Aku dan Tina janjian di restoran masakan Korea pukul 15.00, tadinya aku pikir dia akan datang terlambat, karena aku sudah hafal kebiasaan Tina yang tidak bisa ontime. Tapi berhubung hari ini ada Pak Arya, jadi aku datang lebih awal dan membuatku lumayan lama menunggu Tina datang. Sambil menunggu Tina, aku memesan minuman dan kue.
"Hei, udah lama datengnya?" Akhirnya Tina datang, untungnya hari ini dia tidak datang terlambat."Tumben lo gak telat?""Tadi dari toko, jadi gak telat." Jawabnya sambil nyengir.Tina ini memiliki usaha toko kue yang sebagian besar dia yang membuat sendiri. Dari jaman dulu, Tina memang suka memasak, lebih seringnya masak dessert gitu, makanya dia akhirnya bikin toko kue sendiri."Gak lagi banyak klien?katanya lo lagi hectic banget makanya baru sekarang bisa ketemu gue.""Udah ga terlalu sih, kue-kue nya udah gue desain tinggal karyawan gue yang eksekusi." Ujarnya."Ya udah lo pesen gih makanan, gue tadi udah pesenan d“Dra, mau dimasakin apa?" Tanyaku begitu kami sampai di apartemennya. "Nasi goreng aja, gue lagi pengen nasi goreng." Jawabnya sambil melepas topi dan kacamata yang dia kenakan. "Emang ada ready nasi?" "Ada kok tadi gue udah minta Aldo buat pesen ke orangnya dibikin nasi. Coba cek aja di magic com. Gue tinggal mandi dulu ya, gerah badan gue habis perjalanan jauh." Aku lihat Jendra mulai menaiki tangga menuju ke kamarnya. "Oke, nanti lo selesai mandi, nasgornya siap." Sahutku padanya. Membuka kulkas mencari bahan-bahan untuk membuat nasi goreng. Aku melihat ada sosis dan bakso, yang bisa buat tambahan toping nasi goreng. Saat sedang menyelesaikan memasak nasi goreng, aku mendengar langkah kaki menuruni anak tangga, tanpa menoleh pun aku tahu kalau itu Jendra. Aroma sabun menguar memenuhi area sekitar dapur. "Masih belum selesai?" Tanyanya Aku menoleh sekilas, dan menyesali detik itu juga. Mengumpat lirih karena merasa salah tingkah saat me
*Dela.." bisiknya disela ciuman kami.Lalu aku merasakan tangan Jendra sudah berada dipinggangku, mengangkat tubuhku cepat. Refleks aku melingkarkan kaki dipinggangnya.Perlahan tanpa melepaskan ciuman kami, Jendra melangkah menuju sofa balkon. Melepaskan ciuman kami sesaat, Jendra membaringkanku di sofa dengan kepalaku bersandar di lengan sofa sedangkan Jendra berada tepat diatasku dengan kedua tangannya yang berada di samping kepalaku untuk menopangnya agar tidak menindihku. Dari jarak sedekat ini, aku merasa jantungku rasanya ingin meledak karena kerasnya debaran jantungku dan efek ciuman panas kami.Jendra memandangku dengan matanya yang berkilat gairah, nafasnya terdengar memburu. Tidak memberiku waktu untuk menarik nafas terlalu lama, Jendra kembali memagutkan bibirnya ke bibirku, kali ini dia memberikan tekanan ditiap pagutannya. Membuatku kembali terbuai untuk membalas ciumannya, lidah kami saling membelit satu sama lain. Udara yang tadi terasa sejuk, sekarang
Begitu sampai di parkiran basement, sebuah motor sport sudah terparkir tepat didepan pintu lift. Disampingnya juga ada Aldo yang dengan sigap menyerahkan kunci motor dan helm fullface pada Jendra."Dra, lo serius mau pake motor?" Tanyaku heran, bisa-bisanya dia naik motor. Apa ga bahaya Pak Walikota ini naik motor sendiri."Kenapa?lo gak nyaman kalau naik motor?""Ck bukan gitu, lo ga inget status lo?bahaya tahu kalau ngendarain motor sendiri tanpa pengawalan."Jendra menarik tanganku untuk mendekat, memasangkan helm ke kepalaku dan merapatkan kembali resleting jaket yang aku kenakan."Aman Dela, lo santai aja. Nanti ada yang ngikut gue kok, termasuk Aldo.""Tapi kan nanti kita mampir dulu beli martabak, kalau ada orang yang ngelihat lo gimana?" gusar memikirkan saat membayangkan harus mengajak Jendra mampir beli martabak dulu."Udah gak usah tapi-tapian, buruan naik keburu tambah malem."Dengan berpegangan pada satu tangan Jendra, aku berusah
Begitu membuka pintu rumah, di ruang tamu ada mama papa dan Stevan."Dianter siapa kak?" Tanya Mama saat aku menaruh martabak dan terang bulan di meja."Teman mah." Jawabku singkat.Duduk disamping Stevan yang sedang bermain game di ponselnya, aku menyandarkan kepala pada bahunya."Tadi temennya kok gak diajak masuk aja sih kak, kenalin gitu sama papa mama." Kukira tidak akan ada pertanyaan lanjutan, ternyata Mama masih penasaran aja. Sepertinya tadi Mama mengintip dari balik jendela."Sibuk, orangnya buru-buru mau pulang udah malem.""Pamerannya sampai kapan kak?" Ini papa yang bertanya. Papa tidak akan kepo tentang laki-laki yang mendekatiku, karena cukup Mama dan Stevan yang selalu cerewet tiap aku dekat dengan laki-laki. Papa cukup menunggu sampai aku sendiri yang akan mengenalkannya secara langsung pada papa."Sampai Sabtu ini Pa, nanti pas hari terakhir ada penyerahan hadiah untuk lomba-lomba yang diadakan selama seminggu ini sama ada konser
