LOGINMobil Denzel melaju mulus menuju penthouse. Sepanjang perjalanan, keheningan di antara mereka begitu terasa, meskipun Audrey telah setuju untuk memasak, tapi hatinya dipenuhi oleh keraguan dan dominasi Denzel.
Sesampainya di penthouse, Audrey langsung menuju dapur, mengeluarkan bahan-bahan yang ia beli sebelumnya. Ia berusaha fokus pada persiapan memasaknya, Audrey berharap kegiatan itu bisa mengalihkan pikirannya dari kata-kata Denzel kepada Pak Melvin, Papanya.Denzel menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu dapur, mengawasi setiap gerakan Audrey. Mata birunya tidak lepas dari wanita itu, seperti predator yang mengamati mangsanya."Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Audrey, merasa tidak nyaman di bawah tatapan intens Denzel. Ia sibuk mengupas bawang.Denzel tersenyum tipis. "Aku hanya mengagumi calon istriku yang sangat berbakat. Memasak dan mendominasi di tempat tidur. Kamu adalah paket lengkap, Audrey."Wajah Audrey merona.Saat Denzel hendak menjawab telepon masuk itu, tiba-tiba panggilan terputus lalu muncul notifikasi pesan. [Fiona : Audrey, kamu dimana..? Kamu baik-baik saja? Aku sempat baca dan dengar gosip itu.. Aku cari kamu di perusahaan gak ketemu terus.. Kamu dimana? Apa Pak Denzel melindungimu?]Denzel segera melangkah menjauh, perlahan kembali ke arah balkon kamar lalu menghubungi Fiona. [Audrey, kamu baik-baik saja?][Ini aku, Denzel.][Eh.. Oh.. Pak Denzel.. Ma-maaf apa saya salah mengirim pesan ya tadi?] suara Fiona gugup setelah tau Denzel yang bicara dengannya. [Kamu gak salah kirim pesan, ini memang ponsel Audrey. Dengarkan aku, jangan sekali-kali buat gosip tentang Audrey.][Tidak mungkin, Audrey sahabat ku.. Mana mungkin aku melakukannya..][Bagus. Kalau gitu, aku ada tugas buat kamu! Awasi Stella, Aiden dan sekitarmu.. Kalau ada apapun yang membicarakan Audrey atau apapun, laporkan pada Aksa, atau padaku saja juga boleh..][Ba-baik Pak Denzel.. Saya.. Saya akan lapor Pak Aksa aja
Denzel bangun lebih dulu dari Audrey karena mendengar dering ponselnya, ia dengan hati-hati melepaskan diri dari pelukan wanita itu, memastikannya tetap tertidur pulas. Denzel mengenakan bathrobe dan berjalan ke balkon, menghirup udara dingin pagi hari.Tatapan Denzel tampak dingin dan tajam, kontras dengan kehangatan ranjang yang baru saja ia tinggalkan. Denzel Shaquille, kembali memegang kendali sebagai sang CEO yang tampak kejam. Ia segera merespon panggilan masuk dari Aksa. [Aksa, sudah kubilang batalkan semua. Jangan telepon lagi sebelum jam 9.] Suara Denzel terdengar kasar karena terganggu.[Maaf, Denzel. Tapi ini penting. Dokter kandungan yang kamu minta sudah aku atur. Rahasia. Besok sore. Di rumah sakit internasional di luar kota. Privasi terjamin. Dan.. Aku sudah siapkan dokumen pernikahan yang kamu minta. Pengacara siap menikahkan kamu kapan pun di akhir pekan ini.] Aksa melaporkan dengan nada cepat dan profesional.Denzel menyandarkan punggungnya ke pagar balkon, panda
Setelah mengakhiri panggilan, Denzel memeluk Audrey kembali, tersenyum hangat."Dengar, baby? Aku sudah membuat rencana. Kita akan menikah, dan dokter akan memastikan kamu siap untuk segera hamil. Aku tidak akan membiarkan ancaman Velove menjadi nyata. Kamu akan melahirkan anak-anakku, dan tidak ada yang bisa menghentikannya."Audrey menatap Denzel dengan mata penuh cinta dan terima kasih. "Terima kasih, Denzel. Terima kasih karena kamu selalu melindungiku.""Melindungimu adalah tugasku. Dan sekarang, tentang anak itu.." Denzel tersenyum jahil, tatapannya kembali sensual. Ia membalik tubuh Audrey, menindihnya lagi."Kita akan merayakan kesepakatan ini. Aku akan memberikan hukuman ekstra, 'Hukuman menanam benih’, yang akan memastikan benihku tertanam kuat di rahimmu. Aku ingin anak kita segera datang, Audrey. Aku tidak sabar."Denzel kembali mengunci bibir Audrey, memulai ronde kedua yang lebih lembut, lebih fokus pada keintiman dan masa depan. Setiap sentuhan, setiap ciuman, dan
