ia sibuk harus bolak balik kantor dan Rumah sakit.Dengan langkah tegap, Cecilia berjalan memasuki bangunan rumah sakit. Matanya dengan cekatan menelusuri koridor, saat membuka pintu, ia mendapati Eleanor sudah rapi dan segar, siap untuk berangkat."Sudah, Lea?" tanya Cecilia dengan senyum lembut di wajahnya. Eleanor membalas senyuman itu dan mengangguk pelan, "Sudah, Kak."Mereka berdua kemudian berjalan beriringan menuju parkiran mobil, menyusuri koridor rumah sakit yang terasa hening.Saat berjalan, Eleanor bertanya dengan nada penasaran, "Jadi Michael tahu, Kak?"
"Nona Cecilia, Nona Eleanor, kalian berdua terlihat sangat cantik. Gaun-gaun itu benar-benar cocok untuk kalian."Cecilia dan Eleanor saling berpandangan, rona kebanggaan terpancar di wajah mereka. Cecilia menjawab dengan sopan, "Terima kasih banyak, Nyonya. Kami sangat senang dengan hasil akhirnya." Eleanor mengangguk setuju, matanya berbinar-binar penuh keceriaan.Nyonya Lisbet tersenyum puas melihat wajah bahagia kedua wanita muda itu. Ia kemudian mengatakan, "Saya yakin kalian akan menjadi pusat perhatian di acara nanti. Semoga kalian dapat menikmati setiap momennya." Cecilia dan Eleanor mengangguk dengan antusias, tidak sabar untuk segera berangkat.Tiba-tiba, pintu butik terbuka dan seorang pria berseragam hitam masuk. Dengan sikap hormat, ia membungkuk dan berkata, "Permisi, saya ditugaskan oleh Tuan Michael untuk menjemput Nona Cecilia dan Nona Eleanor." Kedua wanita itu saling bertukar pandang, sedikit terkejut dengan kedatangan utusan Michael.Cecilia mengernyitkan kening, ia