LOGINAku terus menggesekkan kedua gunungku di dada Mas Arya. Kebetulan banget tadi basah kena soda. Aku jadi punya alasan buat mandi bareng dengannya.
“Mas, kok tumben banget pulang cepat. Kamu tahu ya, kalau aku kangen banget sama kamu. Aku ingin mala mini kamu puasin aku ya, Mas. Pokoknya kamu nggak boleh tidur sebelum aku pu—as,” godaku berkata merayu dan menggodanya. Tapi, seketika aku mundur dan melepaskan pelukan dan gesekan—ku tadi di dadanya. “Ka—ka—kamu?” ucapku gelagapan dan menelan ludahku saat melihat orang yang berada dihadapanku ternyata bukan Mas Arya. Bukan suamiku. Dia tersenyum menarik sudut bibirnya, lalu mata liarnya menatapku dengan perasaan yang tak kumengerti. Seolah membuat desiran dan tatapannya siap menerkam—ku. Laki—laki itu meletakan paper bag yang dibawanya. Apa yang baru saja kamu lakukan, Nay. Bodoh sekali. Pantas saja dia diam saat dipelukmu. Wajahku putihku pucat. Malu dan segera berbalik badan sebelum dia berkata apapun. Aku menyari tatapannya padaku, gaun tidur berwarna putih, menerawang, menampilkan lekuk tubuhku, seolah aku benar—benar telanjang dihadapannya. “Alex, nama—ku, Alex. Sahabat Arya!” Alex menarik tanganku. Mencegahku untuk pergi. “Ah, uhm, iya, maaf aku nggak tahu. Aku pikir tadi Mas Arya,” ucapku benar—benar malu, bisa—bisanya aku bersikap seperti jalang murahan tadi, mengesekan kedua gunung-ku disana. “Arya bilang, pulang telat. Kami akan merayakan ulang tahun—ku. Kau tahu kan hari ini aku ulang tahun?” suara baritone, tegas dan terasa sekali kata—kata Alex seolah memberikan penekanan. Aku benar—benar nggak berani meliriknya. Aku takut dan juga malu. Aku takut kalau Alex menyadari kehadiran—ku tadi siang dikantornya saat dia sedang melakukan pergumalan yang sangat aku inginkan itu. “I—iya, Mas Arya memang bilang mau pulang telat, tapi dia tidak bilang kalau akan ada tamu yang datang ke rumah,” aku berkata masih memunggunginya. Meski itu nggak mengubah apapun, apalagi baju tidur menarawang yang aku pakai itu diatas lutut. Deg! Aku lagi—lagi dikejutkan dengan tangan Alex yang tiba—tiba menarik pinggang dan mendekapku ke dalam pelukannya, “Aku suka gesekan—mu tadi, Nay. Sangat besar, padat dan kencang, sepertinya kamu sudah siap untuk menyambutku. Apa ini hadiah ulang tahun untuk—ku, Nay?” hembusan nafas berbau asap rokok itu berbisik di telingaku. Aku gemetaran dan ingin sekali berontak, tapi tangan liar Alex tiba—tiba sudah memutari pentilku yang seketika itu ikut meruncing saat tangan Alex memutarnya perlahan. “Ah—Lex, ahh!” lengkuhanku. Aku mengigit bibirku dan mencoba waras. Menghempaskan tangan liar Alex yang sedang bermain dipentil—ku. Tanpa berbalik melihat wajah Alex, aku berlari ke kamar dan mengganti bajuku. Hemm … kucing lucu dan manis. Aku nggak sabar untuk mencicipi—mu malam ini. Bersabarlah Nay, malam ini kamu akan menjadi hadiah spesial untuk—ku. “Mas, kamu kok nggak bilang kalau mau ada teman kamu datang ke rumah?” saat telpon terangkat oleh Mas Arya aku langsung memberondonginya dengan pertanyaan. “Ahh ummpp ahh—ku lupa, maaf sayang,” aku menautkan kedua keningku. Rasanya ada yang salah dengan jawaban yang diberikan oleh Mas Arya, tapi apa ya? “Maass, kamu lagi ngapain?” aku beneran penasaran karena suara Mas Arya seakan menghilang. “Ump ahh maaf, Nay, aku lupa memberitahu-mu. Kamu masak lebihan nggak? Kalau nggak aku transfer ke kamu, tolong pesankan beberapa makanan untuk Alex. Dia nggak ada pantangan makan apapun. Kira-kira dua jaman lagi aku pulang!” ucapnya, lalu begitu saja telpon terputus. “Halo, Mas … Mas Arya!” aku menghentakkan kakiku di lantai saking kesalnya dan melihat teman atau sahabat atau apalah itu pokoknya sekutu—nya Mas Arya mungkin. Aku melihatnya sudah duduk santai di sofa sambil menonton saluran yang sempat aku tonton tadi. Saluran dengan film dewasa. Aku belum sempat menggantinya tadi, dan Alex menaikan kakinya di meja seolah itu rumahnya sendiri. Hihh, nyebelin banget sih Mas Arya. Dia lagi ngapain sih? Suaranya tadi kok aneh. Meski kesal karena dia