Share

Hubungan Hambar

Author: Money Angel
last update Last Updated: 2025-10-06 21:47:34

Sabtu tiba dengan cepat. Tapi sesore ini, Hana masih berdiri di depan jendela kecil pantry kantor sambil memegang gelas kopinya. Wanita itu terlihat melihat kosong ke langit, tapi pikirannya dipenuhi momen kacau setelah malam mabuknya kemarin.

Wajah Adam masih sangat jelas mendominasi pikirannya. Mengingat lagi bagaimana wajah Adam yang sebelumnya masih terkekeh mengejek dan menggodanya dengan omong kosong, seketika berubah kaku dan kesal saat Hana mengungkit cerita masa lalu.

“Kalau memang bukan dia, kenapa harus kesal gitu?” gumamnya bingung. Hana mulai menyeruput kopinya, “Nggak nyambung banget. Bikin orang bingung—,”

“Hanaaa, selamat, yaw!”

Suara Rani mengagetkan lamunan Hana, dan langsung membuatnya menoleh, “Apaan sih? Ngagetin aja!” decaknya.

“Cieee, yang bentar lagi mau sold out. Padahal kalau belum tahun ini, aku mau jadiin kamu mentor aku, tau.” Celetuk Rani sambil mengambil cangkir minumnya.

Hana malah semakin bingung, “Selamat buat apa sih, Ran? Mentor apaan, lagi?”

Rani mendekat lalu mengulurkan tangan yang disambut ragu oleh Hana, “Yang pertama, selamat ulang tahun rekan kerjaku yang kece badai yang nggak goyah diserang lebah genit seantero, hehe.” 

Hana bahkan tersenyum kikuk, bingung menanggapi ucapan selamat Rani yang aneh, “I-iya. Makasih, Ran. Tapi greeting nya aneh banget tau,”

“Harus spesial buat orang yang spesial.” Jawab Rani yang belum melepas jabatan tangan mereka. Dan kali ini, ia menarik Hana untuk dipeluk, “Selamat juga buat hari manis kamu, Han. Aku ikut senang karena kamu sebentar lagi nikah.” sambungnya berucap tulus.

Hana termangu sejenak, baru sadar ternyata hari ulang tahun ini bersamaan dengan rencana Reza yang akan membawanya untuk dikenalkan ke keluarga.

"Kok kamu yakin banget aku bentar lagi nikah, Ran?" 

"Amin aja kenapa, sih? Bawel!" Celetuk Rani yang kini sudah kembali ke mode ceriwis, "Ya, kali, mau tunangan terus sampai kepala empat? Nikah, dong, Hana..." 

"Lagian kemarin aku lihat pacar kamu, si Reza, kan, namanya? Nah, dia masuk ke store Black Jasmine, Han. Pasti dia mau beliin sesuatu di sana buat hari spesial kalian."

"Tepat banget hari ulang tahun Kamu juga. Ya udah, perfect combo banget kata aku."

Hana tersenyum di sepanjang penjelasan Rani, yang saat itu melihat Reza mendatangi sebuah store brand perhiasan yang mahal dan berkelas, tapi modelnya terkesan simple dan manis.

Momentum yang disebutkan Rani barusan juga menambah haru Hana.

'Ternyata Reza sayang aku banget. Nyesel selalu underestimate ke dia yang gila kerja dan jadiin aku pajangan doang.'

'Di store Black Jasmine, kan, harganya mahal banget. Apa gajinya nggak langsung habis buat beliin aku kado ulang tahun begitu? Uhm... Kasihan banget kamu, Za...'

Hana merenungi anggapannya yang selalu mengira kalau Reza dingin dan lebih cinta pekerjaannya daripada kekasihnya sendiri. Dan apa yang Rani sampaikan membuatnya menambah satu poin positif untuk dijadikan alasan mengapa dia masih bertahan dalam hubungan hampa itu bersama Reza.

