Share

BAB 6

Gadis itu mengerutkan kening lalu cemberut. Ia menoleh menatap temannya memanggil karena pesanan mereka sudah matang. Dia mengangguk kepala sebagai jawaban.

"Nanti ya, aku habis pulang sekolah mau jalan-jalan sama pacarku," balas Hana.

Mila menggeram mendengar balasan sang anak.

"Gak! Pokoknya kamu bawain dulu itu pesenan Ibu ke rumah, kalau enggak uang jajan kamu distop sampe sebulan," sentak Mila.

Hana segera menjauhkan handphone dari telinga saat sang Ibu berteriak. Lalu menempelkan kembali dan menghela napas.

"Iya-iya, nanti pulang sekolah aku langsung beli dan anter ke rumah. Udah ya kalau gitu Hana mau makan dulu di kantin," sungut gadis tersebut.

Wanita paruh baya itu berdecak kesal mendapati anaknya langsung memutuskan sambungan telepon.

"Huh, aku terlalu memanjakannya," gerundel perempuan itu.

Mila menaruh handphonenya kembali lalu memilih melangkah ke kamar untuk beristirahat. Waktu berlaku begitu cepat, kini Hana baru saja keluar dari sekolah.

"Duh ... Aku lupa bilang sama Bagas," gumam Hana.

Baru saja bergumam demikian, seseorang mendekat dan mengecup bibir. Membuat ia terkejut dan melotot menatap tajam. Sedangkan sang pelaku tidak menampilkan riak bersalah sedikitpun.

"Kamu apa-apaan sih, ini sekolah lho," tegur Hana pelan.

Dia langsung melirik sekitar dan mengembuskan napas lega saat tidak ada yang melihat adegan tersebut. Ia lekas mendekati sang kekasih dan menarik lelaki itu.

"Wah ... Kamu gak sabar ya pergi ke markas," goda Bagas.

Hana hanya diam setelah sampai parkiran ia segera menatap Bagas. Perempuan itu mengigit bibir membuat pria tersebut mengerutkan kening.

"Kamu lain kali jangan gitu dong, kalau ada yang liat gimana," omel Hana pelan.

Pria tersebut hanya mengedikan bahu, lalu Bagas menarik pinggang Hana membuat jarak mereka sangat dekat. Parkiran memang sudah lumayan sepi, karena para murid bergegas pulang atau pergi jalan-jalan.

"Harum banget kamu, Yang."

Bagas berkata tidak menyambung dengan perkataan Hana. Seperti kekhwatiran perempuan itu sangat tidak di dengar.

"Kamu ini apaan sih," keluh Hana.

Gadis yang masih berseragam itu mengerucutkan bibirnya. Melihat hal tersebut lelaki itu dengan santai mengecup benda kenyal milik Hana kembali.

"Bagas!"

Hana mengomel dengan nada pelan tetapi menekan. Lelaki itu langsung terkekeh, ia mengajak sang gadis untuk duduk di motor tetapi anak Mila segera menggeleng.

"Ada apa? Bukannya kita mau ke markas kan. Apa kamu mau pipis, sini aku temenin, mumpung sepi," seru Bagas.

Hana langsung menatap kesal Bagas, sedangkan lelaki itu memamerkan senyuman tanpa dosa. Mengingat perkataan Ibunya, ia menghela napas.

"Bagas, aku gak bisa ikut ke markas sekarang," kata Hana pelan.

Mendengar perkataan Hana, lelaki itu melotot. Ia langsung mencengkram tangan perempuan tersebut dengan kencang membuat anak Mila meringis.

"Sakit, Gas."

Dia sama sekali tidak mendengarkan perkataan Hana. Lelaki itu melotot marah ke arah perempuan tersebut.

"Kamu mau ingkar janji, jalang!" geram Bagas dalam.

Walau dengan suara pelan, nada suara itu sangat menekan membuat Hana menunduk kepala. Ia menggeleng, lalu segera meraih lengan Bagas saat pria tersebut menghempaskan tangannya.

"Aku gak maksud ingkar janji, Yang. Aku cuma ada keperluan aja, sebagai gantinya aku gak ikut. Aku bakal nginep di rumah kamu malam ini, orang tua kamu selama seminggu gak di rumah kan. Makanya kamu ngajak party di markas," ucap Hana.

Bagas masih menatap tajam Hana lalu ia menghela napas dan memamerkan senyuman. Pria tersebut mengulurkan tangan ke arah wajah sang kekasih membuat gadis tersebut spontan memejamkan mata karena takut.

"Kamu memang terbaik."

Kini tangan Bagas beralih ke pergelangan lengan Hana yang tadi dipegang sangat kencang olehnya. Ia mengusap pelan dan meniup perlahan.

"Apa ini sakit?" tanya Bagas lembut.

Dengan bibir mengerucutkan Hana langsung menganggukan kepala. Perempuan itu mengulas senyum mendapatkan perlakuan manis dari kekasih. Tak berselang berapa lama dering ponsel terdengar. Membuat keduanya saling memandang, gadis tersebut segera merogoh handphone di saku.

"Ibu," gumam Hana pelan.

Bagas yang melihat nama yang layar handphone Hana, ia memerintahkan untuk mengangkat sambungan tersebut. Sedangkan dia duduk di motor sambil memainkan benda pipih miliknya.