tamunya Mas Arya aku pun menghampiri, apalagi beneran habis telpon terputus Mas Arya mentransferkan aku uang yang nominalnya woow banget buat aku. Lima puluh juta untuk makan malam, memangnya orang itu makan apa sampai harus mengeluarkan uang sebanyak itu. “Aku sudah pesan makanan, aku yakin, Arya pasti lupa dan belum memesankan makanannya kan?” tebak Alex saat langkah kakiku mendekatinya. Aku memang berniat bertanya makanan apa yang dia inginkan. Aku hanya menatapnya. “Lalu, kalau dia tanya, bilang saja semua pesanan makanan kamu yang pesan ok. Uangnya kamu simpan untuk ke salon mempercantik diri,” Alex tanpa diduga mengucapkan perkataan yang membuat aku melonggo. Entah dari mana dia bisa menebaknya, atau memang ada hubungan yang tidak aku ketahui dari mereka. Aku pun baru tahu kalau Mas Arya punya sahabat kaya, tapi songong. Dan benar saja seperti perhitungan bel rumahku berbunyi lagi. Aku berbalik dan menghampiri pintu. Mataku mengkrejab berkali—kali, tidak sangka makanan yang dipesannya banyak. “I—ini semuanya?” aku masih melonggo. “Iya, ini pesanan atas nama Mbak Nayara kan?” aku ingin sekali memaki suamiku, dengan seenakny Alex tahu namaku, sebelum aku memperkenalkan diri. “Makasih Mas, bisa bantu bawa masuk semua,” suara Alex mendadak berada dibelakangku. Aku saja nggak mendengar langkah kakinya mendekat. “Sudah semuanya Mas, ini tip buat kamu!” aku masih saja melonggo, Alex tanpa ragu memberikan uang lemberan merah lima lembar kepada pengantar makanan tadi, persis seperti sultan yang lagi ngasih saweran. “Yuk masuk,” ucapnya lagi, aku mengkrejap kembali. Kaget saat Alex dengan bebas melingkarkan tangannya di pinggangku. “Maaf Mas Alex, tapi di rumah sedang nggak ada Mas Arya. Mas tunggu saja sampai Mas Arya pulang. Aku akan tunggu Mas Arya di kamar.” Aku nggak mau menimbulkan kesalahfahaman kalau Mas Arya nanti melihatku dengan sahabatnya. “Ck, ck, ck, begitu saja dipikirkan. Kamu nggak usah khawatir Nay, Arya pasti ngerti lagian aku nggak ngapa—ngapain kok sama kamu. Atau jangan—jangan kamu berharap aku ngapa—ngapain kamu seperti yang tadi siang kamu lihat.” Dadaku seperti ditusuk ribuan pedang. Aku nggak nyangka kalau Alex memang menyadari kedatanganku. “Apa maksud—mu, Mas? Aku nggak mengerti,” aku terpaksa pura—pura bersikap tenang saat Alex memberikan tekanan padaku. “Oya, benarkah? Beneran kamu nggak ngerti? Bukannya kamu sangat menyukai batang besar—ku ini saat sedang memompa sekretaris seksi—ku itu, hah?” sekali lagi aku merasa di tampar. Aku benar-benar nggak sangka kalau Alex akan mengatakan hal itu untuk menerkan—ku. Aku membuang nafasku kasar. Tidak seharusnya tadi aku memancing perdebatan ini dengan Alex. “Maaf Mas, aku akan tunggu Mas Arya di kamar. Silahkan Mas, nikmati makan malamnya sendiri,” ucapku baru saja akan melangkah pergi. Tapi, blash. Lagi—lagi aku kaget, Alex sudah berhasil menangkap tubuhku dan membawaku duduk di sofa dan ada di pangkuannya. “Temani aku nonton, makan, lalu turuti apapun yang aku mau dan kita menunggu suami—mu sampai pulang. Atau apa yang kau lihat tadi siang di kantor—ku, aku tidak akan sungkan mengatakannya pada suamimu. Aku ingin tahu bagaimana perasaannya saat dia tahu kalau istrinya sedang mengintipku bercinta sambil menelan ludahnya di balik pintu!” Nafasku seperti tercekik dan jantungku seakan berhenti berdetak. Bagaimana aku mempertanggung jawabkan sikap bodoh-ku tadi siang. Aku pasti malu dan merasa buruk sekali dimata suamiku. Bodoh sekali kamu, Nay. Tak terasa butiran beningku sudah membasahi pipi. Aku merasa seperti wanita rendah dan hina. Meski pun kenyataan yang sedang aku alami ini hanya karena aku ingin sekali mendapatkan perhatian dan kasih sayang lagi seperti dulu dari Mas Arya. “Aku mohon, jangan beritahu apapun dengan Mas Arya, Mas Alex. Aku nggak mau sikap—ku yang tadi siang malah ngelukai dan membuat citra istri baik—ku lenyap. Aku mohon Mas, jangan bilang apapun soal tadi siang!” Mungkin terdengar memberikan pembelaaan dan air mata buaya. Tapi, sungguh secuil pun