Saat akan berdiri, lenganku dicekal dan ditarik Pak Arya agar duduk lagi."Kamu kenapa selalu menghindariku?" Tanya masih dengan tangannya yang memegang lenganku. Aku berusaha melepaskan tangannya tapi gagal, aku membiarkannya dan tetap duduk dengan memberi jarak."Saya gak hindari pak Arya, saya beneran mau bantuin Martin." Jawabku kesal.Pak Arya mendengus, "gak menghindar gimana?setiap saya ajak makan bersama kamu tolak, setiap saya nyoba ngedeket ke kamu, kamu langsung kabur kayak sekarang."Aku memejamkan mata, sepertinya aku harus menegaskan pada Pak Arya. Namun saat membuka mata, di depan stand terlihat kerumunan orang yang didalamnya ada rombongan Wali kota.Dan disana, terlihat Jendra menatapku tajam. Meskipun disebelahnya ada Angga yang sedang menjelaskan tentang produk umkm kami, tapi matanya jelas tertuju padaku, lebih tepatnya pada tangan Pak Arya yang sedang memegang lenganku. Shela yang tanggap, lalu menghampiriku dan Pak Arya. Dia menga
Saat berjalan menuju ke stand, aku bertemu dengan Pak Arya yang sedang berjalan keluar area pameran. Aku menggangguk dan tersenyum sopan berlalu segera berjalan ke stand. Namun saat akan melewatinya, Pak Arya mencegahku dengan mencekal lenganku. Aku melirik pada tangannya yang mencekal lenganku, melepasnya perlahan."Kita perlu bicara Dela. Aku belum selesai bicara sama kamu.""Maaf pak, waktu istirahat saya sudah selesai, saya mau kembali ke stand." Tolakku halus, toh tidak ada yang perlu dibahas lagi.Mengabaikan penolakanku, Pak Arya meraih pergelangan tanganku dan membawaku keluar lagi dari area pameran. Aku memandang tanganku yang saat ini ditarik oleh Pak Arya, enggak sakit, hanya ada perasaan muak.Dulu setiap Pak Arya menggenggam tanganku akan terasa hangat dan nyaman. Dulu aku menyukai saat dia menggenggam tanganku atau merangkul pinggangku saat kami sedang pergi berduaan. Namun sekarang yang aku rasakan hanya rasa muak. Kalau saja aku bisa, aku ingin pi
Akhirnya pameran dan konser musik selesai juga. Pukul 23.00 penampilan dari bintang utama selesai. Aku mencoba melepaskan diri dari Jendra. Sepanjang acara, Jendra sama sekali tidak melepaskanku dari pelukannya. Begitu lagu terakhir selesai, aku mendongakkan kepala menatap Jendra yang berada di belakangku. “Lepasin, gue mau masuk lagi ke area pameran.” Jendra menundukkan kepalanya, membuat wajahnya berada dekat denganku, sampai deru nafasnya mengenai sisi wajahku. “Ngapain masuk lagi?Ayo langsung pulang.” “Mau ambil tas gue sama bantuin bentar ngangkatin barang ke mobil.” “Kenapa gak besok aja.” “Lepasin Dra, capek gue ngomong sama lo sambil dongakin kepala.” Akhirnya Jendra melepas pelukannya, dan aku berbalik menghadapnya. “besok mau langsung balik, makanya malam ini harus masuk mobil semua barangnya. Udah ya gue masuk dulu, Bye! Ucapku sambil melambaikan tangan pada Jendra, segera berjalan sebelum sempat dia mencegahku lagi. Pukul 23.30 kam
Keesokan harinya."Ontime amat sih jemputnya," ucapku begitu aku memasuki mobil Jendra. Hari ini dia menyetir sendiri mobilnya, tapi santai saja meskipun dia menyetir sendiri, para pengawalnya pasti standby yang kadang aku sendiri tidak menyadari keberadaan mereka. "Biar gak keburu siang, panas jalannya. Gue gak perlu turun nih, buat pamit ke orang tua lo?" Jendra masih belum juga menjalankan mobilnya, malah dia kini bersiap melepas sabuk pengamannya. Refleks aku memukul lengannya, "gila lo, yang ada kita gak jadi berangkat. Bisa-bisa gue interogasi habis-habusan sama nyokap bokap, malah yang lebih parahnya ngamuk gara-gara gue dianterin Walikota, nanti dibilang ga tau diri yang ada." "Kok ngamuk sih, ya bangga dong anaknya dianter spesial sama Pak Walikota." "Udah deh jalan aja, katanya keburu siang." Akhirnya Jendra mengalah dan mulai menjalankan mobil. "Emang kenapa sih orang tua lo ngamuk kalau gue yang anter?" Aku mendengus, "ya