Pikiran ini bak berada di awang-awang. Seolah mulut dan otak tidak sinkron saat berucap kalimat itu. Untaian kata dari lisanku mengalir bak tetesan air hujan dari genteng yang jatuh ke tanah ….
“Saya … akan menikah dengan Mas Inu ...,” gelontorku begitu saja.
Mataku menerawang lurus tanpa berani berkontak dengan siapa pun.
Apa kau sudah gila, Bridgia? Keputusan apa yang telah kamu ambil lima menit yang lalu, ha? Di mana akal sehatmu? Bagaimana bisa kamu menerima mantan terkutuk itu menjadi suamimu?
Entah!
Aku seperti dalam mode autopilot, berasa kena hipnotis, kena gendam! Aku sedang on the way ke neraka dunia dengan menerima sebuah perjodohan, dengan Inu Adikara pula. Iya, itu sama saja dengan memakan kulit ayam padahal aku nggak suka.
Analogiku kacau, sekacau jalan hidupku di depan sana.
Namun, untung kewarasanku masih bersisa 0,5%. Jadi, aku masih punya celah untuk bebas dari pa
Menurutku long flight alias penerbangan panjang adalah neraka mini. Lelahnya dobel, stresnya dobel. Kenapa aku bisa bilang gitu, karena beban pekerjaan serasa tambah berat. Harus menerjang zona waktu yang beda. Bedanya bisa nggak main-main, dua zona waktu dari WIB ke WITA, WITA ke WIT.Rasanya udah mirip kayak jetlag, padahal masih di satu wilayah Indonesia. Ya kayak sekarang inilah. Badan masih serasa di Jakarta, tapi fisik udah di Timika.Belum lagi ketemu penumpangnya yang banyak karakter. Rerata penumpang daerah timur itu agak susah dibilangi. Agak rumpik dan banyak maunya, menurutku sih. Jadi, membutuhkan kesabaran ekstra dalam menghadapinya.Ya udahlah bisa apa. Jalani aja meskipun bantalan mata panda mulai muncul saat aku berkaca. Gimana nggak setelah menempuh penerbangan panjang lokal rasa jetlag, aku cuma istirahat 9 jam di Timika. Setelah itu, aku harus balik kerja rute baru yakni, Timika – Bali – Jakarta.Tiga zona waktu da
Suasana ramai terlihat di sebuah rumah berhalaman luas. Tampak sebuah acara pernikahan akan berlangsung sebentar lagi. Di depan rumah sudah ada dua buah janur kuning besar yang melengkung ke bawah. Tak hanya itu, jejeran karangan bunga bertuliskan “Happy Wedding Wisnu dan Bridgia” terlihat memenuhi sepanjang jalan rumah itu.Sudah jelas pernikahan siapa, Brie dan Inu. Di pagi yang tidak terlalu cerah ini keduanya akan menikah. Bahkan semenjak Subuh, Brie sudah dirias dengan riasan adat Putri Solo. Pramugari muda itu cantik sekali, berulang-ulang dapat pujian dari sana-sini.Namun, kesibukan itu berbanding terbalik dengan suasana hati Brie yang terasa sepi. Dia merasa sepi di tengah riuhnya suasana. Setelah dirias, dia lebih suka menepi di tepi jendela kamar. Tak banyak meminta sesuatu atau pun bersuara.Dia hanya ingin hening berteman air matanya.Iya, memang betul air mata Brie tak hentinya mengalir. Sama seperti hujan gerimis yang mulai turu
Aku membalur badan dengancream sunblock. Demi kulit agar tak gosong sebab siang ini aku akan berjalan santai di pantai. Rupanya anggapan santai kayak di pantai itu benar.Otakku yang jenuh karena masalah akhir-akhir ini terasa mulai mengendur.Mulai rileks, meskipun suasana tegang. Gimana nggak, kedatanganku ke pantai ini adalah dalam rangka bulan madu. Yeap, bulan madu!Namun, ya udahlah. Aku nggak perlu membahas hal yang tidak penting. Terpenting adalah aku bisa liburan. Thanks toInu karena ngajak aku ke penginapannya di kawasan Pulau Seribu. Walaupun, aku juga nggak mau deketan sama dia. Sumpah dia serem. Bergidik ngeri kala mengingat tindak tanduknya selama berada di dekatku.Dia suka mendekatiku, tak membiarkanku lepas dari pandangannya. Inu bahkan mulai menunjukkan gesture tubuh yang aneh. Semacam akan menerkamku. Jadi ngeri sendiri karena aku tak suka kontak fisik dengan lawan jenis. Sama penumpang aja aku jaran
