Share

Terasa Lumpuh

Angela mengerjapkan matanya perlahan, mencoba beradaptasi dengan ruangan berlampu tidur temaram. Setelah matanya mulai terbiasa, ia bangkit dari posisi tidurnya dan duduk termenung, memandangi sekitar dengan bingung.

Mengapa aku ada disini?

Seingatnya, dia sedang berada di klub, seseorang mengajaknya berbicara tapi ia tidak ingat siapa. Lalu bagaimana bisa ia tiba-tiba berada di kamarnya seperti ini?

Tok! Tok!

"Nona, anda ditunggu Tuan di ruang makan."

Ah, aktivitas menjengkelkan ini lagi.

Angela menyahut memberitahukan bahwa sebentar lagi ia akan turun.

Saat ia bangkit berdiri, tubuhnya terhuyung. Kepalanya terasa sangat pusing, dunia terasa berputar saat kakinya berdiri menginjak lantai.

Sial! Ada apa denganku?

Ia memaksa bangkit kembali namun selanjutnya ia menyerah. Ia tahu, tubuhnya tidak mampu melayani keinginannya untuk dapat tegak berdiri.

Saat baru saja memutuskan untuk kembali tidur, suara perutnya terdengar jelas. Sudut matanya melirik jam dinding dan menyadari ini sudah pukul sembilan pagi. Seharusnya ia sudah makan pagi sejak jam tujuh tadi.

Bagaimana ini? haruskah aku berteriak memanggil pelayan?

Hingga tiga kali Angela berteriak, tidak ada satupun pelayan datang. Kerongkongannya terasa kering, rasanya haus sekali. Namun lagi-lagi ia harus menahan kesal saat melihat wadah air minum di meja samping tempat tidurnya terlihat kosong.

Selagi ia memikirkan harus dengan cara apa memanggil pelayan, saat itu handphone nya berdering.

Nama Sebastian muncul di layar, ia merasa enggan untuk mengangkat telepon namun ia berpikir, Sebastian mungkin dapat menolongnya.

"Are you okay, Angela?" suara berat pria di seberang sana menyapanya.

"Tolong suruh pelayan datang ke kamarku. Bawa makanan dan minumanku ke kamar."

"Kenapa tidak makan saja disini?"

Angela berdecak kesal, "Melihat wajahmu membuat nafsu makanku hilang!"

Jari lentik Angela segera menyentuh layar dan mematikan sambungan telepon. Ia sendiri tidak mengerti, mengapa setiap kali mendengar suara Sebastian emosinya selalu memuncak.

Apalagi dari rekaman video CCTV yang dilihatnya, sepertinya Sebastian terlibat dalam pembunuhan Garvin. Ya, ia sangat yakin Garvin meninggal bukan murni karena sakitnya tapi karena dibunuh oleh seseorang.

Tok! Tok!

Kening Angela mengerut, cepat sekali?

Saat ia memutarkan badannya hendak bangun, seketika ia teringat, ia tidak bisa bangun dari tempat tidur.

"Nona, saya bawakan makanan dan minuman untuk anda."

Bagimana ini? Ah, aku sangat lapar.

Seketika nama Sebastian muncul dalam pikirannya. Bukankah rumah ini milik Sebastian? Ia pasti punya solusinya, bukan?

Saat jari lentiknya hendak menekan panggilan, ego dan harga dirinya berteriak kencang, mencegahnya melakukan hal memalukan.

Biarkan saja. Aku lebih baik mati daripada meminta pertolongan pada laki-laki itu!

Angela memejamkan matanya, memaksa agar tubuhnya dapat diajak bekerja sama. Ia ingin tidur saja sampai sore.

------------------------------------------

"Selamat pagi, Tuan."

Kelly, sekretaris Sebastian menyapa dengan senyuman manis, "Sudah selesai liburannya, Tuan?"

Sebastian tidak menjawab, ia bahkan tidak mengalihkan retinanya dari komputer, "Kamu bawa data yang saya minta?"

Wajah Kelly yang semula cerah mendadak kesal, ia memang sudah sering diperlakukan dingin oleh Sebastian, tapi lebih dari tujuh hari tidak melihat wajah tampan atasannya membuatnya rindu.

"Ini, Tuan."

"Kamu yakin wanita ini adalah adik istri saya?"

Mendengar Sebastian menyebut kalimat 'istri saya' menimbulkan getaran aneh di dada Kelly. Sampai saat ini ia masih tidak percaya, Sebastian Evan Sanders sudah menikah.

"Iya, Tuan."

"Oke. Kamu boleh pergi."

Kelly tahu ia harus segera pergi saat atasannya memintanya pergi, namun kakinya masih terpaku di tempat yang sama, matanya masih belum mau melepaskan pandangan dari wajah tampan Sebastian.

Beruntung sekali Angela itu!

