Share

Masih Perawan

Penulis: Mommykai22
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-13 21:33:35

Hanna melangkah begitu cepat menuju ke kamar Indira, tempat Indira sudah menunggunya di sana. Tangan Hanna masih gemetar dan napasnya masih sangat tersengal, tapi Indira malah tersenyum puas mendengar laporan Hanna. 

"Bagus, Hanna. Kau juga sudah menyampaikan pesanku kalau aku tidak enak badan kan?" 

"Aku sudah melakukannya seperti yang Anda perintahkan, Bu." 

"Baiklah, sekarang kau tinggal menunggunya di sini. Dia akan ke sini dan melampiaskan hasratnya, jadi layani dia dengan baik!" 

Hanna menahan napasnya sejenak mendengar kata melayani, tapi ia mengangguk. 

"Aku ... mengerti, Bu." 

"Aku akan meninggalkanmu dan kembali ke pesta karena pasti banyak orang mencariku saat ini." 

Indira pun segera melangkah ke arah pintu, tapi sebelum ia keluar, Indira mematikan semua lampunya sampai Hanna tersentak kaget. 

"Bu Indira ... lampunya ...." 

"Yang kau butuhkan hanya benihnya, dia tidak perlu melihat wajahmu!" ucap Indira, sebelum wanita itu keluar dan menutup pintunya rapat-rapat. 

Hanna sampai tertegun mendengar ucapan Indira yang tidak berperasaan, tapi ya, Hanna sadar akan tugas dan posisinya saat ini. Karena itu, ucapan Indira tidak salah, walaupun hati Hanna terus teriris membayangkan pekerjaan yang ia lakukan saat ini. 

"Ayah, Ibu ... aku yakin kalian akan memaafkan aku kan? Aku melakukannya demi Gio," ulang Hanna berkali-kali untuk meyakinkan dirinya. 

Tidak lama setelah Indira pergi, suara langkah kaki terdengar mendekat. Pintu terbuka dan aroma khas Louis yang maskulin memenuhi kamar itu. 

"Indira?" Suara pria itu terdengar serak, penuh gairah yang tertahan. "Kau di sini? Katanya kau tidak enak badan." 

Tidak ada jawaban dari Hanna. Hanya bunyi napasnya yang nyaris tidak terdengar.

"Mengapa kamarnya gelap sekali?" Louis menggeram pelan. "Tapi sial! Sepertinya asistenmu yang murahan itu memasukkan obat ke dalam minumanku. Aku butuh kau, Sayang!" seru Louis sambil membuka kemejanya dan membuangnya asal. 

Louis yang sudah tiba di samping ranjang pun langsung merengkuh istrinya ke dalam pelukannya, namun dengan cepat Louis menyadari bahwa wanita di pelukannya sama sekali bukan istrinya. 

"Kau? Apa yang kau lakukan di sini, Hanna?" pekik Louis yang sontak melepaskan pelukannya sampai Hanna terjengkal ke ranjang. 

"Akhh!" pekik Hanna. 

Namun, Hanna kembali berdiri. Hanna harus berhasil tidur dengan Louis malam ini. 

"Aku ... aku di sini untuk membantu Anda, Pak," bisik Hanna, suaranya bergetar halus. 

Louis mundur selangkah, mencoba mengatur napasnya yang sudah memburu. "Jangan main-main denganku, Hanna! Mana Indira?"

"Bu Indira tidak bisa menemani Anda malam ini." Hanna memberanikan dirinya menyentuh dada Louis. "Tapi aku bisa ...." 

Louis mengumpat pelan, suaranya sudah ikut bergetar menahan hasratnya. "Kau gila."

Dengan kasar, Louis mengempaskan tangan Hanna dari dadanya. 

"Pergi dari kamar ini, Hanna! Pergi!" bentak Louis dengan sisa kewarasannya. 

Louis pun melangkah ke arah kamar mandi, berniat untuk mengguyur dirinya dengan air dingin yang pasti bisa meredakan gejolaknya. Namun, Hanna panik sendiri dan tidak mengijinkan Louis pergi. 