Dan nyatanya, memikirkan Reza saat ini berhasil menggeser tentang Adam yang sejak saat itu mendominasi benak dan pikiran Hana.

*

Waktu tanpa terasa merambat dengan cepat. Sejak pulang dari kantor, Hana seperti dikejar-kejar hantu. Ia harus mandi dan berdandan rapi serta cantik, sebelum Reza datang menjemputnya. 

Jemputan pun tiba, tapi bukannya menyusul Hana ke depan rumahnya, Reza hanya menelepon agar Hana keluar dengan cepat, dan dia hanya menunggu di mobil. 

Kesan pertama malam ini jelas kecewa, tapi itu hal biasa bagi Hana. Reza memang selalu begitu, tidak ada momen mesra yang dihadirkannya untuk Hana sejak beberapa tahun belakangan. 

Mirisnya, di malam spesial ini Hana malah sedikit berharap pertemuan mereka akan sedikit berbeda dan manis. Kenyataannya, terasa hambar seperti sebelum-sebelumnya. 

Hana masuk ke mobil, berharap tatapan Reza yang intens malam ini akan berbau pujian, tapi sayangnya tidak. 

"Kamu nggak pakai perhiasan? Kalung atau apa gitu? Polosan aja nih?" tanya Reza, "Nanti apa kata Mamaku, Han?" 

Hana bingung menanggapi. Karena memang sejatinya Hana lebih suka bergaya simple tanpa perhiasan mewah yang mencolok. 

Jika pun mengenakan aksesoris, dia lebih menyukai aksesoris dari batu-batuan berwarna warni. Bukan tidak memiliki perhiasan, tapi Hana memang suka kesederhanaan. 

Lagipula, mendengar Reza mengangkat topik perhiasan, ia berharap besar kekasihnya itu akan menghadiahi perhiasan yang dibelinya dari Black Jasmine. 

Model terbaru Black Jasmine, terutama liontin kecil berbentuk melati hitam bermata putih di sana, ternyata masuk ke wishlist Hana ketika gajinya cukup membeli. 

"Hmm, aku lupa pakai, Za. Lagian punyaku model lama semua. Ada rencana beli Melati Hitam di Black Jasmine, tapi uangnya udah kepake buat ngebom cicilan rumah kita nanti." jawab Hana ragu, mengangkat nama brand perhiasan tersebut. 

Reza menghela napas berat, "Ya udah, deh. Nanti pandai-pandai aja jawab kalau Mama tanya ke kamu soal begituan." nada bicaranya terdengar kesal.

"Terus, kalau bisa jangan beli perhiasan di sana. Kemahalan banget buat kamu. Nanti duit kamu habis, malah minta aku lagi."

Mendengar tanggapan Reza seketika menghancurkan harapan Hana. Tapi, sepertinya ia masih belum menyerah. 

"Tapi, Za. Kata teman kantorku tadi. Kemarin dia lihat kamu masuk store Black Jasmine dan beli sesuatu di sana. Kamu beli apaan di sana? Beli kado buat ulang tahunku, kan?" 

Menyampingkan kekecewaannya, Hana masih mencoba gembira bertanya pada Reza yang sejak awal sudah datar. 

Reza mengerutkan dahi, "Kado kamu?" Hana mengangguk cepat, "Ya nggak mungkinlah aku beliin kamu kado dari sana, Han? Baru kalung secuil aja harganya nyampai tiga puluh juta. Gajiku ya habislah." 

"Lagian temen kamu memang nggak salah lihat aku di sana. Waktu itu bos tim aku minta tolong ambilin pesanannya di store itu. Itu hadiah ulang tahun pernikahan buat istrinya."

"Kalau aku, ya nggak mungkin beli barang di situ lah. Gila apa?"

“Bersyukur banget aku punya kamu, Han. Kamu nggak neko-neko pengen beli hal nggak penting tapi harganya selangit." 

Semangat dan harapan Hana kontan pupus. Ia kini tidak berharap apapun lagi setelah mendengar jawaban Reza.