aku nggak pernah berharap kejadian tadi siang terjadi denganku. “Kau benar—benar mencintainya seperti ini, hah?” tangan Alex lembut menghapus butiran bening di pipiku. “Iya Mas, aku sangat mencintainya. Sebagai istri. Sudah kewajiban—ku menjaga nama baik suamiku,” entah kenapa senyuman sinis Alex membuatku tidak tenang. “Baiklah, aku akan tutup mulut. Tapi, apapun yang kuinginkan kau harus menurut, bagaimana?” dalam ragu aku menyelami mata Alex yang tak bisa kutebak sedang merencanakan apa dia padaku. “Ta—pi, Mas.” “Sssttt. Diam, aku ingin mencium dan menikmati pentilmu tadi. Kamu tidak boleh protes, oke?” perlahan tengkuk—ku ditarik lebih dekat padanya. Alex menghujaniku dengan kecupan di kening, kedua mata dan bibir. Alex menatapku sambil tersenyum dan mengarahkan rahangku ke dekatnya, “Saat aku mencium—mu, buka mulut—mu, biarkan lidahku masuk kesana,” aku merinding. Tubuhku meremang. Aku nggak pernah membayangkan akan berciuman dengan sahabat suamiku sendiri karena ulahku yang mengintipnya sedang bercinta …."Apa yang harus kita lakukan, Tuan?" meski Adam tahu tuannya sedang bersedih, dia tetap tidak ingin tuannya terpuruk terlalu lama."Kita akan segera menjemput putriku dan membawanya pulang. Aku tidak ingin dia berhubungan lagi dengan laki-laki dingin itu. Aku tidak mau kalau putriku yang lainnya akan bernasib sama," Reno tidak ingin kejadian yang menimpa Amira terjadi juga pada Amara."Tapi, saya rasa akan sulit Tuan, anda pasti tahu sendiri bagaimana sikap tuan Andreas selama ini. Pastinya dia tetap tidak akan mengalah dengan Anda. Saya yakin, dia akan tetap mencari cara untuk mempertahankan putri kesayangan anda," Adam berusaha menjelaskan karena dia yakin itu tidak akan semudah yang dibayangkan.Belum lagi misi untuk tuannya berdekatan dengan Putri yang sudah lama dicampakkan. Itu tidak akan semudah membalikan telapak tangan."Aku tahu karena itu aku tidak boleh gegabah. Aku nggak boleh melukainya. Setelah yang aku perbuat pada ibunya, aku yakin putriku tidak akan mudah memaafkanku
"Sayang, bisakah kamu tidak melibatkan orang lain di antara pembicaraan kita," Arya mengabaikan semua yang didengar dan dilihatnya. Dia sepertinya sudah tidak perduli dengan perjanjian yang dilakukannya dengan Andreas, dia seperti laki-laki plinpan yang kebakaran jenggot ketika apa yang sudah dimiliki perlahan menghilang."Sudah Mas, pergilah dan tinggalkan Azka di sini, anggap saja aku memang ibunya," Amara sudah tidak ingin terjebak oleh pusaran air yang membuatnya tenggelam."Aku nggak akan ninggalin Azka di sini," Arya berkata seolah sedang memberikan ancaman dan itu dia lakukan untuk mempertahankan hubungannya dengan wanita yang masih berstatus istrinya itu.Amara menatap Arya, ingin sekali dia menampar wajahnya, tapi dia tidak melakukan itu karena dia merasa itu bukanlah hal yang baik.Saat ini jika dia meminta Andreas semuanya kembali pasti laki-laki itu dengan sangat bahagia akan membawanya kembali. Tapi, jika itu dia lakukan berarti waktu bebasnya hari ini sampai besok akan s
"Maafkan aku, Amara. Aku bodoh. Aku benar-benar nggak akan melakukan itu, sayang. Aku nggak mau menceraikan kamu," Arya seperti orang yang berbeda. Berkata merayu asalkan mendapatkan satu kesempatan."Nggak Mas, aku nggak mau. Aku mohon pergilah," Amara tetap menghindar dan mengusir Arya."Sayang, kamu benar benar tega? Ini ada Azka loh, kamu nggak kasihan sama Azka," ucap Arya, masih saja tetap mengiba dan bahkan dia sekarang sudah berlutut di hadapan Amara."Mas!" Amara setengah berteriak, dia tidak habis pikir dan tidak menyangka kalau sikap Arya akan kekanak-kanakan seperti ini. Arya seperti orang yang berbeda, egois dan terus saja memaksakan keinginan. Itu membuat Amara tidak nyaman.Kamu kenapa sih, Mas? Kenapa kamu jadi bersikap seperti ini. Kenapa kamu berubah Mas? Kenapa kamu tidak seperti kamu yang dulu saat pertama kali aku kenal.Apa dulu itu juga hanya tipu muslihat kamu, Mas? Kamu sedang mempercayai aku agar aku bisa menerima kamu. Aku benar-benar kecewa sama kamu, Mas.