Hanna sudah bertekad harus lebih agresif untuk bisa tidur dengan Louis, walaupun ia merasa seperti jalang saat ini.

"Apa yang mau Anda lakukan, Pak?" Hanna menyusul Louis. 

"Bukan urusanmu! Keluar sekarang juga, Hanna!" 

Louis melangkah makin cepat, tapi Hanna tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Hanna berlari ke depan Louis dan langsung menghadangnya. 

"Aku tahu apa yang Anda butuhkan, Pak!" 

Belum sempat Louis mengatakan apa pun, Hanna langsung menangkup wajah pria itu dan menyatukan bibir mereka sampai Louis tersentak kaget. 

"Apa yang kau lakukan, Wanita Murahan?" bentak Louis mendorong Hanna. 

Namun, Hanna begitu kukuh kembali maju dan menempelkan bibirnya. Hanna tidak membiarkan bibirnya terlepas sama sekali dari bibir Louis. Hanna memagut bibir Louis dengan belepotan. 

Tubuh Louis meremang. Bibir lembut Hanna dan hembusan napas kasarnya, ditambah aroma manis yang memabukkan yang menguar dari tubuh wanita itu membuat Louis tidak tahan lagi. 

Hanna pun berusaha menggoda Louis lebih, perlahan jemari Hanna turun ke perut kencang pria itu, menelusuri otot-otot Louis sampai hasrat Louis makin menghentak. 

Kesabaran Louis runtuh. Dengan gerakan cepat, ia menarik Hanna ke dalam pelukannya, bibirnya menghantam bibir Hanna dengan rakus. Hanna terkesiap, tubuhnya menegang sesaat, tapi akhirnya ia membalas ciuman itu dengan penuh kepasrahan.

Dengan tidak sabar, Louis mendorong Hanna ke ranjang, menindihnya dengan tubuhnya yang panas. Tangan besarnya menelusuri setiap inci tubuh Hanna, membuat wanita itu menggigil hebat.

"Sial, Hanna!" Louis mencengkram pinggang Hanna, menekan tubuhnya lebih dalam ke kasur. "Kau yang memintanya, Sialan!" 

Hanna memejamkan matanya, menggigit bibirnya sendiri saat Louis membenamkan wajah ke lehernya dan meninggalkan jejak panas di sana. 

"Pak Louis ...," bisik Hanna lirih, tanpa sadar mencengkeram punggung pria itu saat tubuh mereka bersentuhan semakin erat.

Louis menggeram pelan, tangan besarnya mengelus sisi tubuh Hanna, sebelum jemarinya mulai melucuti kain apa pun yang membalut tubuh Hanna saat ini.  

Bibir Louis menyapa setiap bagiannya dengan intens sampai Hanna melengkungkan punggungnya. Ini pertama kalinya Hanna disentuh begitu intens, begitu dalam, sampai Hanna tidak bisa menahan desahannya. 

"Mmpphh ...." 

Louis tidak berhenti. 

Pria itu malah bergerak makin liar sampai Hanna menahan napasnya sejenak saat satu kakinya diangkat dalam posisi tertekuk. Pria itu menghujani kaki jenjang Hanna dengan ciuman panasnya, membuat kaki Hanna lemas seketika. Ciuman itu terus naik sampai ke bagian sensitif milik Hanna yang saat ini terbuka merekah di depan wajah pria itu. 

Hanna tidak bisa menjelaskan rasanya. Malu sekaligus mendamba. Tubuh Hanna bergetar, seolah sesuatu di dalam dirinya akan meledak juga sampai tangan Hanna mencengkeram sprei begitu erat. 

Debar jantung Louis menderu. Dengan tidak sabar, Louis segera mencari sumber kenikmatannya, menghentaknya kencang, sampai Hanna tidak bisa menahan erangan kecil saat rasa sakit mendadak menyengat tubuhnya.

Louis membeku saat ia mendadak menyadari sesuatu. 

"Oh, sial! Kau masih perawan?" 