Bahkan dalam hatipun, Hana sudah kehilangan kalimat untuk mendeskripsikan kekecewaannya pada sang pacar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Bukan Sambutan Hangat

    Seperti biasa, kebersamaan mereka berdua dilalui dengan senyap. Perjalanan pun sepi tanpa tanya jawab intens selayaknya pasangan. Sampai ketika mobil Reza memasuki perumahan elite dan berhenti di depan rumah orang tua kekasih Hana itu.Halaman memang tidak terlalu luas, tapi taman mini di sana tertata rapi dan membuat hati teduh ketika memandang. Akan tetapi, keteduhan itu tidak berpengaruh untuk hati Hana yang sedang bergemuruh tegang.Tangan Hana meremas tas sandangnya. Sementara itu Reza di sampingnya tersenyum, “Udah siap? Masuk, yuk!” Ajaknya.Hana mengangguk sambil mencoba tersenyum, “Gimana kalau aku nanti…”Senyum Reza tersimpul, “Santai aja. Nggak bakalan gimana-gimana, kok. Aku udah cerita tentang kamu sama Mama Papa.”Nyatanya kalimat Reza belum berhasil membuat Hana tenang. Bahkan saat Reza sudah turun dan membukakan pintu untuknya jantung Hana malah semakin berdebar.‘Bisa, Hana. Bisa yuk, bisa!’ sebutnya untuk menyemangati diri sendiri.Begitu Hana melangkah masuk ke da

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Hubungan Hambar

    Sabtu tiba dengan cepat. Tapi sesore ini, Hana masih berdiri di depan jendela kecil pantry kantor sambil memegang gelas kopinya. Wanita itu terlihat melihat kosong ke langit, tapi pikirannya dipenuhi momen kacau setelah malam mabuknya kemarin.Wajah Adam masih sangat jelas mendominasi pikirannya. Mengingat lagi bagaimana wajah Adam yang sebelumnya masih terkekeh mengejek dan menggodanya dengan omong kosong, seketika berubah kaku dan kesal saat Hana mengungkit cerita masa lalu.“Kalau memang bukan dia, kenapa harus kesal gitu?” gumamnya bingung. Hana mulai menyeruput kopinya, “Nggak nyambung banget. Bikin orang bingung—,”“Hanaaa, selamat, yaw!”Suara Rani mengagetkan lamunan Hana, dan langsung membuatnya menoleh, “Apaan sih? Ngagetin aja!” decaknya.“Cieee, yang bentar lagi mau sold out. Padahal kalau belum tahun ini, aku mau jadiin kamu mentor aku, tau.” Celetuk Rani sambil mengambil cangkir minumnya.Hana malah semakin bingung, “Selamat buat apa sih, Ran? Mentor apaan, lagi?”Rani m

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Sampai Kapan

    Beberapa menit setelah kekacauan pagi itu, suara air dari kamar mandi meredam suasana. Adam masih duduk di tepi ranjang, menyandarkan punggungnya sambil memandangi langit-langit kamar. Tak lama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Hana keluar dengan rambut yang kini diikat rapi, wajah bersih, dan pakaian formal yang kembali tertata. Tidak ada lagi ekspresi panik atau salah tingkah seperti sebelumnya, yang tersisa hanya ketenangan dingin dan tatapan yang tegas.Adam yang semula hendak membuka mulut untuk bercanda, langsung terdiam ketika mendengar kalimat Hana. “Saya tau kalau tadi malam saya mabuk,” ucap Hana tenang, suaranya terdengar tegas, “Tapi saya yakin nggak berbuat apapun sama Bapak.”Nada bicaranya terdengar janggal, tapi justru menohok. Adam menaikkan satu alisnya, “Bapak?”Hana tetap menjaga nada bicaranya yang datar, “Yakin seratus persen. Karena bagi saya, mau dulu atau sekarang, kamu itu adiknya saya.”"Kamu mau ngaku ingat atau nggak ke saya, saya udah nggak peduli

