Share

BAB 5 - Rencana Mila (Ibu Mertua Viona)

Setelah berkata demikian Mila langsung berlalu masuk ke kediaman. Sedangkan warga yang tadi bersama istri ketua RT. Mengusap punggung wanita tersebut.

"Sabar Bu, dia emang gitu."

Wanita tersebut menghela napas dan menatap orang yang berbicara. Ia mengulas senyum kecil lalu mengangguk.

"Kasian Viona ya. Ya udah yuk gak usah ikut campur urusan orang, kita pergi aja," seru perempuan itu.

Setelah berkata demikian, ia langsung menatap Nisa.

"Kamu juga jangan lupa minta maaf ke Viona, kamu awal yang nyebar gosip itu," nasihatnya.

Nisa menganggukan kepala, mereka langsung bubar. Sedangkan Mila yang mengintip di dalam kediaman lewat jendela. Mengepalkan tangan, amarah sangat memuncak di dada.

"Sial! Ini semua dalang utamanya Viona, dia harus tanggung jawab," geram perempuan itu.

Perempuan paruh baya itu segera menutup gorden, ia melangkah ke ruang tamu. Karena sudah tidak tahan ingin menelepon anaknya, wanita tersebut segera menghubungi Dimas. Beberapa kali Mila terus menelepon, sampai tersambung terdengar suara anak pertamanya.

"Ada apa sih, Bu! Aku lagi kerja lho," gerundel Dimas.

Nada suara lelaki itu lumayan terdengar kesal. Sedangkan Mila menanggapi dengan isakan.

"Pulang kerja kamu ke sini Dim," pinta perempuan tersebut.

Pria tersebut mengerutkan kening, ia juga memelankan suara saat mendengar tangisan Ibunya.

"Ibu kenapa? Kok nangis," tanya Dimas khawatir.

Mila semakin terdengar terisak, Dimas sangat khawatir.

"Bu ... Ibu kenapa, nanti pulang kerja Dimas ke rumah Ibu. Ibu sabar ya, kalau ada sesuatu telepon Viona aja," tutur Dimas.

"Aduh, Bu. Aku matiin dulu ya, Bos datang ke sini soalnya," lanjut lelaki itu.

Setelah berkata demikian Dimas langsung mematikan sambungan telepon. Sedangkan wanita itu menyeringai, ia lekas melirik jam. Beberapa jam lagi anak perempuannya pulang.

"Rasain kamu Vio! Aku bakal balas kelakuan kamu," sinis Mila.

Sedangkan di kediaman istri Dimas, wanita itu terbatuk saat meneguk air. Ia menepuk dadanya setelah reda ia menghela napas.

"Kayanya ada yang ngomongin aku," gumam perempuan tersebut.

Viona segera menaruh gelas lalu menoleh saat mendengar gedoran pintu. Ia mengerutkan kening dan memilih melangkah menuju pintu utama.

"Vio!" pekik Sinta.

Mendengar teriakan wanita itu Viona terkejut. Matanya sampai membulat sempurna, Sinta melihat hal tersebut meringis. Ia menggaruk kepala yang tak gatal lalu tersenyum kecil memamerkan gigi.

"Hehe ... maaf Vio, habisnya aku seneng kebangetan deh," cerocos Sinta.

Perempuan tersebut mengerutkan keningnya. Sedangkan Sinta langsung berubah cemberut membuat Viona bingung.

"Kamu ini ah, gak peka banget!" gerundel Sinta.

Dua wanita itu memang dekat karena tetanggaan.

"Kamu gak ajak aku duduk dulu gitu? Atau masuk ke dalam gitu buatin kopi plus nyuguhin cemilan," lontar perempuan itu.

Saat mendengar perkataan Sinta wanita itu baru paham. Ia menganggukan kepala lalu menarik lengan tetangganya itu.

"Akh ... iya lupa, gara-gara kamu sih. Main teriak-teriak aja kaya dihutan," kelakar Viona.

Santi memanyunkan bibir mendengar candaan Viona. Sedangkan wanita itu langsung merangkul tetangganya dan mengajak masuk duduk di kursi.

"Ayo duduk, aku buatin kopi plus bawa cemilan dulu," kata wanita itu.

Viona yang hendak beranjak pergi langsung dicekal oleh Sinta. Membuat wanita itu menoleh menatap tetangganya ini.

"Aku kan cuma bercanda, Vio! Ayo duduk," serunya.

