Share

Bab 6. Kecurigaan Alexander

Alexander melangkah ke dalam kamar rawat inap Clara dengan langkah pasti yang menggambarkan otoritasnya sebagai seorang CEO yang sukses. Wajahnya diliputi ekspresi serius, tak tergoyahkan oleh emosi apapun. Dia dikenal sebagai sosok yang dingin dan tegas di dunia bisnis.

"Clara," panggilnya dengan suara tanpa belas kasihan.

Clara, terbaring di tempat tidur dengan tatapan cemas yang tak tersembunyi, merasa gemetar di bawah kehadiran Alexander. Dia tahu bahwa saat ini pertanyaan tentang kehamilannya akan diajukan.

"Ya, Tuan Alexander?" jawabnya gemetar.

Alexander tidak membuang waktu. "Mengapa kau hamil, sementara statusmu masih lajang? Apakah kau mencoba untuk memalsukan identitasmu?" tanyanya tanpa ampun, mencari jawaban yang jelas dari wanita muda di depannya.

Clara menelan ludah, mencoba menemukan keberanian untuk menjawab. 

"Aku bertanya kepadamu!" seru Alex memecah keheningan ruangan tersebut membuat Clara terkejut.

"Tuan... Saya belum menikah Tuan," jawab Clara dengan lirih dan tertunduk.

Wajah Alexander menegang lebih kuat lagi. "Apa Maksudmu? Lalu, siapa ayah dari bayi itu?" desaknya, suaranya bergetar oleh kecurigaan yang mendalam.

Clara menatap kosong ke lantai, mencoba menyembunyikan kecemasannya yang tak terbendung. "Saya... saya tidak tahu," ucapnya dengan gemetar.

"Tidak tahu?" ulang Alexander dengan nada yang tajam. "Apakah kau berpikir aku akan percaya padamu?"

Clara merasa terjepit di antara rasa takut kehilangan pekerjaannya dan keinginannya untuk menyembunyikan identitas ayah bayinya. "Maafkan saya, Tuan Alexander. Saya benar-benar tidak tahu," ujarnya dengan nada yang lemah.

Wajah Alexander semakin mengeras, matanya menatap Clara dengan intensitas yang membuatnya merasa seperti terjebak dalam sorotan cahaya yang tajam. "Kau berani bermain-main denganku. Kau bilang kau belum menikah dan tidak tau siapa ayah dari janin yang kau kandung itu! Kau dipecat!" ucapnya tegas, suaranya memenuhi ruangan dengan otoritas yang tak terbantahkan.

Alexander bangkit dari duduknya sambil merapikan jasnya, tatapan tajam masih terarah pada Clara saat ia akhirnya melangkah menuju pintu keluar dengan langkah panjang.

"Dipecat?" lirih Clara sambil meneteskan air mata.

Dalam keadaan dilema, pikiran Clara melayang antara rasa lega karena menjauh dari Alexander namun juga kekhawatiran akan calon bayinya yang membutuhkan asupan gizi. Bagaimana dia akan mencukupi kebutuhan hidup jika benar-benar dipecat?

Clara merasa gemetar di bawah tekanan yang begitu besar. Dia tidak pernah membayangkan bahwa dia akan berada dalam situasi seperti ini, harus menghadapi sang CEO dengan pengakuan yang begitu menyakitkan. "S-Saya diperkosa Tuan," ujarnya lirih, mencoba menahan air mata yang ingin berlinang.

"Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan lelaki itu..." Clara terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Saya benar-benar tidak bermaksud melanggar kebijakan perusahaan, Tuan," tambahnya pelan.

Dalam hati Clara ingin sekali mengungkapkan kebenaran kepada Alexander bahwa dia adalah ayah dari janin yang dikandungnya saat ini. Namun ketegasan serta sikap dingin sang CEO membuat dirinya ragu untuk melakukannya. Bagaimana jika Alexander menolak tanggung jawab? Bagaimana jika pengakuannya malah membuat semuanya menjadi lebih rumit?

Hatinya berdegup kencang, takut akan konsekuensi dari pengakuan yang harus dia buat. Sudah cukup banyak beban yang harus ia tanggung sekarang ini tanpa ditambah lagi dengan ancaman pemecatan dari tempat kerja satu-satunya.

Alexander menghentikan langkahnya tiba-tiba dan mengerutkan dahinya, ekspresi wajahnya serius dan penuh pertimbangan. "Diperkosa? Salah masuk apartemen?" gumam Alexander sambil mencoba memproses semua informasi tersebut dalam pikirannya.

Tatapan tajam sang CEO membuat Clara semakin gugup dan cemas atas reaksi selanjutnya dari pria di depannya tersebut. Apakah Alexander akan percaya padanya atau justru meningkatkan tekan padanya.

