Grecia menggeleng, matanya merebak basah. Gadis yang kini memasuki usia 3 tahun itu terlihat semakin manis.
"Halus mau." Zein berseru dengan wajah seriusnya yang lucu."tata mommy, adik halus nulut cama kaka."lanjutnya.
Aka hanya menatap keduanya dengan tenang. Fokusnya kini beralih pada Junior yang tengah membaca koran.
Aka beranjak, melangkah pelan dengan kakinya yang mungil di lapisi jeans itu.
"Dad," panggil Aka dengan mendongkak menatap Junior yang kini menoleh.
Junior melipat korannya."Hm, ada apa anak tampan, daddy?" tanyanya dengan menggendong Aka ke pangkuan.
Aka tidak menjawab, tangan mungilnya terulur pada koran, seolah mengkode pada Junior agar mendekatkannya.
Hallo semuanya, semoga selalu sehat dan bahagia. Tidak terasa ya, sudah berada di akhir kisah Amora dan Junior. Butuh banyak mood agar bisa berakhir dengan happy ending. Tapi, untungnya bisa Chanie lalui. Chanie ucapkan terima kasih kepada semua pembaca yang membaca cerita ini dari awal sampai akhir. Terima kasih banyak dukungannya (づ ̄ ³ ̄)づ(●´∀`)ノ♡ pokoknya terima kasih. Dan ini bonus buat kalian. •Teruntuk Amora, dari Junior• Duniaku awalnya malam tanpa pagi, Ada mentari yang perlahan menyinari, Aku yang sendiri, tiba - tiba ada kamu di sisi, Hati yang kian terisi, Hari - hari yang kian berganti, Semua tentangmu, Amora sang pujaan hati.
Geogken Areska Rulzein, panggil saja Zein atau Gar-panggilan dari para sahabatnya. Zein adalah salah satu anak kembar yang terlahir dari rahim Razelia Amora Rulzein dengan sperma dari pria gagal menua bernama Nizar Areska Guntara atau yang sering di panggil Junior.Zein begitu nyentrik setelah usia kian bertambah, penampilan yang cukup urakan dengan tatto menghiasi lengan bisepnya. Padahal dia masih SMA, tapi sudah senakal anak dua puluhan. Mungkin karena gaulnya bersama para orang dewasa di Club.Club, tempat tongkrongannya. Para wanita adalah hiburannya. Penatnya kota dengan banyak penduduk dan kemacetan membuat Zein selalu mencari hiburan.Sangat berbeda dengan kembarannya yang lebih dulu lahir itu. Begitu pendiam dan berprestasi di sekolah. Geogren Areska Rulzein, nama kembaran Zein dan sering di panggil
Aka mengecup kening Grecia, meraih ponsel di tangannya lalu memindahkannya ke kasur. Soal nanti dia tidur, mungkin dia akan tidur di samping Grecia.Mereka sudah biasa tidur bersama setelah selesai belajar.Aka menatap ponsel Grecia, satu pesan masuk dari teman laki - laki adiknya itu yang membuatnya cukup terganggu.Tanpa banyak kata, Aka menghapus pesan dan memblokir nomor itu. Tidak akan Aka biarkan laki - laki mendekati Grecia di saat adiknya itu harus fokus sekolah."Zein belum pulang?" suara Amora muncul setelah derit pintu terbuka menyapa telinga Aka."Belum, Mom."Amora melirik Grecia yang terlelap di balut selimut di kasur Aka."Lain kali pindahin Cia ke kamar, kalian udah besar, alangkah bagusnya jangan tidur bersama." katanya mengalihkan topik."Aku ga ada gairah seksual sama Cia, mom." Aka kembali fok
