Home / Romansa / Gerald Sang Penakluk / 5) Bandot-bandot Memuakkan

Share

5) Bandot-bandot Memuakkan

Author: NDRA IRAWAN
last update Last Updated: 2021-10-25 14:21:43

Tujuh bulan yang lalu sebelum Tante Sonya bertemu Gerald.

Siang ini Tante Sonya sedang kedatangan tamu penting di ruangan kantornya. Dia bahkan harus berpesan pada sekretarisnya agar tidak mengganggunya, dan melarang siapapun masuk ke ruangannya. Tamu penting yang dihadapi Tante Sonya adalah dua orang pejabat dari dinas departemen perikanan dan kelautan setempat.

Pak Handoyo dan Pak Guntoro, merupakan orang penting dan memiliki kewenangan penuh dalam memuluskan kerjasama proyek ekspor benih lobster ke beberapa negara termuka di kawasan Asia dan Amerika, terutama negara Jepang yang benar-benar diincar oleh perusahaan tempat Tante Sonya mengabdi.

Tante Sonya memiliki tugas dan tanggung jawab penuh agar proyek tersebut sukses dan berkelanjutan. Bonus besar dan kesempatan tinggal di Jepang selama tiga bulan sudah menanti Tante Sonya, jika tender proyek itu benar-benar dimenangkan oleh perusahaannya.

Guna kepentingan hal tersebut di atas, Tante Sonya berusaha bersikap manis kepada dua tamu pentingnya itu. Walau perut buncit, kepala botak, wajah tua dan sikap mesum mereka benar-benar telah membuat Tante Sonya jengah dan muak. Dia memang sitri yang kurang mendapat kepuasan batin dari suaminya, namun bukan yang seperti itu juga seleranya.   

Tatapan mata Pak Handoyo dan Pak Guntoro selalu jelalatan saat melihat tubuh Tante Sonya yang seksi dan aduhai. Tante Sonya merasa pandangan kedua bandot tamunya lama-lama seperti menelanjangi dirinya. Senyum mereka pun  lama-lama sangat menjijikkan. Dan Tante Sonya hanya membalasnya dengan senyum manis.

“Jadi bagaimana Bapak-bapak. Seberapa besar peluangnya perusahaan kami memenangkan tender ekspor yang ke Jepang itu?” tanya Tante Sonya sambil tetap berusaha menyenangkan kedua tamunya walau hatinya sangat mangkel.

Mendengar pertanyaan Tante Sonya, Pak Handoyo dan Pak Guntoro sontak saling bertatapan. Lalu keduanya tersenyum. Wajah mesum mereka yang biasa berhadapan dengan Pak Himawan sebelum digantikan Tante Sonya, seketika berubah semringah. Karena pertanyaan itu yang sejak tadi mereka tunggu-tunggu.

Pada tender-tender sebelumnya Pak Handoyo dan Pak Guntoro tidak perlu lagi membahas komisi karena Pak Himawan sudah memahaminya. Bukan hanya komisi persentase yang sangat menggiurkan, namun dua orang wanita panggilan kelas tinggi pun sudah disiapkan. Dari mulai selegram sampai artis sinetron yang sedang naik tahta.

Namun kali ini dua bandot tua itu mempunyai maksud lain setelah melihat sosok Tante Sonya yang sangat menggiurkannya. Mereka tidak menyangka akan berhadapan dengan wanita yang sangat cantik dan seksi seperti Tante Sonya.

Sejak pertama bertemu, keduanya sudah terkesima dan saling mengirim kode rahasia untuk bisa menggarap istri salah seorang dosen kampus ternama itu secara bersama-sama.

“Begini, Bu. Biasanyakan kami berurusan dengan Pak Himawan. Kalau beliau sudah tahu berapa komisi yang harus kami terima dari perusahaan ini, dan ada bonus tambahan yang biasanya selalu dia persiapkan sebelumnya,” jawab Pak Handoyo sambil kembali tersenyum mesum nan licik.

Hati Tante Sonya ingin muntah. Sebenarnya dia pun sudah mendapat penjelasan singkat dari Pak Himawan tentang trik menaklukan para mafia dan cecunguk seperti dua bandot yang kini sedang berada di ruangannya.

“Pak Han, kami sangat mengerti dan akan memenuhi persyaratan itu seperti yang biasa Pak Himawan lakukan selama ini. Percayalah, struktrural kami memang berubah namun kebijakan tetap seperti biasa, sesuai yang telah digariskan selama ini,” ucap Tante Sonya dengan tenang dan berwibawa.

