“Jadi?” tanya Lily Fazo sambil duduk bersandar di kursi belakang rumah. Tangannya menyanggah kepalanya di satu sisi dan matanya memandang ke arah semak-semak pohon mawar liar yang bergerombol di pagar halaman. Amy memandang ke arah wanita itu dengan pandangan bertanya. “Jadi, bagaimana?” tanya Amy heran. Ia duduk menyandar lalu tersenyum. Cahaya matahari sore memantul dari kaca jendela dan mengenai rambutnya. Ia tampak begitu cantik dan bahagia. Lily Fazo memandanginya lama. Merasa ikut bahagia bersama ibu hamil itu. “Aku bersyukur kau lepas dari Hamam. Sebuah pernikahan yang tidak sehat, hanya akan membawa luka bagi semua. Terutama anak-anak. Mereka tidak akan mudah untuk memaafkan orang-orang yang telah menyakitinya, seperti halnya Bella,” ucap Lily Fazo dalam. Matanya yang cokelat gelap memandang Amy dengan sayang. “Namun, kau harus memaafkan, Amy. Saat itu akan datang. Dan kau akan berhadapan dengan itu semua.” Lily Fazo memandang Amy lembut. Sesuatu berdesir di dalam hati wani
“Aku tidak seputus-asa itu, Mas. Ingin dibuahi oleh laki-laki lain selain suamiku!” jerit Amy sambil berderai air mata. Hamam hanya diam. Matanya berkabut. Ia menundukkan kepalanya dan membiarkan Amy larut dalam tangis. Sedangkan ibunya duduk tegak di kursi ruang makan dengan mata membara seolah-olah ingin membakar habis diri Amy. “Halah, bilang saja kau sudah tak mampu lagi melahirkan anak! Pura-pura Hamam yang salah, tapi tak bisa jaga diri! Curhat sana-sini sampe ada yang nafsu liat kamu!” bentak ibu mertuanya sambil menunjuk hidung Amy. Bola matanya tampak memerah dengan dengusan nafas kuat dan dada turun naik menahan emosi. Amy mengangkat kepala. Ia tersentak dan mengurut dadanya yang telah lama sakit akan perlakuan ibu mertuanya. Dengan nyalang ia melayangkan pandang ke arah Hamam, dan mengisut kecewa tatkala dilihatnya laki-laki itu bergeming. Diam. Membiarkan ibu laki-laki itu mencaci-maki Amy sambil menguarkan kebusukan fitnah yang akan menghancurkan rumah-tangganya. “Mas
Hari-hari sebelumnya .... “Mas, udah bangun?” bisik Amy pada lelaki yang tidur di sampingnya. Hamam menggeliat sebentar, bergumam lalu berbalik menghadap Amy. Tangan yang kekar melingkari pinggang istrinya dan mendekap wanita itu. Mencari kehangatan pada epidermis kulit yang halus dan lembut miliknya. Amy mengelus wajah tampan dengan rupa putih bersih yang mulai dihiasi garis-garis halus. Hembusan nafas kekasih hati menggelitik puncak hidungnya, sesuatu yang sangat ia sukai dari Hamam. Ia ingin berlama-lama dalam dekapan laki-laki itu. Ah, betapa aku menyayanginya. Batinnya sambil mengecup pipi laki-laki itu lalu melepaskan dekapan suaminya dan beranjak bangun dari ranjang. Hari menjelang subuh, suara-suara orang mengaji terdengar mengalun dari speaker masjid yang terletak tak begitu jauh dari rumah mereka. Dengan letih, akibat pergumulan semalam, usaha untuk mengais ladang pahala buat suami. Amy bergegas ke kamar mandi dan membasuh tubuhnya dengan mengikuti rukun. Setelah usai
Sudah pukul sepuluh malam.Bahkan Amy belum juga pulang. Keberadaan wanita itu sungguh sangat ditunggu olehnya. Kepala laki-laki itu berdetam, sakit. Seolah-olah ratusan jarum sedang menancap di kulit kepalanya. Hamam berbaring di ranjang dalam kamarnya dengan gelisah. Bagaimanapun ia mencoba, tetap saja dalam posisi apapun tidak bisa meredam gundahnya.Ingatannya melayang pada selembar hasil tes kesuburan siang tadi. Yang ia dapatkan dari klinik tempat mereka berkonsultasi. Di atas kertas itu disebutkan, jika kondisi rahim Amy sehat-sehat saja. Indung telurnya bagus dan siap dibuahi. Saluran tuba faloppi-nya juga tidak ada masalah.Berbeda dengan kondisi Hamam.Ia mengalami kelainan Azoospermia. Yang mana dalam air mani atau cairan semen tidak ditemukan adanya sel sperma sama sekali. Hingga tidak ada sperma yang dikeluarkan untuk membuahi sel telur milik Amy.“Tapi hal ini bisa kita tanggulangi melalui operasi pada organ kelamin anda. Selain itu, bayi tabung bisa menjadi alternatif l
