LOGIN"Ingat, malam ini kau harus berhasil, Hanna!"
Pesan Indira terus menggema di benak Hanna saat ia sudah berdiri di sudut ballroom hotel mewah milik Mahardhika Group, perusahaan Indira. Malam itu ada acara tahunan yang dihadiri oleh para karyawan dan klien perusahaan. Para tamu pun mulai berdatangan, termasuk seorang pria gagah yang melangkah masuk dengan jas hitam sempurna yang membalut tubuhnya. Aura dingin dan berwibawa yang pria itu pancarkan langsung menyedot perhatian banyak orang dan membuat debar jantung Hanna memacu tidak karuan, apalagi saat tangannya tanpa sengaja menyentuh botol obat di kantongnya. "Maafkan aku, aku juga terpaksa melakukannya," bisik Hanna bergetar. Di sisi lain, Louis sudah disambut banyak kenalannya di sana. Louis mempunyai perusahaan yang berbeda dengan Indira, namun Louis selalu mendukung pekerjaan istri tercintanya. "Selamat malam, Pak Louis!" "Selamat malam!" "Senang sekali bertemu Anda di sini." Louis dan beberapa orang terlibat pembicaraan serius dan Hanna hanya menatap pria itu dari kejauhan. Hanna merasa seperti wanita murahan sekarang. Apalagi Louis sudah pernah menginjak-injak harga dirinya di malam pertama mereka. Namun, Hanna menguatkan dirinya dan mulai melangkah ke stall minuman. Ia meraih satu gelas minuman, mengamati sekitarnya, dan langsung memasukkan obat ke dalam gelas minuman Louis secepat yang ia bisa. Baru saja Hanna berniat mengantarkan minuman itu pada Louis, mendadak suara berat seorang pria sudah terdengar di belakangnya. "Kau tidak memasukkan sesuatu ke dalam minuman itu kan?" Hanna tersentak dan langsung menoleh kaget menatap Louis di sana. Louis sendiri sudah menyipit sempurna menatap istri keduanya itu. Awalnya Louis sedang mencari istrinya sampai ia melihat Hanna, asisten yang biasanya sudah seperti ekor bagi Indira dan selalu ada di mana pun Indira berada. "P-Pak Louis!" sapa Hanna terbata. "Aku tanya padamu apa yang kau masukkan ke dalam minuman itu?" tanya Louis geram. "Itu ... tidak ada. Apa yang bisa kumasukkan ke dalam minuman? Aku hanya ... aku baru saja akan membawanya untuk Anda. Ini ... ini untuk Anda, Pak. Dan ini ... kunci kamar kalau Anda mau ke sana. Bu Indira berpesan kalau dia tidak enak badan, jadi Bu Indira istirahat di kamarnya. Aku ... permisi!" Buru-buru Hanna memberikan gelas dan kuncinya, lalu ia pergi secepat yang ia bisa. Louis yang ditinggalkan pun makin memicingkan matanya menatap Hanna. Sungguh, sebelumnya Louis tidak pernah membenci Hanna, tapi semua berubah saat tahu berapa murahannya wanita itu. "Ck, membuat moodku buruk saja," geram Louis yang langsung menyimpan kuncinya dan meneguk minuman yang diberikan Hanna sampai tandas. Louis pun meletakkan gelasnya dan kembali terlibat pembicaraan serius dengan banyak kenalannya di sana. Sampai saat Louis mulai merasa aneh di tubuhnya. "Ah, mendadak di sini terasa begitu panas. Apa AC-nya rusak?" Louis mulai menarik-narik kemejanya karena rasa gerah yang aneh di tubuhnya. "AC-nya baik-baik saja, Pak." "Benarkah itu?" Louis memaksakan senyumnya. Louis mulai merasa makin aneh. Tenggorokannya kering, ia mulai kehausan. Rasa gerahnya membuat Louis merasa tidak nyaman dan berkeringat. Bahkan, Louis tidak bisa fokus lagi saat mengobrol karena aliran darahnya menjadi deras dan jantungnya berdebar kencang. Satu hal yang Louis inginkan saat ini adalah keluar dari ballroom itu, menjauh dari semua orang, dan melepaskan jas sialan yang melekat di tubuhnya itu. "Maaf, kalau tidak keberatan, silakan mengobrol dulu! Aku permisi dulu!" pamit Louis akhirnya sambil masih berusaha menjaga kesopanan di antara para tamunya. Dengan langkah cepat, Louis pun langsung keluar dari ballroom itu sambil meregangkan dasinya dan terus mengumpat. "Ada