Gara-gara Nikah di KUAPart 8 : Tujuh BulananKututup kembali kardus buah-buahan itu dan berusaha menahan diri untuk tak memakannya sebab tak tahu itu milik siapa, barangkali saja punya orang nitip sama Bang Yusril sebab rasanya mustahil suamiku yang hanya gembala itu bisa membeli buah-buahan mahal. “Assalammualaikum.” Terdengar suara Bang Yusril dari depan pintu.Aku segera melangkah keluar dari dapur, di depan pintu terlihat suamiku dengan setelan khas saat menjadi gembala, yaitu baju dan celana panjang serta topi.“Waalaikumsalam, Bang,” sambutku dengan tersenyum ke arahnya, walau orang melihat Bang Yusril itu dekil dan awut-awutan, tapi bagiku dia tetap tampan dengan kulit kuning langsat itu juga perawakan yang tinggi tegap.Bang Yusril masuk ke dalam dengan membawa sepatu botnya, aku mengekor di belakang. Aku memberikan handuk agar ia mandi dan membersihkan diri, sedang aku membuatkannya kopi seperti biasanya.“Bang, itu kardus buah punya siapa?” tanyaku tak sabar saat Bang Yusr
Gara-gara Nikah di KUAPart 9 : Mira Pergi LahiranHari terus berlalu, aku mulai jarang keluar rumah karena malas dengan ghibahan para tetangga yang sengaja membesarkan volume suara jika melihatku lewat di jalan. Walau berusaha untuk tak memasukkan kata-kata mereka ke relung hati, tapi nyatanya aku terasa juga.“Jangan banyak melamun, Sayang!” Suara Bang Yusril mengagetkanku.Aku mendongakkan kepala saat melihat pria jangkung itu muncul dari balik pintu dengan tampilannya yang baru saja pulang dari mengembala. Dengan berpegang ke dinding, aku berusaha bangkit sebab beban semakin berat sehingga aku selalu kesusahan jika hendak bangun dari duduk atau juga bangkit dari berbaring.Dengan sigap, Bang Yusril memegang lenganku dan membantu untuk berdiri. Aku tersenyum dan hendak memeluknya.“Jangan, Dek! Nanti saja kalau Abang udah wangi.” Bang Yusril mundur ke belakang.Aku menahan tawa melihat tingkahnya yang kini malah setengah berlari menuju dapur. Aku mengekor di belakangnya untuk menyi
Gara-gara Nikah di KUAPart 10 : MengenaskanAku duduk di lantai dapur Ibu sambil menunggu kue lempeng yang sudah di dalam kuali, tinggal menunggu mateng aja. Berkali-kali aku menelan liur karena sudah tak sabar untuk menyantap kue yang tadi malam masuk ke dalam mimpi."Ini, Nai, udah mateng kue lempengnya." Ibu meletakan kue dengan bentuk lempengan itu di hadapanku."Wangi sekali, Bu." Aku mengendus bau wangi kue berbahan dasar tepung terigu itu."Ibu bikinin air teh dulu, ya, biar nggak seret makannya," ujar Ibu sambil bangkit menuju meja kayu di pojokan, tempat penyimpanan kopi gula."Maaf, Bu, Nai merepotkan." Aku nyengir dengan sambil mencomot kue lempeng buatan Ibu."Hmm ... Jarang-jarang nggak apa, jangan setiap hari saja," jawab Ibu sambil tersenyum.Aku menahan tawa dan terus menikmati kue yang memang sudah lama ingin kumakan, bahkan sampai terbawa ke alam mimpi.***Saat membuka mata subuh ini, aku langsung terbayang kue putu kuning yang dijual Mak Long Salwa di ujung jalan.