“Oh bagus. Kamu sangat bersyukur kalau Ibu sudah mengerti dan tahu tentang itu, bagus, sangat bagus.”

“Ya terima kasih, Pak. Lantas apa yang harus kami lakukan sekarang?”

“Hmmm, begini Bu. Kali ini sepertinya kita akan menemukan sedikit masalah, karena adanya kekurangan-kekurangan  yang perlu segera ibu ketahui sekaligus dilengkapi dan dipenuhi. Agar tidak menimbulkan permasalahan yang cukup pelik dalam proses selanjutnya,” timpal Pak Handoyo.

“Kekurangan dan masalah apa, kalau boleh saya tahu, Pak? Mungkin saya bisa membantu memperbaiki atau melengkapinya sekarang juga.” Tante Sonya menjawab tegas dan masih dengan senyum manisnya, walau dadanya mulai sedikit bergemuruh karena muak yang ditahan.

“Gak banyak sih Bu, kekurangannya hanya satu, dan kebetulan kekuarangan itu ada dalam diri ibu. Namun kabar baiknya, Ibu pasti bisa membantu kami untuk mengusahakannya,” balas Pak Handoyo santun.

Mata kedua bandot itu tampak berbinar-binar. Secercah harapan yang telah mereka pantaunya sejak tadi, tampaknya tak lama lagi akan segera digenggamnya dengan mudah.

“Wah kebetulan dong kalau begitu, Pak!” seru Tante Sonya excited. “Saya akan segera melengkapai dan memenuhinya. Yang penting tender itu benar-benar jatuh ke perusahaan kami.” Tante Sonya agak sedikit antusias. Dia berharap segalanya segera tuntas dan kedua bandot itu segera beranjak dan enyah dari hadapannya, dan duduk manis di rumahnya menunggu transferan dari atasannya.

“Kalau masalah keberhasian tender jatuhnya kemana, itu sudah menjadi jaminan kami. Perushaan ini tentu saja yang menjadi prioritas kami. Tapi dengan syarat kekurangan yang satu itu sudah terpenuhi.”

“Ya kamu pesti memebuhinya dengan segera Pak!”

“Kami jamin proyek itu akan jatuh keperusahaan ini. Sebannya kami sudah membawa dokumennya tinggal kami tanda tangani saja. Bagaimana Bu, sanggup untuk memenuhi kekurangan yang satu itu?” tanya Pak Handoyo dengan seringai mesumnya.

Walau kalimat yang disampaikan dua bandot ini sejak tadi terkesan berbelit-belit dan sedikit ambigu. Namun Tante Sonya yang terbiasa dengan metode kerja praktis, terpaksa harus besabar dan mengalah.

“Baiklah, kalau begitu, sekarang sebutkan kekurangannya apa, biar secepatnya saya usahakan. Dan yang terpenting dokumen ini bisa segera Bapak-bapak tanda tangani,” kata Tante Sonya dengan sangat gembira setelah melihat dan menerima dokumen yang disodorkan Pak Handoyo.

Tante Sonya mengkaji dan membaca beberapa point penting dalam dokumen tersebut. Semuanya asli. Kontrak proyek yang dimaksud pun sudah mencantumkan nama perusahaannya. Bahkan cap dan meterai pun sudah dipersiapkan hanya tanda tangan basah dari kedua orang di depannya saja yang belum ada.

“Oke Bapak-bapak, sebutkan saja, apakah saya harus menyiapkan bonus tambahan menginap di hotel bersama artis tiktok atau selegram yang sedang naik  dahan, ranting dan daun?” ucap Tante Sonya sedikit bercanda untuk mencairkan suasana.

Tentu saja semua dia ucapkan setelah mendapat pesan singkat dari Merry, sekeretarisnya. Merry bahkan menyarankan atasannya itu bersikap to the point dengan menyodorkan beberapa artis tiktok yang sudah Merry call untuk dipersembahakn pada dua bandot mesum itu.

“Terim kasih kalau Bu Sonya sudah memahaminya. Namun kali ini kami berubah pikiran. Dan kami yakin Bu Sonya akan sangat bisa mengusahakan kekurangan tersebut dengan secepatnya. Kami hanya tinggal membubuhkan tanda tangan di dokumen sangat simpleitu,” lanjut Handoyo.