Ketika sampai di penthouse Denzel, pintu baru saja tertutup di belakang mereka, tapi Denzel sudah mengangkat Audrey dalam pelukannya, membawa wanita itu langsung ke kamar tidur utama."Kita tidak akan bicara lagi, baby. Kita akan menggunakan bahasa tubuh," desis Denzel, matanya menyala penuh gairah yang terpendam.Denzel meletakkan Audrey dengan lembut di atas ranjang king-size, tapi ia tidak memberinya jeda. Pria itu langsung menindih Audrey, mengunci bibir mereka dalam ciuman yang brutal dan menuntut.Ciuman itu adalah pelepasan dari semua ketegangan hari itu, konfrontasi dengan Aiden, ancaman Velove, dan strategi pembalasannya yang baru saja akan Denzel susun untuk membalas siapa saja yang mencoba menyakiti AudreyTangan Denzel bergerak cepat dan tidak sabar. Dia membuka kemejanya sendiri, memperlihatkan dada bidang dan otot perutnya yang keras. Kemudian, ia mulai melepaskan pakaian Audrey dengan tergesa-gesa."Kamu terlalu cantik untuk disembunyikan," gumam Denzel, mencium ga
Wajah Denzel tidak lama langsung bersinar dengan antusiasme setelah mendengar pertanyaan Audrey. "Ingin punya anak darimu?" Denzel tertawa rendah, suaranya dipenuhi kebahagiaan. "Tentu saja, baby! Kenapa kamu bertanya? Aku sangat ingin anak darimu! Anak yang memiliki matamu, dan rambut sehitam milikku. Anak yang akan mengisi rumahku dengan tawa yang nyata, bukan tawa yang pura-pura aku tunjukkan selama ini."Denzel mencium dahi Audrey dengan lembut, penuh janji. "Aku bahkan sudah memikirkannya sejak kita kembali dari Bali. Setelah kita menikah, aku ingin kita langsung mengusahakannya. Aku sudah tua, Sayang, aku ingin cepat-cepat melihat anak kita berlarian di rumah. Aku hanya belum mengatakan ini karena aku ingin kita menikah lebih dulu, Audrey. Tapi sepertinya kamu sudah gak sabar ingin punya anak dari ku ya.. Hmm.. Tentu saja, aku akan semakin rajin memprosesnya diranjang, baby.."“Denzel..!” pekik Audrey, dia tidak menyangka Denzel merespon dengan sangat bahagia.Mendengar kata
Denzel tidak lagi peduli apa yang Aiden katakan, ia justru melanjutkan kata-katanya. “Aku sangat mencintainya. Dan dia juga mencintaiku. Hubungan kita dimulai setelah kalian berakhir. Aku harap kamu mengerti, Aiden.. Tapi aku kalianmSebaiknyaasih akan merahasiakan hubungan ini dari publik untuk sementara.. Hanya memberitahu kalian berdua, kalau kalian masih menyentuhnya.. siap konsekuensinya!” Itu sebuah peringatan keras untuk Velove dan Aiden. Aiden bangkit lagi, matanya dipenuhi kemarahan yang tampak begitu jelas. "Bohong! Papa pasti bohong! Audrey pasti hanya memanfaatkan Papa untuk balas dendam padaku! Aku yang selingkuh, ya! Tapi dia sengaja mendekati Papa untuk menghancurkanku!"Aiden menatap Audrey, nadanya berubah menjadi memohon, rasa cemburu dan posesifnya kembali muncul. "Audrey, katakan pada Papa kalau itu tidak benar! Kamu melakukan ini untuk membalasku, kan? Sekarang kamu sudah puas! Kita lanjutkan saja pertunangan kita, aku akan putus dengan Stella, dan kita akan m