Zeva mengerjapkan matanya, merasakan kalau matahari sudah menyapa dan menerobos masuk lewat sela - sela jendela.Zeva menatap langit - langit, mencoba mengumpulkan nyawa dan mengingat di mana dia sekarang."Udah bangun, sarapan dulu." Zein menutup pintu dapur, melangkah menghampiri Zeva yang masih diam.Zeva mengerjap polos."Badan Zeva kok sakit semua rasanya, padahalkan semalem yang di pukul - pukul alat pipisnya Zeva." terangnya dengan suara khas yang terdengar seperti anak kecil mengadu.Zein menahan nafas sesaat sebelum berpaling untuk menyembunyikan bibirnya yang berkedut, hampir saja terbahak. Tapi maaf, terbahak bukan gayanya.Zein kembali menatap Zeva yang tidur terlentang dengan selimut menutupi tubuh polosnya seleher."Sekolah di mana?" Zein mengambil topik lain, wajahnya begitu datar.Tidak biasanya Zein bertanya bahka
Ayana dan Slavi menghampiri Zeva yang baru datang ke sekokah. Penampilan cerah dan lugu gadis itu membuat keduanya semakin ingin membuat Zeva liar seperti mereka. "Katanya dia di bawa sama cowok, pasti di apa - apain." kikik Slavi sebelum sampai di depan Zeva. "Hallo Slavi, Hallo Ayana." sapanya riang dengan senyum manis yang memabukan. Namun Slavi dan Ayana malah muak melihat senyum itu. "Hai." sapa balik Slavi sekenanya."gimana? Udah ga perawan?" tanyanya dengan memasang wajah angkuh dan meremehkan. Zeva mengangguk antusias."Udah, namanya Geo—" alisnya bertaut, dia lupa kepanjangannya. "Sip, lo berarti bisa jadi anggota kita." Ayana berseru denga
Aka menghampiri Zein, keduanya berdiri berhadap - hadapan. Ketara sekali kalau si kembar identik itu begitu berbeda dalam segi penampilan. Aka rapih dengan dasi terpasang di tempatnya, tidak miring seperti Zein. Kancing seragam Zein bahkan terbuka dua. "Apa?" Zein menekuk wajahnya muak, terlihat tidak suka dengan kehadiran Aka. "Mommy, di ruang guru." Aka berlalu melewati Zein, dia pun tidak ingin berlama - lama dengan Zein. Para manusia di sekitar terlalu ketara memandangi keduanya dan mulai menilai perbedaan di antara keduanya. Grecia yang berpapasan dengan Zein sontak berseru kesal dengan memukul lengan bisep Zein."Bang! Mommy marah banget tahu! Bolos abis itu tawuran!" omel
Zeva demam, tubuhnya lemas. Sudah tiga minggu dia pindah rumah yang cukup jauh dari sekolah. Mungkin itu alasannya."Adit mau kemana?" mata sayu Zeva mengerjap polos."Bantuin bunda, kamu istirahat aja." di usap kening Zeva lalu berlalu.Zeva menghela nafas, nafasnya jadi ikut panas. Zeva tidak suka sakit begini. Zeva tidak mau balik lagi ke rumah sakit."Demamnya turun engga?" Lamita datang, membawa satu gelas air lalu memperiksa kening dan leher Zeva."Kata Adit, turun dikit, bunda."Lamita mengangguk pelan, menyimpan gelas itu di nakas."Bunda tanggung beresin belakang dulu, bunda tinggal sebentar, Zeva tidur dulu, ya?"Zeva mengangguk."Maaf ya bunda, Zeva engga bisa bantu." sesalnya dengan sendu.***"Pindah?" Zein terdenga
Zein masih diam, hanyut dalam pemikirannya."Bang Jack, kalau hamilin anak gadis orang, apa yang bang lakuin?" tanyanya. "Kamu hamilin anak orang?" seru Jack kaget."jangan deh, karier kamu lagi bagus, tawaran film banyak, jangan aneh - aneh." cerocosnya serius. Zein diam, tatapannya kosong menatap pemandangan indah perkotaan di depannya. Rumah mewahnya jadi semakin terasa dingin, kedua orang tuanya masih marah, kini masalah baru muncul. Zein yakin, Zeva hamil anaknya karena dulu Zein sempat muntah - muntah di pagi hari, sering bermimpi soal anak, dalam perhitungan bulan kandungannya pun sesuai. "Zein, kamu ga seriuskan tanya soal itu? Kamu ga hamilin anak gadis orang?" Zein berbalik, membawa langkahnya melewati Jack dengan acuh. Zein sedang kusut. Sudah 1 minggu dari pertemuannya hari itu dengan Zeva, Zein semakin terganggu