"Ada yang mau kamu laporkan lagi?" tanya Sebastian dingin. Ia tetap tidak mengalihkan retinanya dari layar komputer. Namun tanpa harus menoleh, ia tahu wanita di sampingnya ini menatap wajahnya seakan ingin melahapnya sekarang juga.

"Ah, t-tidak, Tuan," dengan terburu-buru Kelly membalikkan badan. Saat hampir melewati pintu, langkahnya terhenti, dengan penuh harap ia kembali membalikkan badan, menatap wajah atasannya, "Anda mau saya bawakan kopi, Tuan?"

"Tidak perlu! Istri saya sudah membuatkan kopi yang nikmat untuk saya tadi."

Kalimat itu adalah sindiran yang paling halus agar Kelly harus segera mengangkat kakinya sekarang juga dari ruangan.

Gadis sepintar Kelly, tentu ia mengerti. Namun bukannya pergi, ia malah berjalan mendekati Sebastian. Pikirannya buntu, ia hanya ingin berada di dekat Sebastian saat ini. Selama ini ia tidak mendekati tuannya karena rumor yang beredar bahwa tuannya tidak menyukai wanita.

Tidak ada yang pernah melihat Sebastian bersama seorang wanita. Ia tidak menyukai klub, tidak menyukai keramaian dan sosoknya yang misterius membuat banyak wanita kecewa dengan rumor yang beredar. Banyak sekali rumor yang beredar, mereka bilang bahwa Sebastian hanya pria menarik di mata namun tidak berguna di atas ranjang.

Lalu tiba-tiba, tuannya ini menikah? Dengan seorang wanita yang menyebalkan seperti Angela?

Oh tidak, Tuannya bisa mendapatkan seorang wanita yang lebih baik dari Angela.

Sebelum langkah Kelly semakin mendekat, Sebastian menoleh, menatap tajam kedua manik mata Kelly yang berwarna hazel,

"Nona Kelly, anda tidak sadar bahwa saya sangat terganggu dengan keberadaan anda?!"

Langkah kaki Kelly mendadak terhenti, mentalnya mendadak ciut, "M-maaf, Tuan."

"Apa anda mau saya pecat sekarang?! Sialan! Anda membuat suasana hati saya memburuk pagi ini!!"

Perasaan takut dan gugup nyatanya bisa membuat pikiran kacau. Begitu juga dengan Kelly yang dengan paniknya membalikkan badannya namun justru menabrak pintu kaca. Tanpa memperdulikan rasa sakit di keningnya, ia segera berjalan terburu-buru keluar ruangan.

Sebastian menggelengkan kepalanya kesal. Wanita kurang ajar itu harus segera diganti.

Dokumen di tangannya dapat dengan segera mengalihkan rasa jengkelnya. Manik matanya bergerak mengikuti tulisan yang ia baca. Saat sampai di lembar kedua, ia melepas kacamatanya lalu tertegun.

Pantas saja Angela seperti ini. Pantas saja ia selalu menutup diri dari setiap orang di sekitarnya.

Tiba-tiba pikiran licik berkelebat dalam pikirannya. Lavenska baru saja mengajukan pinjaman dalam jumlah yang fantastis untuk membesarkan studio kecantikan yang Angela berikan padanya.

Wanita itu pasti berfikir jika BCB Royal Bank milik Sebastian akan dengan sangat mudah menyetujui pinjamannya. Ia tidak tahu, jika Sebastian sudah mengetahui segala perbuatan menjijikkan mereka pada Angela.

Jarinya segera menekan beberapa nomor di layar handphone. Saat panggilan diangkat, Sebastian memainkan pena di jarinya, "Pinjaman Lavenska. Kamu yang menanganinya, bukan?"

Suara wanita di seberang sana terdengar terkejut, "I-iya, Tuan. Apa saya melakukan kesalahan, Tuan?"

Tentu saja ia terkejut, pegawai rendah dari salah satu cabang BCB royal Bank sepertinya di hubungi langsung oleh pemilik perusahaan. Dan lagi, ia hanya menanyakan tentang pinjaman salah satu nasabah.

"Buat mereka meminjam sejumlah delapan juta dollar!"

Wanita itu mengerutkan keningnya, "T-tapi, Tuan. Ia hanya mengajukan pinjaman lima ratus ribu dollar. Dan juga...."

Sebastian mendecak kesal, "Minta ia menjadikan rumah, mobil dan studionya sebagai jaminan!" potongnya cepat, "Dan jangan lupa, kamu harus bisa menjadikan tempo pinjamannya dalam waktu 2 tahun."

"T-tapi, Tuan. Itu sangat sulit, wanita ini mengaku sebagai adik Tuan."

Bibir Sebastian tersenyum licik, "Bukankah justru itu malah mempermudah pekerjaanmu? Karena dia mengaku sebagai adikku, janjikan saja kepadanya bahwa semuanya akan baik-baik saja."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status