“Baik kalau begitu silakan Bapak-bapak tanda tangani, saya akan langsung menyuruh sekretaris saya untuk mempersiapkan kekurangan yang Bapak-bapak maksud itu. kebetulan beberapa artis tiktok terbaru memang sudah mulai kami kabari,” lanjut Tante Sonya percaya diri.

“Hehehe, tidak usah meminta bantuan sekretaris Ibu, karena kekurangan itu bisa Ibu penuhi sendiri sekarang juga,” kata Pak Handoyo dengan seringai yang terlihat semakin mesum dan licik.

“Maksud Bapak?” Tante Sonya belum paham. Kedua matanya sedikit menyipit memandangi wajah-wajah memuakkan di depan matanya.

Untuk yang kesekian kalinya, Tante Sonya terpaksa menarik napas panjang untuk mendinginkan hatinya yang sudah mulai terpancing amarah akibat kesal dengan berbelit belitnya Handoyo dan Guntoro.

‘Sungguh birokasi yang sangat bobrok!’ maki Tante Sonya dalam hati.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ntaelia
Si Deny masih bocil aja mulutnya udah pedes ya, kek merecon_-
goodnovel comment avatar
Abah Pollimite
aku nangis baca part ini
goodnovel comment avatar
Ar_key
cakep banget nih, Semangat Gerald ......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gerald Sang Penakluk   38) Bab

    Sore harinya Bu Nina memintaku untuk mengantarnya pulang. Tentu saja dia bukan benar-benar ingin pulang. Sepanjang perjalanan otakku tak pernah bisa diam, dipenuhi dengan berbagai obsesi liar. Bahkan beberapa kali aku sengaja memancing Bu Nina dengan obrolan yang sedikit panas dan menjurus mesum. Namun beliau sepertinya selalu mengalihkan pembicaraan. Mungkin dia masih jengah dengan peristiwa tadi pagi, namun aku sendiri menduga jika dia sengaja mengajakku pulang duluan karena ingin mengulanginya. “Ke Duta Permata aja, Ger.” Tiba-tiba Bu Nina bicara tegas setelah mobil melaju di jalan raya. “Kita mau Ke hotel, Bu?” tanyaku memastikan. “Ya,” balas Bu Nina pelan, dan dengan santainya menganggukkan kepala seraya tersenyum. Dengan semangat 45 aku melajukan mobil Bu Nina menuju hotel yang dia sebutkan. Tak sampai setengah jam kemudian kami pun tiba di depan hotel yang berlokasi dekat dengan salah kampus negeri ternama. Kami segera masuk ke dalam hotel. Setelah menyelesaikan urusan di

  • Gerald Sang Penakluk   37) Bab

    Wajah Bu Nina semakin tampak merah merona namun matanya seolah sudah terpatri di selangkanganku. Batang zakarku pun sepertinya merasakan itu, dia bergerak-gerak sendiri seolah mengangguk-angguk memberikan penghormtan pada Bu Nina. Bu Nina pun melangkah menuju ke arah jam tangannya yang tertinggal. Pikiran mesumku semakin menjadi-jadi maka dengan cepat aku tutup pintu jamban. “Gerald kamu apa…ap…apaaan?” Bu Nina bertanya dengan suara yang sedikit gelagapan. "Maaf Bu, ta.. pi.. Ibu benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan saya." Entah siapa yang mengajariku untuk bicara frontal dan kurang ajar pada mantan Kepala sekolahku. Aku bahkan tidak memikirkan apa akibat dari permainan dan perkataan gilaku ini. “Kamu.. sudah gila apa, Gerald!" sentak Bu Nina. Namun belum sempat kujawab pertanyaannya dia kembali menyahut. "Ibu sudah menduga kamu dari kejadian tadi malam, tapi kamu harus tahu bahwa Ibu sudah bersuami dan lagian ibu kan sudah tua, Gerald!" Dia mencoba menyadarkan aku. "Tap

  • Gerald Sang Penakluk   36) Bab

    Aku bertanya dalam hati mimpi apa semalam sehingga memperoleh keuntungan dobel. Pertama memegang buah dada indahnya, yang kedua bisa melihat bokong dan pahanya walaupun agak sedikit samar. Tak terasa celanaku semakin sempit karena senjata kesayanganku pun ikut-ikutan menggeliat. Tanganku meraba rudalku dan membuat remasan-remasan kecil. Tak puas dengan itu aku mengeluarkan batang rudalku sehingga dapat berdiri bebas mengacung. Aku yakin Bu Nina tidak akan melihat polahku yang super gila ini. Sepertinya Bu Nina sudah selesai buang air kecilnya. Dan ketika akan naik ke atas, aku ulurkan tanganku dan menariknya. Aku minta Bu Nina berjalan di depanku dengan alasan aku mengawal kalau ada apa-apa. Namun yang sebenarnya bukan karena itu, tapi aku bisa bebas membuat rudalku terjulur keluar dari seleting celanaku. Sensasi ini aku nikmati sampai ke dekat tenda pembina. Kami melanjutkan ngobrol sampai akhirnya acara jurit malam selesai. Malam sudah larut bahkan menjelang dini hari, kami pembi

