Deryl diam saja, hanya hidungnya kembang kempis dan bahunya naik-turun menahan perasaan rendah diri yang bergejolak. “Jangan-jangan kamu malah mendukungku untuk melanggar komitmen kita demi uang? Maaf saja, aku tidak serendah itu meskipun aku bisa melakukannya.” “Cukup, Vit. Berhenti memojokkan aku terus ....” “Itu karena kamu menahan kepergian aku dari rumah ini, Deryl. Jangan egois lah, kamu cinta sama Yura kan?” Deryl mengangguk, bahkan tanpa berpikir lebih dulu. “Kalau begitu aku kasih kamu jalan untuk bisa bersama Yura ....” “Tapi aku juga cinta sama kamu, aku tidak mau kita bercerai.” “Itu sudah keputusan aku, sama seperti keputusan kamu yang memilih untuk menikah diam-diam di belakang aku.” Deryl menarik napas panjang. Dia tidak menduga kalau istrinya bisa berubah sedrastis ini. Kavita yang dulu rela melakukan apa saja demi keluarga mereka bisa tetap makan dengan utang yang menumpuk setinggi gunung, kini seolah menunjukkan taringnya yang perkasa. Rayuan semanis apa pun
Mata Deryl membulat penuh gairah, begitu juga dengan Yura. Keduanya sama-sama membayangkan betapa besar nominal uang yang sengaja disembunyikan Kavita.“Apa-apaan!”Sesaat berikutnya Deryl menatap tajam ke arah Kavita.“Kenapa, Ryl? Ada berapa ratus juta uang kamu di rekening Vita?”“Ini ... ini tidak bisa dipercaya!”“Ada apa sih, Ryl? Ngomong yang jelas!” Kavita asyik menjadi penonton pada pertunjukan yang sedang berlangsung di depannya.“Jujur sama aku, kenapa uangnya cuma tinggal segini?” tuntut Deryl seraya memandang Kavita.“Maksudnya?”“Jangan pura-pura bodoh, Vit!”“Aku bukan pura-pura bodoh, tapi aku sedang bertanya sama kamu.”Yura tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, dengan penuh rasa keingintahuannya yang tinggi dia segera menarik lengan Deryl dan mengintip layar ponsel Kavita.“Berapa ratus jut—apa ini?” Kavita tersenyum remeh ketika melihat perubahan drastis di wajah pasangan suami istri itu.“Saldonya kurang dari seratus ribu?”“Iya, memang segit
“Kalau bisa, saya ingin satu kali sidang langsung selesai saja, Bu. Bisa tidak, ya?” tanya Kavita yang sudah tidak sabar ingin segera berpisah dari Deryl. “Saya akan coba upayakan, Bu.” Tricya berjanji. “Apalagi posisi Anda lebih kuat di sini, terdapat bukti yang menunjukkan kalau Pak Deryl adalah suami yang tidak bertanggung jawab, termasuk pernikahan keduanya yang dia lakukan secara diam-diam.” Kavita menarik napas lega, dia tahu bahwa Ezra tidak mungkin sembarangan merekomendasikan orang kepadanya. “Kita sarapan apa ini?” Pagi itu di rumah Deryl, para penghuni sudah duduk di meja dapur yang masih bersih. “Ibu dan Yura tidak memasak ya?” “Ibu masuk angin, Kak.” “Terus Yura?” Deryl mengalihkan pandangan kepada istri keduanya. “Kulkas kosong, sudah sejak kapan itu kamu tidak isi juga dengan bahan makanan sehari-hari.” Yura beralasan. “Di toko cuma ada sarden, mi instan, telur, bisa saja sih aku ambil—nanti takutnya ada yang lapor.” Karin terbelalak mendengar sindiran Yura yang
“Enak juga masakan kamu ya, Vit?” “Masa? Itu masakan ala kadarnya, masa enak?” “Kalau tidak enak, aku tidak akan makan.” “Bisa saja kamu takut kalau aku tersinggung.” “Serius, Vit. Ini enak sekali!” Melihat interaksi antara Kavita dan Adya yang begitu akrab penuh canda, akhirnya Ezra mengurungkan niatnya dan memilih untuk pergi. Malam itu tidur Kavita berlangsung damai, sampai akhirnya terdengar suara tegas yang memanggilnya dengan nada mendominasi. “Kavita, bangun.” Rasa kantuk dan pikiran yang teramat lelah membuat Kavita sulit untuk membuka kedua matanya. “Kavita, bangun sebentar.” “Iya ....” Tetap tidak ada pergerakan yang berarti. “Kavita, ini gawat! Bos kamu ....” Strategi yang lumayan berhasil. “Bos ...? Kenapa dengan Pak Ezra? Apa yang terjadi sama dia?” “Bangun dulu, cepat!” Kavita tergeragap dan menoleh ke sana kemari seakan baru saja mengalami mimpi buruk, di saat yang sama Ezra juga balas menatapnya. “Pak Ezra ... Ada apa?” tanya Kavita sambil buru-buru ban
