Bang Jack membantu Zein yang akan pergi pemotretan dan pengambilan video untuk iklan minuman yang sudah terlanjur mengkontraknya. Tadinya Zein ingin membatalkan namun kata bang Jack lebih baik lanjut karena perusahaan itu tidak keberatan soal skandal yang menimpa Zein.
"Cuma 6 menit, durasi yang singkat. Sayang sama uang kamu walau uang kamu ga akan habis." kata Jack seraya merapihkan tas Zein.
"Kalau gitu ajak Zeva boleh? Biar pulang langsung jalan."
Jack menggeleng tegas."Ga bisa, Zeva masih jadi inceran. Kasihan dia, Zein." balasnya.
Zein menekuk wajahnya, tidak bisa menyangkal ucapan Jack yang benar adanya.
"Tuan Zein—" panggil Jackson yang mengundang Jack untuk menoleh juga."nyonya Zeva menangis di belakang dan menyuruh saya untuk memang—"
Zein lebih dulu membawa langkahnya ke taman belakang di banding mendengarkan penjelasan pengawal
Jalan - jalan kilat pun berakhir dengan Zeva yang asyik dengan benih - benih bunga yang di belinya. Membiarkan Jackson menanamnya karena tukang kebun tak kunjung datang. Jackson terlihat menggali dengan air wajah tidak yakin, dia sudah beberapa kali menolak untuk menanam benih itu namun Zeva keukeuh agar dirinya yang menanam benih itu. Demi apapun, Jackson belum pernah menanam bunga. Semoga saja semua benihnya tumbuh dengan baik. Harapnya masih dengan tidak yakin. "Sayang, ayo masuk." Zein bersuara di ambang pintu. Zeva yang sedang berjongkok menoleh lalu mengangguk dengan patuhnya."Beresin ya, Jackson. Maaf ngerepotin sama ga bisa terus nemenin." sesalnya dengan lugu. Jackson terkekeh dalam hati, dia itu pegawainya. Kenapa Zeva tidak sadar soal itu dan berperan seperti teman saja. Mungkin karena terlalu baik pikir Jackson. "Tidak apa - apa
Ngidam, satu kata yang membuat Zein mengacak rambutnya frustasi. Zeva sungguh menyebalkan saat ini, permintaannya membuatnya gila. "Sekali aja, pake." Zeva mengembungkan pipinya yang semakin berisi itu. "Aku laki - laki, cowok, pria, Zeva sayang." Zein tersenyum paksa dengan menahan geraman marah. "Cuma merah sebentar, masih ga mau?" tatapannya menatap Zein dengan lucunya. Sontak Zein tidak berkutik, sialan memang wajah Zeva yang menggemaskan itu. "Jangan tebel - tebel." Zein pun pasrah, melirik sekitarnya yang cukup ramai. "Yeay!" Zeva dengan semangat menempelkan lipstik merah itu pada bibir Zein yang tebal nan seksi itu. Zein menatap wajah cerah Zeva dengan tatapan yang kian melembut, istrinya begitu bahagia hanya karena tindakan kecil itu. Harusnya Zein tidak menolak dari awal. "Woah!" Zeva menutup mu
Razelia Amora Rulzain, gadis yang kini memasuki usia 18 tahun, semester akhir di SMA Gelora. Nama panggilannya, Amor atau Amora.Gadis penyuka lagu dangdut itu kini terlihat asyik dengan cemilan dalam bungkus besar di gendongannya. Langkahnya terus terayun santai melewati rumah - rumah tetangga yang tidak jauh dari rumahnya.Amora melirik segerombolan laki - laki yang tengah bercanda tawa, di salah satu rumah yang di lewatinya itu. Kepalanya menggeleng samar, mulutnya mengunyah santai."Mereka engga ada kapok - kapoknya, udah di grebeg, udah di usir halus sama warga sini, masih aja nongkrong dan minum - minum.." gumamnya dengan memelankan langkahnya, Amora penasaran dengan pemilik rumah itu.Katanya, tampan melebihi Aliando pada masanya.Amora menahan nafas, matanya
