“M—maaf, Pak! Saya terpaksa bilang begitu karena ... Kalau suami saya tahu gaji saya sudah ditransfer, dia akan mengambilnya!” “Ya sudah, kamu masuk saja. Lain kali kamu bisa gunakan pintu belakang kalau situasi seperti ini,” suruh Ezra.Kavita menggigit bibirnya, dia menebak bahwa kemungkinan Ezra belum tahu kalau pintu belakang dilarang digunakan pegawai kecuali dalam keadaan darurat.Sekarang bagaimana?“Saya serius masuk, Pak?” tanya Kavita ragu.“Apa perintah saya tadi kurang jelas?“Suami saya pasti bikin keributan, Pak ....”“Biar penjaga yang akan mengatasinya kalau sampai ada orang mengacau di kantor saya.”Kavita mau tak mau menuruti perintah Ezra, baginya lebih baik menghadapi Deryl sampai berdarah-darah daripada membuat kesalahan dalam pekerjaan dengan Ezra.Karena itulah Kavita meninggalkan warung tenda dan bergegas menuju kantor tanpa mempedulikan keberadaan Deryl dan adik iparnya.Dia lebih takut jika membuat Ezra murka atau tidak puas dengan pekerjaannya.“
Di kantor, pikiran Kavita sudah tidak fokus lagi. Berulang kali dia memeriksa hasil pekerjaan di komputer, berusaha mencari-cari kesalahan yang tadi disebutkan Ezra di depan Deryl. “Vita, itu kamu ngapain sih cek-cek file lama?” tegur salah seorang rekan Kavita, Siska. “Aku takut ada yang salah tanpa disengaja,” jawab Kavita gelisah dengan mata lelah. “Salah dari mana, itu kan file lama yang print-nya saja mungkin sudah disobek-sobek.” “Jangan bercanda, Sis.” “Aku tidak bercanda, memang itu kebiasaan Pak Ezra. Dia tidak mau kalau arsip-arsipnya cuma dibuang ke tempat sampah, harus dibakar atau disobek kecil-kecil.” Kavita diam saja, tapi tetap ucapan Siska tidak membuat hatinya merasa tenang. Kalau Ezra menyatakan seseorang bersalah, maka sudah dipastikan kalau orang itu memang telah melakukan kesalahan. “Daripada kamu cek laporan yang sudah tidak digunakan, lebih baik kamu mulai nyicil laporan untuk bulan ini.” Siska menyarankan. Kavita hanya mengangguk saja, dia tidak akan b
Setelah obrolan dengan Karin berakhir, Kavita mencuci wajahnya dengan pembersih dari serangkaian paket skincare mahal yang dia beli sebagai bentuk penghargaan terhadap diri sendiri setelah sekian lama hidup irit demi suami dan keluarganya.Tiba-tiba pintu kamar Kavita diketuk beberapa kali dan tanpa pikir panjang dia membukanya.“Pak Ezra?” Dia terperanjat. “Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?”“Kamu tidur di kamar saya.”Sontak saja Kavita terbelalak kaget.“Apa, Pak?”“Kamu tidak dengar apa yang saya bilang tadi?” Kavita menelan ludah, dia tentu saja mendengarnya dengan sangat baik. Namun ....“Tapi kita kan tidak ... tidak seharusnya kita ...” Kavita semakin terbata-bata berbicara di bawah tatapan mata Ezra. “Bukankah kita sudah sepakat, Pak? Kewajiban apa pun bisa kita lakukan di dalam pernikahan kontrak ini, kecuali tidur di kamar yang sama.”Dan juga melakukan hubungan suami istri, sambung Kavita dalam hati.Ezra menarik napas. “Itu artinya kamu benar-benar tidak memb
“Aku tidak bisa, Ryl. Kenapa harus perhiasan aku? Pakai saja perhiasan Vita,” sahut Yura keberatan. Deryl tertegun, dia ingat kalau Kavita sudah merelakan seluruh perhiasannya untuk mencicil utang. “Yura, jangan seperti ini. Aku itu sedang susah,” keluh Deryl memelas. “Terus? Kamu kan janjinya tidak akan menyusahkan aku, Ryl. Kamu bilang kalau aku mau jadi istri kedua kamu, aku akan hidup bahagia dan berkecukupan. Masa belum punya anak saja, aku sudah disuruh berkorban.” Ibu Deryl yang mendengar jawaban Yura dari luar, tak urung hanya bisa mengelus dadanya dengan masygul. “Istri macam apa itu?” “Biarlah, Bu. Aku mencintai Yura ....” “Bagaimana sama Vita? Kamu tidak mencintai dia lagi?” Deryl diam sejenak. “Aku juga cinta sama dia, tapi ... keuangan dia sedang tidak bisa diharapkan.” Ibu Deryl memandang putranya. “Kamu yakin? Bukan karena Vita menyesalkan perbuatan kamu yang menikah diam-diam di belakangnya?” Deryl menggeleng perlahan. “Aku yakin, Bu. Vita tidak mempermasalah