Wanita tersebut menggeleng, lalu melepaskan cekalan Sinta.

"Gak papa, aku ambilin cemilan sama kopi dulu. Kaya biasa kan," ucap istri Dimas.

Sinta menganggukan kepala sambil mengulas seringai.

"Hehe ... aku jadi enak deh."

Viona hanya memutarkan bola matanya, Sinta yang pasti akan bosan memilih mengikuti wanita tersebut.

"Kamu ini, kalau gak ngikut kayanya gak seru ya. Pasti mau ngajak ngerumpi," seru Viona.

Wanita itu langsung menggeleng cepat, ia kini berada di samping Viona yang tengah menyeduh kopi.

"Bukan ngerumpi, Vio! Aku punya kabar bagus buat kamu," lontar Sinta.

Dia hanya melirik sebentar Sinta lalu kembali melakukan kerjaan lagi.

"Ih ... aku serius Viona ...."

Ia memegang kedua bahu istri Dimas, membuat wanita itu menghadapnya.

"Nama kamu udah bersih, Vio. Aku tadi eum ... ngerekam percakapan kita, aku cuma mau buktiin kamu gak salah. Gak seperti yang dituduhkan sama mertua kamu," jelas wanita itu.

Viona berpura-pura terkejut, ia membulatkan matanya bahkan mulut terbuka sangat lebar, melihat hal tersebut Sinta segera membuat bibir tertutup rapat kembali.

"Awas nanti lalat masuk lho," soroh perempuan ini.

Perempuan tersebut menelan ludah melihat Viona terus diam. Sama sekali tidak menggerakan bibir, bahkan tatapan wanita tersebut lurus menatapnya.

"Vio ... maafin aku ya, aku cuma mau bantu kamu aja."

Sinta menangkupkan tangan sedangkan Viona langsung tertawa. Membuat wanita tersebut mengeryitkan kening.

"Aku tau, maksud kamu baik. Aku paham kok, makasih ya," seru menantu Mila.

Tetangganya itu langsung menghela napas, tangan diletakan di dada. Ia menepuk bahu Viona membuat wanita tersebut kembali menatap karena tadi tengah menuangkan air mendidih ke gelas berisi kopi.

"Kamu ini, ngomong dari tadi ke. Bikin jantungan aja," gerundel perempuan itu.

Ia menggaruk kepala yang tak gatal lalu tersenyum kecil. Wanita itu segera menyodorkan secangkir kopi pada Sinta. Sedangkan dirinya mengambil cemilan yang kemaren ia buat.

"Nih, coba cicip cemilan buatanku," seru Viona.

Tetangganya itu mengangguk lalu mengambil toples yang di sodorkan Viona. Ia segera membuka tempat tersebut lalu melahap kripik pisang lumer.

"Akh ... enak banget, Vio," pekik Sinta.

Viona hanya menggelengkan kepala mendengar pekikan tetangganya. Ia langsung menatap tajam membuat wanita tersebut meringis.

"Gimana dong, habisnya buatmu selalu enak aja. Kapan di jual ini Vio?" tanya wanita itu.

Wanita berambut cokelat itu terus memasukan cemilan itu ke mulutnya. Sedangkan Viona hanya mengulas senyum melihat hal tersebut. Ia menarik lengan Sinta agar ikut duduk lesehan di lantai.

"Tenang aja lantainya bersih kok, baru aja di pel," tutur Viona.

Mereka sudah duduk di lantai, Viona meminta bantuan Sinta agar menawar atau mempromosikan cemilannya ini. Karena wanita tersebut sangat cocok, mendengar hal itu ia mengangguk kepala.

Sedangkan di kediaman Mila, wanita itu segera menelepon putrinya.

"Ada apa Bu? Ganggu aja sih. Kan ada Mbak Viona."

Mila memutarkan bola matanya saat mendengar omelan sang putri. Ia mengembuskan napas kasar lalu membenarkan duduk agar nyaman.

"Kamu ini! Apa gak mau diganggu Ibu," sentak wanita itu.

"Kalau kamu gitu terus gak dikasih uang jajan lagi nih," ancamnya.

Hana panik mendengar ancaman Ibunya, ia langsung meminta maaf berulang kali. Mila mendengkus geram karena gadis itu selalu aja harus diancam.

"Kamu ini ya, bener-bener banget!"

"Beliin Ibu obat merah yang banyak sama perbannya," perintah wanita itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status