Brian memijat pelipisnya, semua yang di jelaskan Junior membuatnya keleyengan. Musuhnya harus menikah dengan kembarannya? Takdir macam apa ini, menggelikan!"Pacar lo ga salah di sini_" Junior menghela nafas kasar."warga di sana aja yang ga ada kerjaan, nyudutin gue di saat paca_""Dia kembaran gue, pacar gue dia!" tunjuk Brian pada Biya dengan ogah - ogahan. Brian sungguh malas bersinggungan dengan Junior.Junior mengerjap, kembaran?"Jadi gimana, Bri? Hiks__" Amora mendekat, memeluk Brian lagi. Mencoba mencari perlindungan."takut, di seret tadi hiks.."Junior menunduk, menghela nafas berat. Junior merasakan berat di kepalanya karena terlalu banyak pik
Amora mengaduk teh manis dengan es batu itu dengan malas. Wajahnya masih terlihat mendung."Mana musik dangdutnya, mor?" tanya Ayu, teman sekelasnya.Amora mendesah pelan."Ha~ ga mood, lain kali_" balasnya tidak bertenaga."Ah ga asyik, kita biasanya paling heboh kalau di kantin.." Ilham berseru kecewa.Amora menghela nafas lelah, tidak bisa berbuat apa - apa selain murung. Untuk berjoget atau bernyanyi dangdut tidak ada gairah."Berat banget ya hidup_" Amor kembali menghela nafas lelah.Ilham memicingkan matanya."Lo kok jadi Dilan?" tanyanya.
Junior mengabaikan kericuhan disekitarnya. Tatapannya menatap ke arah meja di mana Amora selalu membuat kehebohan di kantin itu.Junior jadi tidak memiliki hiburan semenjak dia terlibat dengan istrinya itu. Amora seolah berubah, mengikuti statusnya yang berubah."Biduan kita kemana?" Jidan mengedarkan matanya ke arah meja yang berada di barat dan pojok itu."kok meja sana jadi sepi? Cuma ada si banci Surya.." lanjutnya."Dia sakit__" Junior meraih satu bungkus cemilan itu dengan acuh tak acuh."gue gem_" pur sampe tengah malem. Hampir saja, Junior kelepasan."Ha? Apa? Lo tahu dari mana?" Hendry berseru heran di samping Junior yang mulai kembali bisu."Jun, lo deke
Amora menghirup dalam - dalam udara di sekitarnya, suara obrolan, tawa - tawa siswa - siswi dan bau mie ayam beserta teman - temannya membuat Amora menghayati semuanya dengan sedikit lebay karena alasan dalam satu kata, rindu."Maju, lo kenapa berdiri di tengah jalan?" Junior sedikit menabrak bahu Amora dari belakang.Junior berjalan acuh menuju meja yang sering dia tempati, Amora menatap punggung Junior dengan meninju angin."Ngapain? Nangkep lalat, Mor?" suara Surya yang spesial mengalun aduhay di telinga Amora. Ngondek guysMengabaikan celotehannya, Amora merangkul Surya yang baru datang itu, membawanya menuju meja biasa."Dangdutan ga, Mor?" tanya Su
Amora mengusap dadanya dengan lega, untung Junior hanya memberi kecupan - kecupan tanpa melanjutkan ke tahap itu. Amora menangkup kedua pipinya yang panas dan memerah itu.Perlakuan Junior hampir saja membuatnya terbang, untung dia sadar cepat."Astaga! Dasar kadal penghisap!" gerutunya seraya mengamati leher dan dadanya di cermin kamar mandi.Amora meringis, dia seperti memiliki penyakit kulit. Dan lebih gawatnya, tanda - tanda itu merambat di lehernya."Nyusahin! Untung ada make up yang bisa nutupin!" gerutunya lagi dengan misuh - misuh.Setelah menyelesaikan mandi sorenya, Amora keluar kamar untuk menenangkan jiwanya seperti biasa.