“Yura, cepat bereskan kamar utama!” suruh Deryl.“Kenapa aku?”“Karena aku harus memberikan Vita haknya!”“Maksud kamu? Malam ini kamu dan dia mau bercampur?”“Memangnya kenapa? Kalau Vita tidak di rumah kan aku setiap hari sudah sama kamu, aku harus memenuhi janjiku untuk bisa adil.”Bukannya senang dengan komitmen Deryl, Yura justru merasa tidak suka mendengarnya.“Cepat, Yura!”“Iyaaa ....”Deryl buru-buru membuntuti Kavita yang sudah sampai di depan pintu ruang kerja.“Sini, biar aku saja yang bawakan tas kamu.”“Tidak usah, ini cuma tas bukan koper.”Kavita dengan tegas menolak uluran tangan Deryl karena dia tahu bahwa suaminya ingin mencari-cari kartu ATM, juga dompet untuk mengambil uang tunai berapapun jumlah yang ada. Kavita sudah sangat hapal dengan tabiat Deryl, tapi kali ini dia tidak akan sepolos itu memberikan kebebasan pada suaminya untuk menggeledah tas.“Aku tahu ini bukan koper, aku cuma berniat baik untuk bantu kamu saja ....”“Tidak usah repot-repot
Fokus Deryl terpecah. Di satu sisi, ada istri pertama yang tidak boleh dia lepaskan begitu saja. Namun, di sisi lain ada istri kedua yang siap sedia melayaninya kapan pun dia butuhkan.Kavita cepat-cepat berlari menuju ruang kerjanya. Kepala terasa pening dan dia harus sesegera mungkin masuk ke dalam sebelum Deryl memangsa.“Aku harus pulang ...” gumam Kavita sambil memegangi kepalanya, dia meraih ponsel dan mengirim pesan kepada Adya untuk datang menjemput.Sambil menunggu, Kavita berusaha keras memaksa dirinya untuk tetap dalam kondisi sadar.Beberapa saat kemudian ....“Kak Vita? Ada yang datang tuh, katanya cari Kakak.”Sayup-sayup telinga Kavita mendengar suara Karin dari kejauhan.“Ya?”“Ada yang cari Kakak, mobilnya bagus.” Kavita meringis, kemudian mengucek matanya. Butuh paksaan yang kuat untuk bisa bangkit dari posisinya semula.“Kalau memang capek, kenapa nggak tidur di sini saja sih Kak?” tanya Karin saat Kavita menyandang tasnya di bahu.“Cari uang sekarang su
Uang sekolahku dipertaruhkan di sini, kata Karin dalam hati.Kavita baru saja memasukkan ponselnya ke saku sebelum dia menyeberang jalan depan kantor.“Permisi, dengan Bu Kavita? Betul kan?” Kavita menoleh ketika melihat seorang pengemudi ojek online menyapanya dengan suara berat.“Ya, ada apa?”“Saya dapat orderan untuk mengirim sekotak martabak disertai pesan kalau suami Bu Kavita sakit.”Kavita tertegun, seingatnya tadi Ezra sehat-sehat saja tanpa kurang suatu apa pun.“Maaf, suami saya ....”“Namanya pak Deryl, dia sakit dan mengigau terus. Manggil-manggil nama istrinya.”Kavita berpikir selama beberapa saat. “Oh ya?”Dia sudah merasa aneh sejak awal, karena istri Deryl kan bukan dirinya saja.Atau jangan-jangan Deryl sakit karena menunggu-nunggu kepastian uang darinya?“Apa sakitnya parah?” tanya Kavita ingin tahu.“Parah sekali, Kak—eh, Bu! Hidup mati Kak Deryl ada di tangan Ibu!”Kavita tersenyum samar, dia membuka tasnya dan mengeluarkan satu lembar uang kertas
“Beres,” kata Ezra singkat saat melangkah masuk ke dalam rumah.“Pak, saya bukannya tidak tahu terima kasih. Tapi kelihatannya mereka akan semakin beringas di jalan nanti seandainya bertemu saya.”“Kita lihat apakah suamimu masih bisa fokus pada utang-utangnya setelah tahu kalau kamu menggugat cerai dia.”Kavita terdiam.“Kenapa? Kamu berubah pikiran?’“Tidak, saya ....”Ezra menarik napas, lalu memandang Kavita dari balik rambut hitamnya yang menutupi sebagian dahi.“Susah ya kalau perempuan itu sudah bucin dengan pasangannya. Mau diduakan seperti apa pun pasti nurut-nurut saja ....”“Saya tidak nurut,” bantah Kavita sembari menggeleng. “Saya menunjukkan perlawanan, meskipun tidak terang-terangan karena saya tidak memiliki keluarga yang bisa mendukung saya.”“Jadi ... kamu merasa berdiri sendirian?”“Begitulah, saya memang berjuang sendiri. Mungkin itu yang menjadi pertimbangan suami saya untuk menikah lagi diam-diam karena dia pikir saya tidak memiliki pilihan lain kecuali