Suara ruangan dipenuhi dengan alunan musik dangdut. Amara sedang menyalakan musik dan dia sedang berjoget di kamarnya. Amara melakukan itu hanya untuk menghibur diri dan menghilangkan rasa penat di dalam dada.Dia merasa akhir-akhir ini hatinya sedang tidak baik atau otaknya perlu sedikit refreshing."Jeng jeng Nana Nana jeng jeng jeng!"Amara sedang mengikuti suara dari alunan lagu tersebut. Suara falsnya sedang bergema di ruangan dan siapapun yang mendengar langsung akan membuat sakit kepala, muntah. Mungkin saja bisa gegar otak dan dilarikan ke rumah sakit.Amara bahkan tidak menular suara ponselnya berdering juga bergetar. Tentu saja tidak lain dan tidak bukan si penelepon adalah Andreas. B-laki yang berjanji tidak akan mengganggu sampai batas besok pagi dia menjemputnya.Ke mana wanita itu pergi? Dia benar-benar mengabaikan telepon dariku. Rasanya aku ingin berbalik arah dan kembali saja ke tempat dia. Tapi, semua itu tidak dapat aku lakukan.Bersabarlah Andreas dan tunggulah se
"Baik, Tuan, saya akan menyuruh beberapa orang terpercaya kita untuk menyelesaikan masalah ini. Saya pastikan, mereka akan berhati-hati dengan tugasnya. Sebab, tidak menutup kemungkinan kalau sampai ketahuan, nyawa mereka menjadi taruhannya," Kenzo tetap menjabarkan hal terburuk yang akan terjadi jika mengawasi Reno."Aku tahu, karena dari itu kirimkan saja orang terbaik dan yang paling bisa menjaga rahasia. Ini tidak boleh tersebar dan aku tidak mau kalau calon istriku terganggu karena bocornya informasi yang kalian dapat," Andreas mengultimatum, dia benar-benar belajar dari masa lalunya.Andreas tidak ingin kalau Amara sampai telinga dengan kerajaan kegelapannya. Yang perlu Amara tahu dia adalah laki-laki menyebalkan dan tidak waras. Itu saja sudah membuat Amara gagal fokus menjalani kehidupan.Andreas mencoba mengeluarkan ponselnya dan menekan nomor seseorang. Tentu saja nomor yang ditekannya adalah nomor Amara yang disimpan tanpa sepengetahuan nya.Tidak ada jawaban sama sekali. S
"Kau benar-benar menantu tidak bertanggung jawab. Aku sudah rela memberikan Putri kesayangan hanya untuk menjadi korban di tangannya. Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan bertindak sekejam itu. Aku pikir dengan ketulusan yang diberikan oleh putriku, bisa berubah."Reno menatap tajam, emosinya benar-benar sudah sampai di ubun-ubun, tapi harapan itu tidak sepenuhnya hilang. Karena saat ini Reno yakin gadis yang berwajah mirip dengan putrinya itu juga adalah putrinya."Aku tidak akan membiarkannya terulang kembali. Aku tidak akan merestui kau dengan putriku. Jauhi putriku!" decak Reno tanpa ragu mengklaim Amara sebagai Putrinya.Andreas spontan mengepalkan tangannya dan matanya pun tidak bisa berbohong, dia tidak sepenuhnya menerima keputusan yang ayah mertuanya buat."Putri Papa? Apa maksudnya, Pah? Aku sudah katakan, Pah, dia bukan putri Papa, ini hanya wajahnya saja yang mirip. Dan aku juga seperti papa pada awalnya, menganggap Amara sebagai Miranda, tapi dia benar-benar buk