Clara merasa deg-degan saat menunggu keputusan dari Alexander. Dia berharap agar dapat diberikan kesempatan untuk membuktikan dirinya di perusahaan sang CEO yang terkenal itu. Namun, Clara juga tak bisa menahan rasa khawatir jika nantinya permintaannya ditolak dengan kasar oleh Alex.

"Tuan, tolong berikan saya kesempatan untuk bekerja di perusahaan Anda," pinta Clara dengan suara lemahnya, tatapan matanya memohon pada Alexander.

Melihat ekspresi wajah Clara yang penuh harap, Alexander memberikan senyuman tipis sebagai respon atas permintaan wanita di hadapannya itu. Namun, dalam hati Alex masih merenung apakah benar Clara hanya salah alamat atau ada hal lain yang tidak diketahuinya.

"Jika kau sudah pulih, langsung datang ke ruanganku!" seru Alex dengan nada yang datar namun tetap tegas sebelum akhirnya meninggalkan ruang rawat tempat Clara berada. Langkah kakinya mantap meninggalkan ruangan tanpa melihat lagi ke belakang menuju kantor pusat perusahaannya.

Clara merasakan sedikit lega mendengar jawaban dari Alexander meskipun belum sepenuhnya pasti apa arti dari undangan tersebut. 

***

Alexander duduk tegak di kursi kulitnya yang mewah, dengan tatapan tajam yang menembus layar komputer di hadapannya. Clara, calon sekretarisnya, telah menjadi misteri yang menarik perhatiannya. 

"Dia diperkosa karena salah masuk apartemen," gumam Alexander dalam hati, tangannya mengetuk-ngetukkan mouse berulang-ulang.

"Pergi kau dari apartemenku!" Kilatan bayangan gadis malam itu mendorong tubuhnya dengan kuat dan mengusirnya.

Alexander memanggil Dariel, Manager pemasaran sekaligus orang kepercayaannya di perusahaannya, dengan satu ketukan ringan di meja. "Selidiki setiap detil tentang Clara. Saya ingin tahu dari mana dia berasal, apa latar belakang pendidikannya, dan siapa yang ada di lingkaran sosialnya. Saya tidak suka misteri, terutama ketika itu berkaitan dengan staf saya."

Dariel terbelalak, tak biasanya bosnya itu tertarik menyelidiki seorang wanita. Hatinya berdebar-debar karena merasa ada sesuatu yang tidak biasa dalam permintaan Alexander kali ini.

"Tuan, apakah saya tidak salah dengar?" tanya Dariel tampak tidak percaya dengan perintah bosnya itu. 

Alexander hanya menjawab dengan sorot tajam mengarah ke Dariel. Ekspresi wajah sang bos membuat Dariel semakin yakin bahwa ini bukanlah permintaan biasa.

"Ba-baik saya akan melakukannya, Saya permisi," ujar Dariel terlihat ketakutan saat melihat wajah kesal sang bos.

Dengan hati-hati dan pikiran yang dipenuhi pertanyaan, Dariel segera meninggalkan ruangan menuju koridor yang membawanya ke departemen personalia. Langkah kakinya mantap meskipun pikirannya masih dipenuhi oleh penasaran yang muncul akibat perintah aneh dari atasannya tersebut. Sesampainya di departemen personalia, ia langsung bertemu dengan kepala bagian untuk memberikan instruksi dari Alexander tanpa menambahkan komentar lebih lanjut.

Sementara itu, Alexander sambil menunggu Dariel. Dia memanggil asisten pribadinya dan memerintahkan untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang pemilik liontin itu. "Bagaimana hasil penyelidikanmu? Apakah kau menemukan pemilik Lontin ini?"

"Tuan, Liontin ini adalah Liontin turun temurun dari keluarga William," jawab Sang pengawal dengan penuh hormat.

"Baiklah, kau boleh pergi sekarang," perintah Alexander menggerakkan tangannya.

Alexander mengerutkan keningnya mencoba untuk berpikir. Ia merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan liontin tersebut. Dariel akhirnya tiba membawa laporan dari departemen personalia dan keamanan. 

"Tuan, laporan dari departemen keamanan dan personalia," kata Dariel, memberikan berkas kepada Alexander.

Alexander langsung menyambut laporan tersebut dengan antusiasme.

"Tuan, apakah ada lagi yang harus saya kerjakan?" tanya Dariel yang sejak tadi diam berdiri di depan meja Alexander tampak bingung dengan tingkah bosnya itu.

"Pergilah!" perintah Alexander terus memperhatikan laporan yang Dariel berikan kepadanya.

"Cheval Wharf," lirih Alexander sejenak menyadari jika dirinya dan Clara dalam unit apartemen yang sama.

"Baiklah, Clara. Kau sedang bermain petak umpet denganku, lihat saja aku akan membuatmu mengaku dengan sendirinya," ujar Alexander dengan senyum liciknya memandang liontin yang dia temukan di kamar apartemennya.

Kai Chang

Apa ya, kira-kira yang akan Alex lakukan dengan liontin itu?

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status