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Pagi Yang Kacau

    Sinar matahari menyusup tirai putih tebal bangunan tinggi hotel bintang lima itu, menyapa wajah Hana yang masih damai dalam tidur. Kelopak matanya bergetar, lalu perlahan terbuka. Hana mengerjap beberapa kali setelah merasa aneh dengan tempat asing yang jauh berbeda dari kamarnya, “Ini di mana?” gumamnya serak.Ia mulai bergerak duduk perlahan, dengan pandangan yang masih buram dan sakit kepala sisa mabuk semalam. Akan tetapi, belum sempat Hana berpikir panjang, matanya langsung dikejutkan sesuatu. Di sampingnya, ada sosok pria yang tidur dengan bertelanjang dada.Hana seketika menutup mulutnya yang refleks terbuka karena kaget. “Si-siapa dia?” ucapnya pelan. Tapi sayang sekali otaknya belum sinkron karena saat ini ia sedang memuji tanpa malu dalam hati.‘Gila banget, punggungnya… aduh.’ Karena memang punggung terbuka yang ia lihat saat ini begitu lebar dan menunjukkan otot-otot yang jelas, dan dengan kulit yang tanpa celah. Bahkan mata Hana liar menyusuri setiap garis otot itu hing

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Kenapa Bohong

    Ruang restoran itu masih riuh dengan suara gelas berdenting, tawa karyawan, dan aroma hidangan yang menggoda. Tapi bagi Hana, suasana yang seharusnya menyenangkan itu terasa menyesakkan.‘Tidak semua orang ingin mendengar kabar bahagia orang lain, katanya?’ kalimat Adam sebelumnya masih terngiang jelas di kepala Hana, ‘Jadi, dia benar-benar nggak mau mengaku kalau kami saling kenal, ya?’ sambungnya bergumam miris dalam hati.Setiap senyum dan canda rekan kerja rasanya seperti tembok yang menekan. Hana menarik napas pelan, mencoba tersenyum, tapi senyum itu terasa dipaksakan. Wanita itu tidak pernah biasa minum-minum seperti itu, apalagi alkohol. Akan tetapi, di suasana hati serapuh ini, dan ketika salah seorang staff mengangkat gelas dan mengajak semua orang bersulang, untuk menyambut Adam, Hana merasa terpanggil untuk ikut.‘Masa bodoh. Kalau dia mau seperti itu, jadi biarkan saja.’ Hana bergumam lagi sambil mengangkat gelas kecil berisi minuman bergelembung. Sekali teguk, hangatnya

  • Gelora Cinta Bos Berondong Manisku   Mana Mungkin Lupa

    Suasana ruang rapat kembali hening setelah para staf mulai keluar satu persatu dari ruangan. Tapi Hana masih di sana, berdiri memegang mapnya. Jantungnya terasa berdegup kencang melihat Adam ada di hadapannya saat ini.Adam sedang merapikan dokumen di meja, seolah benar-benar tidak terusik oleh keberadaannya atau apapun.Hana menggigit bibir bawahnya, tertekan rasa penasaran yang semakin kuat, ‘Dia Adam-ku, kan? Aku nggak mungkin salah lihat.’Dengan langkah pelan, Hana mendekat, “Maaf, Pak Adam,” ucapnya ragu. Suaranya terdengar lebih kecil dari yang diharapkan.Adam mengangkat wajah, menatapnya dengan mata dingin yang membuat tenggorokan Hana seolah kering.“Ada yang ingin kamu sampaikan, Miss Hana?” nada suaranya tetap datar, profesional.Hana menelan ludah. Ia menunduk sedikit mencoba menutupi kegugupan, “Ini mungkin kedengaran aneh, Pak…”Adam diam, setuju menunggu.Hana menarik napas dalam, “Apa… apa Bapak tidak mengenal saya?”Adam mengerutkan alis tipis, tapi tidak langsung me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status