Maaf status bukunya sempat tamat, habis sakit jadi ga bisa update.
Kavita mau tak mau tersenyum membaca tulisan yang Ezra tinggalkan untuknya.“Lumayan dapat libur satu hari!” seru Kavita sambil menjatuhkan diri di tempat tidur Ezra lagi. “Pak bos tahu kalau aku benar-benar lelah harus kerja setiap hari ... makanya aku boleh libur ....”Kavita memandang langit-langit kamar dengan pikiran menerawang. Setelah urusannya dengan Deryl selesai, maka kontrak pernikahan dengan Ezra akan otomatis berakhir kecuali ada pihak yang menawarkan perjanjian baru.Namun, kalau dipikir-pikir lebih jauh lagi, Ezra tidak memiliki kepentingan apa pun untuk memperpanjang kontrak pernikahan mereka.“Halo, Bu Kavita! Apa kabar?”Tricya mengembangkan senyumnya dengan ramah ketika Kavita muncul di kafe setelah menyepakati jadwal pertemuan.“Baik, Bu! Bagaimana perkembangannya, kapan saya bisa mengambil rumah itu?” tanya Kavita antusias.Tricya lantas menjelaskan tentang dirinya yang sedang mengupayakan komunikasi dengan Deryl dan sudah bisa ditebak kalau pihak sana belu
“Itu artinya ... sebentar lagi kontrak pernikahan kita akan segera berakhir juga, Pak.”“Apa maksud kamu?” tanya Ezra dengan nada tajam.“Maksud saya ... setelah permasalahan saya dengan Deryl selesai dan rumah itu kembali ke tangan saya, itu artinya saya sudah ....”Kavita tidak melanjutkan ucapannya.“... sudah tidak membutuhkan saya lagi?” tebak Ezra, tepat sasaran.Kavita diam dan tidak segera menjawab, takut salah bicara.“Menyedihkan sekali ya, habis manis sepah dibuang.” Ezra melanjutkan kalimatnya.“B—bukan seperti itu, Pak!” bantah Kavita buru-buru sambil menggeleng. “Saya kan masih bekerja di kantor Anda, tapi mungkin bedanya saya tidak tinggal di sini lagi kalau kontrak pernikahan kita sudah selesai ....”Ezra tidak berkomentar, dan itu membuat Kavita enggan melanjutkan obrolan karena suasana yang mendadak berubah canggung di antara mereka.Ketika kembali ke kamarnya, Kavita membongkar kembali surat kontrak yang telah dicetak dan ditandatangani kedua belah pihak.
Kavita membulatkan mata setelah mendengar jawaban Ezra.“Memperpanjang kontrak pernikahan kita, Pak?” ulangnya heran. “Apakah ada sebuah tujuan yang ingin Anda capai, Pak?”Ezra mengangguk. “Kenapa, apa kamu sudah ada rencana untuk menikah dengan orang lain?”“Tidak, Pak. Saya paling Cuma melanjutkan pekerjaan di kantor seperti biasanya. Kalau menurut Anda saya bisa berguna untuk tujuan Anda, saya tidak masalah kalau pernikahan kontrak ini diteruskan.”Ezra mengangguk, hampir saja dia akan memaksa Kavita seandainya sang istri menolak untuk memperpanjang kontrak pernikahan.“Apa yang ingin kamu minta dari saya sebagai kompensasi?” tanya Ezra.Kavita berpikir sejenak. Untuk nominal nafkah bulanan, dia tidak merasa kurang. Namun, tetap saja dia harus mempertimbangkan fasilitas dari Ezra yang bisa dimanfaatkan olehnya.“Untuk saat sekarang belum ada, Pak.” Kavita menggeleng. “Mungkin saya akan bicara lagi kalau sudah terpikirkan.”Ezra mengangguk.“Jadi kapan kamu siap untuk memp
“Jadi Pasha, inti dari tujuan kamu ini sebenarnya apa?” tanya Miranti ramah.Pasha melirik Ezra sebentar sebelum menjawab, lantas dia mengulang kembali kalimat apa saja yang dia ucapkan ketika bertandang ke kantor.“Jadi ayahnya Ezra ...?”Pasha mengangguk tenang.“Akhir-akhir ini kesehatannya memang sering menurun, tapi masih bisa ditangani. Karena itu dia sangat ingin memanfaatkan waktu selagi masih ada kesempatan untuk memperbaiki hubungannya dengan Ezra ....”“Jangan bawa-bawa aku,” potong Ezra dengan nada keberatan.“Tapi aku tidak mengada-ada,” kata Pasha. “Kamu bisa membuktikannya dengan datang sendiri ke rumah keluarga besar.”Ezra enggan berkomentar.“Menurut om, dia sudah beberapa kali mengirim utusan untuk menghubungi Ezra ... tapi tidak pernah mendapatkan tanggapan.” Pasha melanjutkan.Miranti melirik Ezra dengan tatapan menegur.“Aku sudah sampaikan tanggapanku melalui sekretaris,” kata Ezra memberi tahu. “Entah apakah utusan ayahku menerima atau tidak.”Mirant