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
estela sentinuwo
kesalahan terjadi Krn Indira.
goodnovel comment avatar
Wiwi Yuningsih
indira perwmpuan abisius, mentang2 punya uang melakukan segala cara buat dpt warosan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Buket Bunga di Pelukannya

    "Wedding kiss yang heboh sekali. Haha. Sekali lagi selamat untuk kalian, Refi dan Susan." "Haha, Susan ini membuatku malu. Dia menciumku heboh sekali!" protes Refi. "Tapi kau juga suka kan?" Susan tersenyum gemas. Semua yang mendengarnya terkikik. Semua orang memberikan selamat sekali lagi pada Refi dan Susan setelah pemberkatan nikah berakhir. Mereka lanjut menjamu para undangan makan bersama. Refi pun membawa Susan bersamanya untuk dikenalkan pada semua anggota keluarganya. Begitu juga Susan melakukan hal yang sama. Louis juga menemani Refi menyapa beberapa klien yang diundang. Mereka begitu sibuk dengan tawa dan obrolan yang hangat. Sementara Tama sendiri sudah gelisah menatap sekelilingnya. Elva juga diundang, tapi sampai pemberkatan nikah selesai, wanita itu belum muncul juga. Tanpa ia ketahui, Elva masih menjadi Cassa dan ia harus live tadi saat pemberkatan nikah dilakukan. Selesai live, Cassa pun langsung berdandan dengan gaunnya. Ia tidak sempat mengeriting rambutnya d

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Akhirnya Menikah

    "Jangan dengarkan ucapan Gio, dia suka ngawur." Tama mendadak salah tingkah di depan Elva, padahal Elva tidak bertanya apa-apa. Gio pun tidak pernah menyebut nama Elva. Elva sendiri hanya mengangguk malu. "Tidak apa, Pak. Tapi aku baru tahu ternyata Anda lucu sekali, padahal di kantor, Anda terlihat menyeramkan." "Ah, bukankah kita tidak boleh menilai seseorang dari penampilannya kan? Ya begitulah aku!" Elva mengangguk dan kembali tersenyum. Baru saja Tama ingin bicara lagi, tapi Gio sudah berlari menghampiri Elva. "Kak Elva, ayo main sama Gio!" "Eh, mau main apa, Gio?" "Ayo temani Gio saja!" Gio langsung menarik Elva bersamanya sampai Tama rasanya kecewa sendiri melihat Gio mengambil Elva darinya. "Dasar anak kecil sialan! Tidak lihat apa aku sedang mengobrol dengan Elva?" gumam Tama kesal. Namun, mendadak Tama mematung lagi melihat bagaimana reaksi Elva saat menemani Gio bermain. Elva berlari kecil saat Gio memintanya berlari. Elva tertawa saat Gio tertawa. Elva juga ber

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Mulut Besar sang Adik

    "Ajak Elva ke pesta di rumah baruku hari Minggu besok, Tama." "Apa? Untuk apa aku mengajak Elva?" "Biar lebih ramai.""Keluargamu saja sudah terlalu ramai, Samuel. Tidak usah mengajaknya!" Beberapa hari sudah berlalu sejak Samuel kembali bekerja dan Samuel makin melihat kedekatan Tama dengan Elva. Sebagai seorang sahabat, Samuel pun berusaha makin mendekatkan mereka karena memang sudah waktunya Tama mendapatkan pasangan. Hanna sendiri juga terus meminta Samuel mengenalkan wanita untuk Tama. "Hei, aku yang punya pesta dan aku mau mengundang Elva, jadi kau harus datang membawanya besok." "Ya ampun, kau ada-ada saja, Samuel!" Tama mengomel, tapi jantungnya juga berdebar kencang karena untuk pertama kalinya, keluarga Samuel yang sudah ia anggap seperti keluarganya sendiri akan melihat Elva. Tapi baiklah, Tama akan mengenalkan Elva sebagai asistennya. Toh, sama seperti Refi yang juga selalu ikut Louis dalam setiap acara keluarga. Tama pun mencari waktu siang itu dan mengajak Elva b