  • Gerald Sang Penakluk   35) Bab

    “Geer, udah dulu bersih-bersihnya!” Teriakan ibuku mengagetkan. Saat ini aku sedang berada di rumah ibuku dan membantu membersihkan kebun belakang. Kedua adikku pun ikut membantu. Kami semua pun sontak menghentikan segala aktifitas, walau hanya sekedar menyiangi rumpat pada sayuran yang rencananya beberapa hari lagi akan dipanen oleh tengkulak yang sudah mondar-mondir kebelet pengen membelinya. “Ada apa, Ma?” tanya Gayatri, adikku yang baru berusia empat belas tahun kebetulan berdiri tak jauh dariku. “Ada Pak Budi, mau ketemu sama A Gerald,” jawab Ibu sambil menyodorkan handuk kepadku. Perintah halus agar aku segera mandi atau setidaknya mencuci anggota tubuhku yang kotor. “Pak Budi mana?” Aku balik bertanya sambil mengernyitkan dahi, banyak sekali nama Budi di kampung ini, terutama yang sudah dewasa. Kalau anak-anak muda rasanya sudah jarang sekali yang bernama ‘Budi.’ Kata ibu, dulu nama Budi dan Wati adalah nama pavorit di seluruh Indonesia. Gak tahu mengapa bisa demikian. “Pa

  • Gerald Sang Penakluk   34) Bab

    Aku hanya mengganguk dan tersenyum seraya sedikit menunduk, lalu dengan pelan berjalan mendekati Bu Ardy yang kini sudah kembali tengkurep di atas kasurnya. Dengan jantung yang semakin tak karu-karuan dan dalam intimidasi tatapan nenekku, aku memulai kerjaku dengan memijat pelan-pelan pergelangan kaki Bu Ardy, seperti biasa saat aku memijat teman-temanku atau tetangga lelakiku yang kadang iseng meminta dipijat. Titik titik pergelangan kedua kaki Bu Ardy kupijat dengan tekanan cukup kuat tapi tidak sampai membuatnya kesakitan. Setelah pergelangan kaki, aku pun mulai memijat betisnya, tak lama naik ke paha, pantat lalu punggung. Itu hanya pijatan adaptasi atau perkenalan awal dengan tanpa menggunakan lotion. Pelan tapi penuh tekanan, aku memijat telapak kaki Bu Ardy. Sesekali aku melirik pada nenekku, takut kalau pijatanku salah. Namun nenekku sama sekali tidak memberikan respon, tampaknya memang pijatanku masih sesuai dengan prosedur yang selama ini dia terapkan. "Enak loh pijatan

  • Gerald Sang Penakluk   33) Bab

    Kurang lebih jam setengah tujuh malam, aku sudah bersiap mengantar nenek ke emplasemen dengan motor Umi Yani. Emplasemen adalah sebutan untuk kompleks perumahan yang dihuni oleh para petinggi atau pejabat perkebunan yang lokasinya bersebelahan dengan kampung tempat tinggalku. Jaraknya kurang lebih tiga kilo meteran. Untuk ukuran kampung masih terasa dekat, karena biasanya ditempuh dengan jalan kaki. Sejak kakek meninggal dunia, aku yang selalu mengantar nenek jika ada panggilan memijat ke tempat yang jauh. Aku tidak mengizinkan beliau naik ojek karena sebagain besar tukang ojek di kampungku bermata keranjang. Dan sebagaimana janda yang lainnya, nenek pun terkadang masih suka digodain. Sungguh edan memang mereka itu, hehehe. "Parkir dulu motornya, Ger, jangan lupa kunci stangnya juga," ucap nenek saat kami sudah tiba di depan rumah keluarga Pak Ardy yang akan dipjatnya. Menurut nenek, Pak Ardy adalah salah seorang pejabat di perkebunan itu. Tidak berapa lama pintu rumah Pak Ardy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status