Gara-gara Nikah di KUAPart 11 : Lahiran JugaYa Allah, keadaan Mira kok mengenaskan gitu? Aku jadi takut, perasaan ini jadi tak menentu sepanjang jalan pulang ke rumah. Kuusap perut ini berkali-kali dan berdoa agar proses bersalinku nanti lancar dan bisa lahiran normal.“Naima, dari mana? Mau saya antar?” Suara Bu Bidan Maya mengagetku, dia menghentikan sepeda motornya di sampingku.“Eh, Bu Bidan .... “ Aku sedikit terkejut dengan sapaan wanita berpakaian serba putih itu, dia bidan desa yang bekerja di Pukesmas Sejahtera, dia mengontrak rumah di ujung jalan sana. “Mau ke mana kamu? Ayo saya antar!” tanyanya lagi dengan sambil tersenyum ramah.“Nggak usah, Bu Bidan, terima kasih. Saya mau pulang. Bu Bidan mau ke mana?” Aku membalas senyum ramah sang bidan.“Saya mau ke rumah Mira. Sepupu kamu ‘kan dia? Dia baru habis lahiran caesar seminggu yang lalu,” ujar Bidan Maya.“Iya, Bu Bidan, Mira sepupu saya. Eh, keadaan Mira kok bisa mengenaskan gitu? Tadi saya baru habis jenguk dia, kasih
Gara-gara Nikah di KUAPart 12 : 40 HariEmpat puluh hari berlalu, hari ini di pondok sederhanaku baru saja selesai acara bebersih sekalian naik ayunan untuk putriku, Nazia. Itulah nama pemberian Bang Yusril, katanya Nazia itu berarti seorang putri yang membawa kemulian bagi keluarganya. Aku setuju-setuju saja dan menyukai nama itu.Hari ini hari pertamanya aku dan Nazia akan keluar rumah sebab menurut tradisi di desaku ini, seorang ibu yang baru saja melahirkan boleh keluar rumah hanya setelah 40 hari melahirkan. Aku menurut saja walau seharian habis lahiran saja, aku sudah bisa jalan di rumah. Kasihan juga suamiku dan Ibu, selama 40 hari itu, merekalah yang membantu belanja. Untung saja, suamiku ini memang siaga, dia selalu menyediakan kebutuhan di rumah sebelum berangkat bekerja. Dia juga yang mencuci pakaian selama empat puluh hari ini walau aku sudah menolak, selama habis lahiran ini, dia benar-benar memanjakanku. Tugasku hanya mengurus Nazia saja, sedang tugas rumah dia yang men
Gara-gara Nikah di KUAPart 13 : Hutang Jawaban“Owee ... oweee .... “Belum sempat Bang Yusril menjawab todongan pertanyaan dariku, Nazia malah menangis tiba-tiba. Yah, kayaknya nih bayi lagi komplotan ama Ayahnya, aku mengerucutkan bibir, menahan kesal di hati.“Abang masih berhutang jawaban, ya, sama Nai!” ujarku dengan mengacungkan telunjuk ke arah Bang Yusril lalu naik ke atas tempat tidur.“Hmm .... “Bang Yusril masih terlihat gelagapan, ia tak hentinya menggaruk kepala sambil cengengesan tak jelas.Aku segera menepuk pantat Nazia, tapi ia masih saja menangis. Mau tak mau, aku berbaring juga dengan sambil memberikan ASI, barulah tangisnya mereda.Aku menoleh sekilas ke belakang, terlihat Bang Yusril sedang mengelus dadanya dengan tarikan napas yang melega. Kutepuk kembali pantat Nazia, agar ia segera terlelap agar aku bisa melanjutkan introgasi kepada Ayahnya yang selalu main rahasia-rahasiaan denganku, ‘kan sebel jadinya. Otak detektifku ‘kan jadi menjerit-jerit.Kutarik ASI se
Gara-gara Nikah di KUAPart 14 : Barang Bawaan SuamikuAku kembali ke rumah Ibu dengan perasaan yang tak menentu, karena takut gara-gara omonganku, Mira dan Amir malah berantem besar-besaran walau sebenarnya mereka sudah ribut sebelum aku mengatakan kebenaran itu. Kuhela napas panjang dan menggeleng risih, semoga kalau terjadi apa pun pada mereka itu bukan karenaku.Aku memutuskan sampai sore di sini, sebab mau pulang ke rumah juga, Bang Yusril belum pulang dari Kota. Biarlah aku di sini dulu, lagain Nazia masih tidur karena kelelahan bermain dengan Kakek dan Neneknya tadi.“Kenapa kamu, Nai?” tanya Ibu sambil duduk di sebelahku.Aku mengigit bibir bimbang dan mulai menceritakan segalanya dengan Ibu, biar perasaan ini jadi lega.“Mereka memang sering ribut kok, Nai. Amir mulai jarang pulang dan kalau sedang di rumah pun, Mira selalu mengajaknya ribut. Ibu kasihan sama putra mereka, nangis melulu. Udah gitu, Mira juga tak mau menyusuinya dan diberi susu formula saja. Kata Bude Nanimu s
Gara-gara Nikah di KUAPart 15 : Kejutan“Bang, dapat dari mana kamu barang-barang ini?” tanyaku kepada Bang Yusril yang kini sedang mengamatiku di depan pintu kamar.“Semaunya halal, Dek, ini bukan barang curian. Ini buat kamu dan Abang membelinya sendiri,” jawab Bang Yusril dengan sambil mendekat ke arahku.“Bang, ini barang-barang mahal. Abang dapat uang dari mana?” tanyaku masih dengan mode penasaran.“Semua pertanyaan kamu yang hari ini, kemarin dan kemarin-kemarinnya lagi akan Abang jawab besok. Sekarang simpan saja dulu barang-barang ini dan besok harus dipakai!” Bang Yusril tersenyum.“Bang, kenapa harus nunggu besok? Kenapa nggak jelaskan sekarang saja!” Aku menatapnya serius kali ini, berharap ia tak main rahasia-rahasiaan lagi.“Besok saja, Dek!” Dia tersenyum jahil.“Bang, kok senang banget bikin Nai penasaran?” Aku mendekat kepadanya dan mendaratkan cubitan di pinggangnya.“Sakit, Dek!” Dia meringis dan bertingkah lebay.“Bang, cepat katakan sekarang!” Aku melototinya den