Home / Horor / Gerbang Neraka: Desa Terakhir / Bab 28 : Lelaki Berpayung Hitam

Share

Bab 28 : Lelaki Berpayung Hitam

Author: Rafi Aditya
last update Last Updated: 2025-06-28 11:00:11

Langit merah darah belum menunjukkan tanda-tanda akan berubah. Desa Tunggala telah kehilangan sinar matahari sejak malam pembuka gerbang kedua. Di setiap sudut desa, hanya tersisa bayangan, bisikan, dan ketakutan yang menjelma nyata. Burung tak lagi berkicau, anjing menggonggong ke udara kosong, dan anak-anak yang dulu berlari riang kini hanya bisa menggambar simbol-simbol aneh di tanah dengan jari berdarah.

Di tengah kegelapan itu, muncul sosok asing. Lelaki berpayung hitam.

Ia datang dari arah timur, melintasi padang ilalang kering yang tak lagi ditumbuhi apa pun. Tubuhnya tinggi, kurus, mengenakan jas panjang kelabu yang berkibar meski angin tak bertiup. Wajahnya pucat, matanya kelabu, dan dari bibirnya tak keluar senyum, hanya garis datar yang menyerupai luka lama.

Payung hitamnya terbuka lebar, menutupi sebagian besar tubuhnya. Anehnya, tanah yang ia pijak langsung mengering, dan bunga liar yang mekar
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 122 : Menembus Diri Sendiri

    Ruang ritual disiapkan di dalam ruang bawah tanah yang hanya dibuka saat keadaan darurat. Di tengahnya, lingkaran simbol kuno bercahaya lemah terbuat dari darah ayam hitam, abu dari nisan pertama sekolah, dan serpihan kaca dari cermin yang pernah retak. Ilham duduk di tengah lingkaran. Tubuhnya gemetar, tapi tatapannya tajam. Revana duduk di sisi kanan, memegang manik meditasi. Saras berdiri di utara lingkaran, membacakan mantra dari Buku Bayangan Jiwa. “Raga ini kami bekukan… jiwa ini kami buka… gerbang ke dalam bukan lewat darah… tapi lewat kesadaran yang terbelah…” Perlahan, udara di ruangan berubah berat. Nafas menjadi singkat. Cahaya lilin satu per satu meredup hingga nyaris padam, menyisakan rona kemerahan seperti mata yang menyala dalam gelap. Ilham menutup matanya. Dalam benaknya, sebuah lubang hitam terbuka seperti pusaran yang menelan semua rasa. Dan ia jatuh. --- Ketika membuka mata, Ilham berdiri di ruang putih tak berujung. Tak ada dinding. Tak ada lantai. Tapi i

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 121 : Bayangan yang Menjelma

    Ilham berdiri di depan cermin kamarnya. Retakan merah di permukaannya menjalar seperti urat api, berdenyut perlahan. Ia menatap bayangannya sendiri, tapi yang kembali menatapnya adalah wajah tanpa mata. Sebuah topeng kosong meniru ekspresi, dan di sudut bibirnya tersenyum sinis. Revana masuk tergesa, napas memburu. “Ilham! Lira… dia bangun!” Tanpa kata, mereka berlari menuju ruang bawah tanah tempat tubuh Lira dirawat. Tubuh kecil gadis itu kini duduk di atas ranjang. Matanya terbuka, menatap langit-langit seperti sedang mencari sesuatu yang tidak ada. “Lira…” Ilham mendekat, berlutut di sisinya. “Kau ingat aku?” Gadis itu menoleh pelan. Dan dengan suara sangat lirih, ia berkata: “Jangan percaya pada pantulanmu…” Ruangan langsung sunyi. Ilham merasakan jantungnya berhenti sejenak. Revana menelan ludah. “Apa maksudnya, Lira?” Lira hanya menatap ke arah dinding kosong dan menggambar sesuatu di udara sebuah lingkaran dengan garis menembusnya. Simbol yang sama seperti yang munc

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 120 : Kembali dari Sela Kosong

    Udara malam menusuk tulang ketika cahaya putih dari celah dimensi menyelimuti ruang bawah tanah. Ilham, Revana, dan Davin jatuh berlutut ke lantai batu, napas mereka berat, tubuh gemetar karena dingin yang tidak berasal dari dunia ini. Di pelukan Revana, boneka kayu Lira bersinar samar. Beberapa detik kemudian, tubuh kecil muncul perlahan dari dalam cahaya Lira, utuh, dengan mata terpejam dan napas teratur. Saras menyambut mereka dengan wajah tak percaya. “Kalian berhasil…” Revana mengangguk sambil berlinang air mata. “Vara... dia tinggal. Dia memilih menebus semua dosanya.” Penjaga Gerbang Dalam menatap Lira satu kali sebelum menghilang perlahan menjadi debu cahaya, suaranya menggema: “Gerbang tertutup… untuk sementara.” Ilham berdiri goyah. “Apa maksudnya ‘sementara’…?” Tapi suara Penjaga telah lenyap. --- Dua hari kemudian, sekolah kembali tenang atau setidaknya, kelihatannya begitu. Lira dirawat di ruang medis bawah tanah. Ia belum sepenuhnya sadar, tapi jiwanya stabil.

