[Jangan cari aku. Kita sudah usai.]Netranya membaca tulisan dengan lipstik merah menyala. Di sana. Di permukaan cermin besar di dekat tempat tidur. Begitu sinis. Dan tak manusiawinya. Usai?! Jangan bercanda! Kita baru saja ‘mulai’, Amy! Serunya geram di dalam pikirannya. Ia memaksa dirinya bangun dan segera mandi. Tubuh kekarnya berdiri gemetar menahan amarah di bawah shower. Dinginnya air tak juga menenangkan pikirannya yang kalut. Mengingat sikap depresi Amy yang merubahnya seratus delapan puluh derajat berbeda dari kepribadian perempuan itu. Lalu, Sakit sekali. Ditinggalkan begitu saja oleh orang yang setengah mati kau cintai. Setelah malam sebelumnya, mereguk kebahagiaan bersamanya. Setelah bertahun hanya bisa memimpikannya. Memiliki dirinya yang nyata. Di dalam pelukannya. Tak terkira luka hati Reinaldi karena perlakuan Amy. ***Dengan tergesa, Reinaldi menghampiri rumah Poppy yang telah ramai kembali setelah pulang dari liburan. Tak diperdulikannya, pandangan heran Poppy,
Hamam pulang dalam keadaan lusuh dan letih. Akan tetapi tidak juga bisa menyembunyikan aura ketampanan dan kegagahannya. Tubuhnya sedikit panas dengan emosi yang masih meledak-ledak dikarenakan masalah-masalah yang terjadi di kantor. Dengan jengkel ia melirik ke arah garasi, dan mendengkus kuat saat mendapati mobil istrinya tidak ada di sana. Dengan gontai ia menenteng tas kerja dan berlalu masuk ke dalam rumah. Seketika, seorang pembantu datang menghampirinya. Wanita paruh baya itu datang dengan menunduk-nunduk penuh khimad. Takut bila tuan besar melampiaskan kekesalan padanya."Mana Nyonya?" tanya Hamam dingin sambil melemparkan tas kerja kepada pembantu itu. Wanita itu menangkap tas kerja dengan takut. Sudah dapat dipastikan, Hamam sedang dalam keadaan murka."Nyonya belum pulang, Tuan ..., beliau pesan, katanya Tuan makan malam duluan aja," jawabnya perlahan dan hati-hati.Hamam berteriak memaki lalu berlalu masuk ke dalam kamarnya. Meninggalkan pembantu malang itu terduduk gemet
Sungguh. Allah Maha Pembolak-balik hati manusia. Dialah yang menentukan segala rasa yang berkembang di dalam hati makhluknya.***♡♡♡***"Ini ..., apa artinya, Mbok?" tanyanya tak percaya. Tetapi lebih ditujukan untuk dirinya sendiri. Tentu saja ia tahu. Bukankah bertahun-tahun yang lalu, ia selalu melakukannya setiap pagi. Dan selalu kecewa dengan hasilnya. Tidak seperti hari ini.Dua garis merah jatuh tepat di netra Mbok Napsiah. Dengan segera wanita tua itu mengatupkan kedua tangan di mulutnya. Air mata penuh syukur jatuh membasahi pipinya yang keriput. Tentu saja ia tahu artinya. Anak laki-lakinya dulu pernah menunjukkan padanya dengan rasa bahagia membuncah, saat mantunya akan mengandung cucu pertamanya."Nya ..., Nyonya hamil," ucapnya pelan dengan suara bergetar, menguatkan dugaan perempuan itu. Seketika Amy luruh di atas lantai kamar mandi. Sungguh. Kuasa Allah tidak bisa ditebak dengan akal pikiran manusia.***Apa sedemikian inginnya kau memiliki anak, My, sampai berbuat s
Lubuklinggau, Sebelumnya, Amy mengira keputusannya untuk melarikan diri ke kota kecil ini amatlah tepat. Dalam bayangannya, sebuah kota di ujung selatan kota Palembang ini tentulah terpencil dan tidak begitu banyak yang tahu keberadaannya. Tetapi, ternyata ia salah. Kota ini begitu pesat perkembangannya. Sebagai sebuah kota transit dari berbagai kota lain, Lubuklinggau tidaklah sehening perkiraannya. Daerah ini ramai. Bahkan macet pada jam-jam sibuk. Meskipun tidak semacet Jakarta. Bisnis yang berjalan di sini juga maju pesat. Hingga Lily Fazo mau berinvestasi mengembangkan bisnisnya yang menggurita itu. Alur komunikasi dan transportasi juga bergerak cepat dan dinamis, seiring dengan kemajuan layanan data dan internet yang memudahkan untuk bertukar informasi. Entahlah. Saat itu dia hanya memikirkan bagaimana secepat dan sejauh mungkin menghindari Hamam, terlebih Ali. Hingga begitu saja menerima tawaran Lily. Dia tahu, bagaimana kerasnya watak Ali yang tidak akan menyerah begitu s