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Perasaan yang Berbalas

    "Akhirnya kau pulang juga, Samuel!" "Apa kabar, Tama? Haha!" "Semuanya baik. Apa kabar, Nadine?" "Baik juga. Tapi silakan mengobrol, aku akan meninggalkan kalian di sini." Tama akhirnya baru sempat datang ke rumah Samuel malam itu untuk menyambut sahabatnya itu. Nadine pun meninggalkan keduanya di pinggir kolam renang untuk mengobrol bersama. "Jadi bagaimana pekerjaan dan proyel-proyek kita?" "Semuanya sangat lancar. Aku sudah menyiapkan semua laporannya agar kau bisa memeriksanya besok." "Kau memang yang terbaik, Tama." "Tapi kalau ada waktu, aku mau mempertemukanmu dengan teman-temanku yang mendadak mendapat hidayah dan ingin bekerja halal." "Teman-temanmu yang dulu itu? Wow, itu hebat sekali, Tama. Tentu saja aku mau bertemu mereka. Aku yakin mereka sama hebatnya denganmu, hanya mereka belum menemukan jalannya yang tepat." "Ya, aku juga lega sekali mendengarnya. Dan semoga mereka bisa berhasil juga." "Itu pasti! Nanti kita akan atur jadwalnya. Lalu bagaimana dengan Elva,

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Kepulangan yang Dinantikan

    Tama memimpikan Elva malam itu. Asisten cantiknya itu berdiri di depannya tanpa kacamata, tanpa rambut keriting, dan tanpa bintik-bintik di wajahnya. Elva tersenyum padanya sampai membuat jantung Tama berdebar begitu kencang. Wanita itu terus mendekat dan mendekat, lalu memeluk leher Tama. Jantung Tama pun makin berdebar kencang saat wanita itu memajukan bibirnya. Elva akan menciumnya. Tama harus menerima atau menolak. Di satu sisi, Tama bosnya Elva. Tapi di sisi lain, Tama juga menginginkannya. Tama tidak bisa berpikir, tapi ia memejamkan matanya. Persetan dengan bos dan asisten, Tama ingin mencium Elva juga. Tama pun memejamkan matanya dan akhirnya memajukan bibirnya lalu mereka berciuman begitu heboh. "Kak Tama! Kak Tama! Mengapa menciumi guling? Kak Tama!" Suara teriakan Gio langsung membuat Tama tersentak kaget dan membelalak. "Apa? Apa? Ada kebakaran? Mengapa harus berteriak?" omel Tama kaget. "Apa yang kau lakukan di sini, Anak Kecil?" tanyanya lagi saat melihat Gio ber

  • Gairah sang Pengganti: Berbagi Suami dengan Bosku   Menyukainya

    Sejak makan siang berdua, Tama benar-benar melihat Elva dengan cara berbeda. Ia sudah tidak pernah mengatai asistennya itu jelek. Malahan, tatapan Tama tidak pernah berhenti mencari Elva sepanjang hari. Terkadang saat rapat, tatapan mereka akan diam-diam bertemu. Saat sedang makan siang dengan klien pun, Tama selalu berusaha mencuri pandang pada Elva. Bahkan, tidak terhitung berapa kali Tama membuat alasan agar ia bisa berdua saja dengan asistennya itu. Begitu juga Elva yang makin jatuh cinta pada Tama dan mulai lebih berani menunjukkan rasa tertariknya. Seperti sore itu, saat Elva mengetuk pintu ruangan Tama untuk mengantarkan kopi. "Selamat sore, Pak. Aku mengantarkan kopi untuk Anda." Tama sampai kaget sendiri. "Mengapa kau yang mengantarkan kopinya ke sini?" Elva mengulum senyumnya tersipu. "Kebetulan aku melihat office girl sedang sibuk. Karena itu, aku yang membuatkan kopinya.""Bahkan kau juga yang membuat kopinya?" Tama menganga tidak percaya, tapi ia benar-benar ingin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status