apa denganku? Mengapa mendadak aku kepanasan?" Langkah Louis mulai berat dan sesuatu dalam diri Louis pun rasanya hampir meledak sampai Louis menyeret kakinya makin cepat mencari kamar Indira. Indira mempunyai kamar khusus di hotel itu dan Hanna bilang Indira istirahat di kamar. Ya, Louis tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi ada satu desakan yang membuatnya sangat membutuhkan istrinya saat ini. Namun, seketika sebuah kesadaran menyentaknya dan Louis tidak berhenti mengumpat saat ia akhirnya menyadari penyebab keanehan dalam dirinya itu. "Sial, apa ini pengaruh obat? Siapa yang berani mencampurkan obat ke dalam minumanku? Apa mungkin Hanna melakukannya?" geram Louis yang tidak dapat menahan gejolak di tubuhnya lagi. **"Welcome home, Baby Larry!" Spanduk bertuliskan "Welcome Home" dan hiasan balon-balon memenuhi rumah Tama dan Cassa saat mereka pulang membawa bayi mereka siang itu. "Selamat datang di rumah, Baby Larry!" pekik Hanna antusias. Gio dan kedua anak kembar Hanna pun ikut meloncat senang melihat bayi baru di keluarga mereka itu. Sedangkan anak-anak Nadine ikut bertepuk tangan sambil tertawa di gendongan baby sitter mereka. Tama dan Cassa pun tidak berhenti tertawa sambil memeluk satu persatu keluarga yang sudah datang ke rumahnya untuk menyambut kepulangan bayi mereka itu. Ibu Cassa sendiri menggendong cucunya dengan bangga dan dengan hati-hati. "Dia lucu sekali!" "Iya, dia tampan sekali!" puji semua orang di rumah. "Selama jangan menangis saja! Haha, kalau sudah menangis, semua orang akan langsung panik!" sahut Cassa sambil terkikik sendiri karena sejak lahir, suara Baby Larry memang sudah menggemparkan. Semua orang ikut tertawa mendengarnya dan Cassa pun akhirnya membawa Larry k
Beberapa bulan berlalu dan kandungan Cassa pun sudah memasuki bulan terakhirnya.Dokter mengatakan sewaktu-waktu bayi bisa lahir dan Cassa yang sudah mempersiapkan diri untuk melahirkan normal pun makin antusias. Sejak kehamilannya makin besar, Cassa malah makin aktif bekerja, makin aktif di media sosial namun cuti dari semua pekerjaannya menjadi BA dan bintang iklan. Cassa juga makin rajin berkunjung ke rumah Nadine untuk membantu merawat si kembar dan ke rumah Susan yang sudah melahirkan bayi perempuan duluan. Cassa begitu serius belajar untuk mengurus bayinya sendiri nanti. "Ini Aunty, Mimi! Kau gendut sekali!" seru Cassa yang begitu asik bermain dengan Mimi, bayi Refi dan Susan yang sudah hampir berumur empat bulan itu. Tubuh Mimi yang waktu lahir begitu kecil, sekarang sudah begitu gembul dan lucu.Cassa pun menggelitik ringan tubuh montok itu sampai Mimi terus membuka mulutnya seolah tertawa. "Haha, dia lucu sekali, Susan!" "Dia gembul karena suka minum susu.""Bukankah it
Cassa tidak berhenti tersenyum saat ia membersihkan diri di kamar mandi rumahnya malam itu. Setelah pulang dari rumah Hanna dan memikirkan kemungkinan dirinya hamil, ia terus mengusap perut ratanya dengan perasaan yang berbunga-bunga. "Apakah benar aku hamil? Apa kau ada di dalam perut Mama, anak Mama sayang?" Mendadak Cassa makin antusias membayangkan dirinya akan dipanggil Mama oleh anak yang mirip Tama. Tama yang masuk ke kamar mandi pun langsung memeluk mesra istrinya itu. "Apa yang kau lakukan, Sayang?" "Haha, berandai-andai kalau aku memang hamil. Apa kau sudah siap menjadi Papa, Tama?" "Sangat siap. Aku sudah siap sebelum aku memutuskan menikah. Bagaimana denganmu sendiri, hmm?" "Apalagi aku. Haha, aku tidak sabar sekali menantikan punya anak dari rahimku sendiri, anak yang mirip denganmu." Tama tergelak. "Haha, besok kita langsung ke dokter saja ya." "Eh, apa tidak perlu memakai tespek dulu? Tapi aku baru ingat kalau aku memang belum pernah haid lagi sejak bulan madu.