Bugh! Hamam melayangkan tinjunya tepat ke pipi kiri laki-laki itu. Tak siap dengan serangan yang tiba-tiba, tubuh jangkung dan ramping segara melayang menghantam pot bunga besar yang ada di sisi kiri Hamam. Benda itu langsung hancur berkeping-keping ditimpa tubuh itu. Ibu menjerit panik menyaksikan kemarahan Hamam. Dengan segera suami yang sedang disulut api amarah itu bergerak menghampiri tamu yang tak diundang dan bertubi-tubi melayangkan pukulan dan tendangan tanpa ampun. Laki-laki dengan tubuh kusut masai itu melawan dan menangkis semua serangan Hamam yang membabi-buta. Ketika pukulan terakhir Hamam hampir mengenai pelipisnya, ia menangkis dan mencengkram tangan suami yang sedaang murka tersebut. Serta-merta, menarik tubuh Hamam jatuh dan duduk di atas perutnya. Hamam memicingkan mata, berusaha menjaga pandangan dari derasnya hujan yang mendera. Laki-laki yang menduduki tubuhnya menyeringai lebar lalu mendekatkan wajah dan berujar : “Bibirnya..., sama manis dengan senyumnya,” k
"Hamam? Ada apa, Nak?" tanya ibunya terkejut setelah mendengar bunyi grbrakan meja tadi. Perempuan tua itu muncul dari dalam dan segera menuju kursi makan. Dia duduk perlahan menemani anak laki-laki kebanggaannya.“Dari siapa, Hamam?” tanya ibunya heran setelah melihat tangan laki-laki itu sibuk bergerilya di layar gawai.Hamam menghapus isi chat itu dan melempar gawainya. Membuang muka. Takut jika ibunya turut membaca sms itu dan mengetahui rahasia kelamnya.Pandangannya tertumbuk ke sosok tubuh kecil yang muncul dari kamar. Melangkah takut-takut ke arah mereka dan berhenti di depan keduanya. Di ujung meja makan. Berdiri di hadapan mereka layaknya seorang pesakitan di dalam ruang pengadilan. Ibunya memandang Amy tajam. Jelas tak suka dengan menantunya itu. Walaupun wajah istri anaknya itu mulai membengkak dan penuh lebam. “Mas...,” panggil Amy sepelan desiran angin. Hamam memandangnya lekat. Ada rasa sesal menyaksikan keadaan Amy. Bagaimanapun, istrinya berhak memberikan penjelasan
Sudah tiga hari Hamam tak pulang. Amy hanya bisa mereguk kecewa saat bayangan suaminya tak menyapa netra. Mbok Napsiah memberitahu dirinya, Hamam pulang keesokan hari, setelah kejadian yang menyedihkan itu. "Tuan ngambil pakaian sama tas dan laptop kerjanya aja, Nya. Waktu Nyonya Amy masih tidur. Terus langsung pergi pake mobil Tuan. Kayaknya mau ke kantor." Mata tua itu menatap sedih Amy. "Mungkin nginap di rumah Ndoro Besar, Nya," usulnya.Amy dirundung kekecewaan yang dalam. Bahkan suaminya tak memberikan kesempatan sama sekali untuk membela diri. Hamam lebih memilih mendengarkan ibunya ketimbang istri yang selalu dipukuli setiap ia merasa kesal ini."Nya, makan dulu. Biar cepat sehat," bujuk Mbok Napsiah. Ia masuk ke dalam kamar menghampiri Amy yang sedang berbaring sambil menatap langit-langit. Kosong. Tangan tuanya mengangsurkan semangkuk bubur ayam pada wanita itu. "Bagaimana mau makan, Mbok. Mulutku bengkak begini. Susah buat ngunyah. Sakit semua...," ucap Amy lirih. Ada be
Pernahkah kau begitu mencintai seseorang hingga kau tak lagi memperdulikan dirimu? Mengikuti segala ingin hingga dirimu melebur tak bersisa padanya? Lupa jati diri, menyelingkuhi harkat martabat sendiri? Lalu, saat dirimu sudah seutuhnya menjadi milik seseorang, ia meninggalkanmu begitu rupa. Mencabikmu hingga tak bersisa. Sampai akal tak lagi bisa menolerirmu dalam hina. ===***=== Angelique berlalu pergi dari rumah, membawa satu buah tas koper besar berisi pakaian Hamam. Melenggang pergi dengan penuh kemenangan, setelah sebelumnya mendecih pada Amy. Menertawakan kelemahan dan kebodohan wanita yang terduduk lemah di sudut kamar. Ketika bayangan pelakor itu hilang dari pandangan. Dan derum mobil milyaran rupiahnya membelah pekarangan rumah, dengan gemetar Amy mengambil gawai yang tergeletak di atas nakas. Pucat pasi ia kembali menghubungi Hamam. Setelah mencoba yang ke sepuluh kalinya, handphone laki-lak