"Kamu udah pulang kan! Udah beli belum pesenan Ibu," sentak Mila.

Hana segera menjauhkan telinga dari handphone, ia mengusap kuning karena merasa sakit akibatan teriakan sang Ibu. Bagas melihat hal tersebut mengerutkan kening lalu gadis tersebut kembali mendekatkan ponsel ke alat pendengarnya.

"Ibu aku denger kok, gak perlu teriak dong. Telingaku sakit tau," gerutu Hana.

Mendengar gerutuan anaknya, Mila mendengkus. Wanita itu baru saja bangun dari tidur, lalu segera menelepon Hana saat melihat jam dinding.

"Kamu ini, kalau Ibu gak telepon nanti kamu lupa. Soalnya barang yang Ibu titipkan sangat penting! Ayo cepat pulang dan jangan lupa belikan pesenan Ibu. Jangan sampe Masmu datang duluan ke sini," seru Mila.

Hana menyipitkan mata mendengar seruan Ibunya.

"Emang itu buat apa, Bu? Apa Mas Dimas kecelakaan," pekik perempuan itu.

Mila langsung mengomeli anaknya karena berkata sembarangan. Hana memberengut mendengar ocehan sang Ibu.

"Kamu ini! Asal ngomong aja, kalau Masmu sakit. Nanti siapa yang ngasilin uang dan kasih kita uang, emang kamu mau kerja buat makan dan memenuhi keinginan kita," sembur Mila.

Hana menggeleng sangat cepet membuat Bagas yang melihat menyipitkan mata.

"Enggaklah, Bu. Kalau gitu, itu buat apa? Apa Ibu yang terluka?" cerocos perempuan itu.

Wanita paruh baya itu semakin mengomeli putrinya membuat Hana meringis.

"Kamu ini doain Ibu biar sakit! Dasar, mendingan turunin aja permintaan Ibu dan cepet pulang. Nanti juga kamu tau," seru Mila.

Setelah berkata demikian Mila langsung mematikan sambungan telepon. Sedangkan Hana mengerutkan kening karena penasaran. Bagas melihat sang kekasih selesai bertelepon, ia lekas bangkit dan memegang bahu Hana.

"Kamu kenapa Yang? Oh iya aku gak bisa antar kamu pulang. Soalnya orang di markas udah telepon suruh ke sana," ujar pria tersebut.

Perempuan itu mendongak menatap Bagas, karena lelaki tersebut lumayan tinggi. Ia menggeleng dan mengangguk membuat pria tersebut menyipitkan mata. Melihat sang kekasih kebingungan dia terkekeh dan memegang jemari Bagas.

"Ya udah gak papa, lagian kasian mereka nunggu di sana. Jangan lupa tungguin aku ya di rumah, aku bakal secepatnya ke sana," lontar Hana.

Bagas mengangguk lelaki itu segera pergi. Melihat kepergian pria tersebut, Hana lekas mengeluarkan handphone dan memesan ojek online. Setelah datang ia meminta di antar ke apotek untuk membeli pesanan sang Ibu. Setelah selesai dia memerintahkan agar cepat melajukan kendaraan menuju kediamannya.

Mendengar suara deru kendaraan roda dua, Mila yang tengah memangkas daun yang layu di Tanaman yang ia rawat langsung menatap sang anak. Dia segera menaruh gunting dan mendekati Hana.

"Kamu ini lama banget sih! Sini cepet, nanti kalau Masmu keburu datang gimana," omel Mila.

Hana mengikuti langkah sang Ibu tidak lupa membayar ongkos ojek tersebut. Ia mengerutkan kening melihat apa yang dilakukan Mila.

"Ibu ngapain, kan gak luka ngapain coba diperban."

Mila mendelik kesal mendengar putrinya yang terus mengoceh.

"Kamu ini berisik banget sih, nanti Ibu ceritain biar kamu juga ikut menyakini Masmu," ujar Mila.

Perempuan itu memiringkan kepala menatap sang Ibu yang berkata demikian. Ia semakin tidak paham dengan perkataan Mila.

"Cepet ambil beling terus pecahin, oh iya jangan lupa pakein darah palsu juga nih. Untung Ibu gak telat ngasih tau kamu buat beli ini," perintah Mila.

Mila yang gemas karena Hana masih belum paham akhirnya menjelaskan. Perempuan itu langsung menganggukan kepala dan melakukan tugasnya.

Beberapa jam kemudian ketukan pintu terdengar. Hana segera membukanya dan Mila berbaring di kamar.

"Ibu kemana, Han? Kenapa tadi Ibu nelepon sambil nangis, Ibu gak kenapa-napa kan."

Mata Hana sedikit bengkak karena tadi berusaha terus menangis. Melihat netra sang adik, Dimas semakin merasa khawatir.

"Ibu di kamar Mas."

Hanya kata itu yang terlontar, Dimas langsung berlari ke kamar wanita yang melahirkannya. Ia melotot kala melihat tangan Mila yang diperban. Dia lekas mendekat dan memegang pelan lengan perempuan tersebut.

"Akh ... sakit," ringis wanita itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
true Bcv8637
macam piki kebanyakkan cakap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status