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 119 : Penukaran Jiwa

    Cahaya biru dari tongkat Penjaga Gerbang Dalam menyebar membentuk lingkaran sihir besar. Simbol-simbol kuno berputar pelan di udara, berdesir bagai mantra yang diucapkan dengan bisikan ribuan arwah. Angin dingin bertiup dari dalam tanah, dan udara menjadi berat. “Jika kalian siap…” kata Penjaga dengan suara yang seperti parutan logam, “...aku akan membuka pintu menuju Sela Kosong.” Ilham berdiri di tengah lingkaran, mata tajam menatap ke depan. Tanpa ragu, ia berkata: “Biarkan aku menjadi gantinya. Biarkan aku menggantikan Lira.” Revana menggenggam tangan Ilham, tapi Ilham melepaskannya perlahan. “Aku yang membuka gerbang ini. Aku yang gagal menyelamatkan Lira. Kalau memang ada harga… aku yang harus membayarnya.” Davin menoleh, ingin menolak. Tapi sebelum ia sempat bicara. Langkah kaki terdengar dari kegelapan lorong belakang. Seseorang muncul, berjalan perlahan. Rambutnya putih. Matanya tajam. Bibirnya tersenyum tipis. “Tunggu sebentar. Jangan terlalu cepat menjadi pahlawan,

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 118 : Penjaga Gerbang Dalam

    Malam mulai menjelang saat Ilham, Revana, dan Davin berdiri di hadapan tembok batu besar di balik ruang artefak terlarang. Di atas permukaan batu itu, terdapat ukiran aneh berbentuk mata tertutup dikelilingi ular melingkar. Batu itu dingin, tapi denyutnya terasa hidup. “Ini bukan sekadar tembok,” gumam Revana. “Ini adalah pintu yang dikunci oleh pikiran.” Saras muncul dari belakang mereka, membawa buku kulit hitam berdebu Mantra Perut Bumi. “Menurut buku ini, Penjaga Gerbang Dalam hidup di bawah sekolah, di lorong yang terus berganti bentuk sesuai isi hati orang yang memasukinya,” jelas Saras. “Itu sebabnya hanya sedikit yang bisa kembali.” Ilham menatap batu itu, lalu meletakkan telapak tangannya di ukiran mata. “Aku ingin menyelamatkan Lira,” bisiknya. “Aku ingin menutup gerbang neraka yang terbuka.” “Aku tidak takut…” Tiba-tiba, tembok batu menghilang seolah ditelan bayangan, membuka lorong sempit berlapis akar hitam dan kabut lembap. Angin berembus dari dalam lorong sepert

  • Gerbang Neraka: Desa Terakhir    Bab 117 : Makam Tanpa Jiwa

    Malam itu, angin berdesir di antara pohon-pohon beringin tua di sisi pemakaman. Kabut turun begitu tebal, hingga tanah pun tampak seperti laut putih. Ilham menatap lubang makam Lira yang menganga tanpa isi. Di dalamnya, hanya boneka tua yang kini digenggam Revana erat-erat. “Kau yakin bisa membaca jiwanya?” tanya Ilham pelan. Revana menatapnya, wajahnya pucat karena malam terlalu dingin. Tapi lebih dari itu, ia takut. Membaca jejak jiwa seseorang yang sudah mati bukanlah perkara biasa. Ini berarti menembus batas antara dunia hidup dan dunia bayangan dan sekali saja ia terpeleset… ia bisa hilang selamanya. “Aku akan coba,” ucapnya. Ia duduk bersila di tepi makam, meletakkan boneka di pangkuannya. Jari-jarinya menyentuh kepala boneka, dan dari mulutnya terucap mantra kuno yang berasal dari Kitab Jiwa Ketiga, kitab terlarang yang hanya dibuka jika waktu benar-benar genting. “Wahai jiwa yang terbelenggu di antara terang dan gelap… tunjukkan di mana kau kini berada.” Lilin yang merek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status