Seperti perintah Ezra sebelumnya, dia baru turun setelah sang bos masuk ke dalam gedung perkantoran. Itupun Adya harus menjauhkan mobil supaya tidak terlihat oleh pegawai lain. “Sepertinya tidak masalah kalau aku turun sekarang,” ujar Kavita. “Memangnya kenapa sih kamu harus nunggu Pak Ezra masuk kantor dulu? Kan memang dia sudah kasih kamu tumpangan.” “Aku merasa tidak enak saja dengan karyawan lainnya, Adya.” “Bilang saja kalau kamu memang kerja di rumah Pak Ezra juga.” Kavita menarik napas. “Tidak sesederhana itu, pendapat tiap orang kan beda-beda.” Adya tidak lagi berkomentar, sampai akhirnya Kavita turun dari mobil Ezra. Sebelum mencapai halaman, Kavita merasakan ada yang menarik bahunya dengan gerakan kuat. “Vit, aku mau bicara!” Kavita menoleh dan terkesiap saat melihat keberadaan Deryl di dekatnya. “Mau bicara apa lagi kamu? Bukankah kamu tidak mau melihat wajahku?” Deryl terlihat berusaha keras untuk tidak terpancing emosi. “Aku sadar terakhir kali kita bicara, si
Gerak Kavita jadi terhambat dalam beraktivitas karena memar dan rasa nyeri yang begitu kuat saking kerasnya dia terjatuh saat Deryl terjerembab karena dikejar-kejar orang.“Jadi suami kamu yang bikin perkara lagi?” tanya Ezra saat kesigapan Kavita sedikit berkurang ketika menyiapkan segala kebutuhannya.“Iya, Pak ....”“Dia sudah mengusir kamu kan? Dan dia juga yang cari-cari kamu lagi?”“Begitulah, saya juga heran. Maaf ya, Pak ... Saya tidak bisa kerja cepat, nyeri masih terasa.”Ezra diam sebagai tanggapan, yang justru diartikan Kavita sebagai ungkapan tidak senang.“Nafkah bulanan saya dipotong juga tidak apa-apa, namanya juga musibah.”“Saya potong sampai lima puluh persen, mau?”“Jangan lah kalau lima puluh persen, Pak ... Saya masih bisa gerak kok ini, lihat.” Kavita menarik satu setel piyama tidur Ezra dan meletakkannya di tepi tempat tidur, lalu dia menarik keluar keranjang cucian kotor untuk dia bawa turun ke tempat cuci.“Masak nasi goreng masih bisa?” cetus Ezra k
Sejak gagal membujuk Kavita dan nyaris menjadi bulan-bulanan massa, Deryl tidak memiliki pilihan lain kecuali pulang ke rumahnya dengan tangan kosong.“Kok lesu begitu, Ryl?” sambut ibu heran. “Dari mana kamu? Melamar kerja lagi?”“Iya, Bu.” Deryl terpaksa berbohong.“Daripada kamu sudah payah begitu, lebih baik kamu kelola toko saja.”“Masalahnya stok barang sudah banyak yang berkurang, seperti yang Ibu bilang kalau agen tidak lagi rutin menyetor barang.”“Tidak apa, kamu bisa mulai semuanya dari nol lagi.”Deryl tertunduk lesu. Dia tidak terbiasa memulai segala sesuatunya dari awal, selama ini Kavita yang merintis semua hal dan dia tinggal menunggu hasilnya dengan santai.“Ibu dan Karin akan bantu kamu, sayang sekali kalau bisnis toko itu tidak kamu lanjutkan ....”Deryl akhirnya mengangguk karena tanpa adanya Kavita, seluruh jalan keluar seolah sudah tertutup kabut yang sangat tebal.Dan sekarang inilah yang Deryl lakukan. Menuruti saran ibunya, dia membuka lagi toko serba
“Dikasih jepit rambut saja,” usul Ezra sembari meraih sebagian kecil rambut Kavita yang ada di sisi kanan dan kiri lalu menyatukannya. “Seperti ini ....”“Waaahh, Anda jago jadi penata rambut juga!” Kavita memuji, seraya menatap Ezra dari pantulan mereka di cermin. “Masih ada beberapa jam, saya beli tas yang cocok dulu dengan baju ini.”Ezra menarik tangannya dan berpendapat hal yang sama, neneknya mungkin telah melupakan sesuatu yang penting.“Masih keburu kan, Pak?”“Iya.”“Kalau begitu saya ajak Adya, boleh?”Ezra tidak perlu berpikir lama untuk segera menjawab. “Memangnya di sini siapa yang jadi suami kontrak kamu, saya atau Adya?”Namun, dia mengatakannya dalam hati saja.“Bagaimana, Pak?”“Adya bukannya harus bersiap-siap untuk mengantar kita nanti?”Kavita mengangguk paham.“Kalau begitu saya mau ajak Siska saja, Pak.”“Terserah, yang penting jangan lama-lama.”Setelah mengantongi izin dari Ezra, Kavita pergi ke kamar tamu untuk berganti pakaian.“Aduh Vit, lain k