“Maaf Pak, saya tidak tahu kalau Anda sudah pulang!” Kavita menunduk dengan sikap bersalah.Ezra menyipitkan matanya ke arah kepala Kavita yang menunduk.“Kamu masih juga memberikan ruang bagi Adya untuk berinteraksi sama kamu?“Kami masih berinteraksi secara wajar kok, Pak. Tidak seperti yang Anda pikirkan, apalagi tugas kami berbeda.” Kavita menjelaskan tanpa memandang Ezra.“Terus siapa pacar yang kamu maksud tadi itu? Yang kamu bilang tegas dan tidak bisa dibantah?’Kavita terdiam, jawaban tadi khusus dia berikan untuk Adya saja sebenarnya. Karena fakta menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak memiliki pacar. “Saya ... bilang begitu untuk ... menjaga jarak dengan Adya,” ucap Kavita, masih belum berani mengangkat pandangannya. “Saya tidak punya pilihan lain, tidak mungkin kan kalau saya bercerita tentang pernikahan kontrak kita?”Ezra menarik napas. Sebetulnya dia agak-agak tersinggung dengan sebutan pacar yang disematkan Kavita untuknya.“Jadi menurut kamu saya ini tegas,
Kavita mengerutkan keningnya, tapi dia enggan bertanya lebih jauh kalau Ezra sudah berkehendak.“Pak Sahrul, makan dulu!” Tukang kebun yang dipekerjakan Ezra itu menoleh saat suara Kavita memanggilnya.“Iya, Mbak ... Biasanya nanti kalau Tuan dan yang lain sudah selesai makan ....”“Tidak apa-apa makan sekarang, Pak! Adya, kamu juga!” Kavita menoleh ke arah sopir Ezra yang sedang mengelap kaca mobil.“Memangnya kenapa kami disuruh makan sekarang, Vit?” tanya Adya heran.Senada dengan Adya, Sahrul juga terlihat sungkan karena biasanya mereka makan setelah Ezra dan keluarga selesai.“Nyonya Miranti sedang merayakan sesuatu,” ucap Kavita memberi tahu. “Pabrik sepatu Pak Ezra saat ini sedang sibuk-sibuknya memenuhi pesanan ....”“Syukurlah!” ucap Sahrul ikut senang. “Kamu sendiri sudah makan, Mbak?”“Saya nanti menyusul, Pak. Adya, ayo!” panggil Kavita sekali lagi.“Oke, Vit.”Setelah hampir semua pekerja berkumpul di dapur kecuali penjaga pos depan rumah, Kavita kembali ke ru
Ezra tidak lagi berkomentar, sebagai gantinya dia meraih tangan Kavita dan menggenggamnya sepanjang langkah kaki mereka menapak.Kavita bukannya tidak tahu, tapi dia juga bingung harus bersikap bagaimana selain membiarkan Ezra menggenggam tangannya seakan-akan mereka memiliki hubungan yang spesial.Di salah satu bagian mal, ternyata Karin sedang nongkrong bersama teman-teman sekolahnya.“Shopping, yuk?”“Tanggal tua nih!”“Aku belum dapat transferan dari orang tua!”Karin memilih diam sembari menyeruput es cokelatnya. Dia yang tidak punya uang sepeser pun untuk belanja, terpaksa hanya diam mendengarkan keluhan teman-temannya.“Nggak seru deh kalian, mumpung kita ada di sini ....”“Memangnya kamu mau bayar? Aku benar-benar tinggal yang saku sampai akhir bulan!”“Kamu sendiri gimana, Rin?”Karin tersentak ketika ada yang memanggil namanya.“Sama, aku juga nggak punya duit.” Dia meringis. “Es ini saja yang bayar Mela.”“Duh, terus kita ngapain ini di mal kalau nggak belanja?”
“Tapi, Pak ... Anda kan tidak boleh makan sembarangan.” Kavita mengingatkan. “Masalahnya pencernaan Anda kan sangat sensitif.”“Itu dulu saat masih kecil, sekarang saya sudah dewasa—seharusnya sih tidak apa-apa.”Kavita tidak menjawab, dia memilih jalan paling aman yaitu menuruti apa yang menjadi keputusan Ezra.Begitu tiba di taman, perhatian Kavita langsung teralihkan kepada para pedagang yang mulai berjualan.“Anda tinggal pilih mau beli yang mana,” ujar Kavita sambil mengarahkan langkah Ezra menuju pedagang yang menjual aneka macam es. “Saya mau beli cokelat dingin.”“Kopi ada?”“Ada, saya pesankan kalau Anda mau.”Ezra mengangguk singkat dan Kavita segera meminta kepada penjual untuk membuatkan es kopi dan es cokelat.“Berapa semua?” tanya Ezra sambil mengulurkan kartu debitnya.Kavita menggeleng perlahan sambil mendorong halus tangan Ezra. “Saya ada uang tunai kok.”Selesai membeli es, Kavita mengajak Ezra berkeliling lagi. “Capek, Pak?”“Biasa saja.”Kavita menaha