Hanya dengan ilmu yang akan membawamu jauh melebihi dari apa yang kau harapkan.***♡♡♡***Reinaldi Ghazali.Apa yang bisa diceritakan tentang dia?Bahwa ia ditemukan di antara sampah, terbungkus di dalam plastik kresek hitam. Berjuang untuk mencuri udara dari simpul kuat yang mengikat kresek itu. Atau, ia menjadi sebuah cerita usang di dekat perumahan warga. Yang sering mendapat 'kiriman' berupa anak-anak yang tak berdosa. Buah hasil perbuatan keji berujung maut. Ditinggalkan begitu saja. Di antara sampah. Di tepi sungai kecil. Atau, yang paling halus, diletakkan di depan pintu panti asuhan, yang terletak tak jauh dari kompleks perumahan itu. Reinaldi salah-satunya. Wak Hasan, pria terhormat yang disegani di kampung itu, terenyuh hatinya ketika mencurigai sebuah kantung kresek berwarna hitam bergerak-gerak lemah tanpa suara. Dengan gemetar, tangannya mengangkat benda itu dan beristigfar ketika menemukan bayi merah penuh luka. Tubuhnya mulai membiru dan dikerubungi semut merah. Tak b
Ternyata hanya seekor kucing hitam yang masuk menaiki jendela rumah.Wak Hasan kembali menghela nafas dalam. Ia segera berdiri dan membimbing tubuh kurus itu ke dalam rumahnya. “Tak usah malu. Allah mencukupkan rezeki Uwak melebihi yang bisa kami makan. Ayo, sebentar lagi Mahgrib. Isilah perutmu lalu mandi dan pergilah ke Masjid. Sebentar lagi kau khatam Qur’an. Sayang jika tak kau teruskan,” bujuk Wak Hasan sambil mengantarkan Ali ke meja makan. Membuka tudung makanan dan menyuruh Ali duduk. Tak lama, Poppy, anak perempuan satu-satunya lewat dan seketika berseru melihat Ali. “Ayah, Ali tadi bolos sekolah. Dia bawa krecekan, ngamen di lampu merah. Padahal dia ada ulangan di sekolah, kata Kak Bastian.” Wajah Ali merah padam mendengar aduan Poppy kepada ayahnya. Wak Hasan tersenyum lalu membelai rambut anaknya dengan sayang. “Ya. Biar Kak Ari dan Kak Bastian yang mengajari Ali nanti. Sekarang, biarkan ia makan dulu,” ucapnya sambil menunduk mengecup ubun-ubun Poppy. Anak perempuan ber
Berhentilah selalu menangis. Tak akan selesai masalahmu jika kau hadapi dengan tangisan.***♡♡♡***“Ali!” panggil Bastian dan Ari hampir berbarengan. Sosok anak yang memakai baju koko dan kopiah putih khas seragam panti menoleh. Ia sedang duduk di bangku beton, di depan sebuah rumah berpagar besi. Wajahnya tampak murung dan terluka. Bastian dan Ari saling pandang sambil mengernyitkan alis. Mereka berdua hendak pergi mengaji ke Masjid. Pada masing-masing dekapannya tergenggam sebuah Al Qur’an berwarna hijau kekuningan. “Mau kemana kamu? Udah cakep banget kek gitu?” tanya Ari sambil melemparkan cengiran usilnya yang khas. Ali hanya menatap sekilas. Lalu membuang muka. Tampak benar ia merasa malu. Matanya bergerak-gerak resah, kedua tangannya tergenggam di samping tubuh. Lalu ia menarik kopiah putih itu dan memain-mainkannya di antara jari-jari tangan yang panjang dan kurus. Memperlihatkan rambut lurus yang kering dan sedikit memerah. Bastian menatapnya mahfum. Anak sulung Wak Hasan i
Kejadian itu telah berlalu berbulan lamanya. Kehidupan kembali berjalan dengan tenang dan damai. Hingga pada suatu siang menjelang sore. Anak-anak sebaya sedang menghabiskan waktu. Ramai bermain di sungai kecil dekat dengan perumahan kampung itu. Baik anak-anak panti maupun anak-anak yang ada d perkampungan berbaur dengan senang hati. Tak memperdulikan status ataupun kehidupan mereka. Bermain layaknya anak-anak dengan jiwa yang murni dan jernih. Ada yang bermain Cingkling, gundu, gasing ataupun yoyo yang terbuat dari kayu.Sementara, banyak juga anak lelaki dan perempuan yang bermain di sungai. Yang lelaki menaiki pohon dengan dahan-dahan menukik ke arah sungai. Dan sulur menjuntai ke dalam air bening di bawah sana. Mereka menarik sulur itu dan bergelantungan lalu berayun sambil berteriak senang. Meneriakkan kata-kata favorit ataupun kekonyolan yang memancing amarah dan tawa teman-teman yang lain. Sebelum akhirnya mencebur masuk ke dalam air. Poppy dan Amy sedang berdiri memperhatika