Tama dan Cassa akhirnya berangkat berbulan madu satu minggu kemudian. Mereka akan berkeliling Eropa dan Cassa begitu antusias membuat story tentang tempat-tempat indah yang mereka kunjungi. "Ah, ini indah sekali, Tama! Aku sudah pergi mengunjungi semuanya, tapi bersamamu, semua terasa makin indah." "Haha, dibanding aku, kau yang lebih sering menggombal, Cassa!" "Hei, aku tidak pernah gombal, aku ini adalah manusia yang paling jujur dan tidak bisa menyembunyikan perasaanku. Aku terlalu bahagia bersamamu, Sayang."Tama tergelak dan ia pun memeluk istrinya gemas. Kalau biasanya Tama paling tidak suka difoto, tapi bersama Cassa, Tama pun pasrah. Istrinya itu suka sekali berfoto dan Cassa selalu fotogenik. Mau foto pose apa pun, Cassa selalu terlihat cantik. Begitu banyak foto yang mereka ambil di tempat yang berbeda-beda dan mereka pun tidak berarti berbagi kemesraan juga. Di setiap toko souvenir yang mereka kunjungi, Cassa selalu memborong banyak hadiah untuk keluarganya maupun ang
Spanduk bertuliskan "One Month Celebration of Leonard and Julianna" terbentang di pinggir kolam renang rumah Samuel dan Nadine hari itu. Hiasan balon-balon yang didominasi warna biru dan merah itu pun memenuhi dinding dan sepanjang jalan di sekitar kolam renang. Selain itu, banyak hiasan lain yang menambah meriah suasana pagi itu.Hari ini tepat satu bulan bayi kembar Nadine lahir ke dunia. Bayi kembar laki-laki dan perempuan yang diberi nama Leonard Sagala dan Julianna Sagala itu benar-benar menambah kebahagiaan semua orang. Cucu kembar Xander dan Sena pun bertambah. Dan mereka tidak berhenti bersyukur untuk itu. Samuel sendiri akhirnya merasakan bagaimana lelahnya menjadi orang tua baru yang mengurusi dua bayi sekaligus. Walaupun mereka memakai dua baby sitter untuk bayi kembar mereka, tapi Samuel ingin tidur dengan bayi mereka dan menemani istrinya. Samuel berusaha menjadi suami dan Papa siaga, mengurus istri dan kedua bayinya. Samuel selalu andil dalam apa pun itu yang berhu
Suasana bahagia masih melingkupi semua orang sejak Nadine melahirkan. Nadine dan si kembar masih harus dirawat di rumah sakit, tapi anggota keluarga tidak hentinya menjenguk ke sana, tidak terkecuali pengantin baru Tama dan Cassa yang baru bisa datang lagi beberapa hari kemudian. "Aku gemas sekali ingin menggendong mereka, Tama," seru Cassa saat mereka sudah di mobil. "Sabar, Sayang. Mereka masih terlalu kecil, nanti kalau sudah pulang ke rumah baru kita bisa menggendongnya ya." "Iya, tapi ayo cepat, Tama!" "Cepat apa?" "Cepat buat anak kita sendiri," goda Cassa gemas. Tama tergelak dan langsung menyentil hidung istrinya itu. "Kau nakal sekali, Cassa! Tapi baiklah, aku akan menuruti maumu! Ayo kita segera pulang!" seru Tama yang langsung melajukan mobilnya sampai Cassa terus tergelak. Setelah menikah, Tama dan Cassa masih tinggal di hotel sembari menjamu tamu mereka. Lalu mereka sempat menginap di rumah orang tua Cassa sebagai syarat dan mengikuti tradisi, sebelum Cassa ikut ti