Suara gerimis terdengar sampai ke kamar ini. Mungkin karena nuansa terlalu hening. Hanya suara desah napas kami dan sesekali pekikan kecil dariku. Oh iya, jangan melupakan suara debur ombak yang riuh itu. Maaf aku terlalu tak fokus pada suasana. Sebab dia terlalu menguasai diri ini.Tubuh hangatnya bak selimut besar yang membalut seluruh tubuhku. Tanpa ada penolakan kini dia ada di atas badanku. Keintiman ini makin ditunjang dengan temaram lampu kecil hanya menyala satu. Apa ini yang disebut romantis?Aku memberanikan diri menatap ke dalam sorot matanya yang teduh. Keteduhan yang hanya akan terlihat saat mata kami berpadu dari dekat. Seperti saat ini, dia di atasku dengan napas yang tersengal-sengal. Inu Adikara melepas predikat perjakanya bersamaku, istri hasil pernikahan bodoh ini.Kurasakan gejolak estrogen, testosteron, dan progesteron yang memacu adrenalin. Awalnya sakit dan takut serta sedih kurasakan saat Inu memulainya. Namun, semakin dia melakukan itu,
Bab 15 My Rival HusbandMy husband my rival, suamiku musuhku, sepertinya itu judul film yang bagus, ya? Sama seperti situasiku saat ini, di mana aku mulai tertarik pada suami pernikahan aneh ini – yang awalnya seperti musuh. Akhirnya, tak dapat berbohong pada sisi hati yang lain, aku sepertinya mencintai Inu Adikara.Apalagi setelah dia merenggut kesucian yang terjaga selama 22 tahun milikku, rasa itu makin menancap. Merasuk ke dalam tubuhku, sama seperti benihnya. Oh iya, semoga benih yang tersebar itu tak jadi janin.Kumohon Tuhan, biarkan kepelikan ini terurai dulu, jangan ditambah kepelikan baru lagi.Damn, kenapa semalam aku lupa perihal alat kontrasepsi? Heuks,nooo! Please, lupain Bridgia! Bukankah kalian udah sepakat nggak bahas itu lagi? Nggak anggap tindakan semalam itu ada? Yeaps, lupakan saja! Jam sepu
Bab 16 Butuh AspirinWisnu Adikara POVBridgia Gantari Hyacinta, si merpati berseragam toska itu adalah manusia dengan lonjakan sikap paling aneh sedunia. Sebentar dia baik, sebentar jahat. Kadang pendiam manis, sesaat langsung barbar. Sebentar pemalu, sebentar memalukan dirinya sendiri. Pokoknya dia adalah manusia yang berhasil membuatku sakit kepala sepanjang hari.Bagaimana tidak, sikapnya nggak ada yang tentu, nggak bisa ditebak. Kayaknya gampang dimanipulasi, nyatanya nggak. Kayaknya gampang dirayu, bahkan sampai suka hati melakukan bulan madu denganku saat itu. Nyatanya, dia masih enggan menyerahkan hatinya. Sulit digenggam, kayak belut.Brie adalah spesies manusia yang membuatku tak berhenti memikirkannya. Bahkan, sejak pertama kali bertemu dengannya lagi setelah 9 tahun, dia selalu dalam benakku. Brie, burung kolibri, kecil lincah dan cantik. Tingkahnya unik dan menarik. Sangat berbeda dengan Belva karena memang keduanya
Bab 17 Memori Akhir TahunPernikahan mengubah hidup manusia, termasuk Bridgia aliasme. Hidupku berubah 190 derajat setelah menikah dengan manusia psikopat bernama Inu Adikara. Aku yang tak pernah peduli dengan hidup orang lain, mulai mempedulikan hidup Inu. Aku yang cuek dan independen mulai memikirkan nasib orang lain, termasuk nama baiknya.Perubahan yang tak mudah, tapi harus kujalani. Mau protes nggak bisa, aku kadung nerima risiko saat mengucapkan bersedia dinikahi Inu. Sejak saat itulah, kehidupan aneh mulai kujalani.Lazimnya, orang menikah itu ada tahapannya kenal, pacaran, lamaran, nikah. Sedang aku ketemu, berantem, pisah, berantem lagi, dijodohin, pengajuan nikah, nikah. Mana tahapan pacaran dan lamarannya. Dilamar pakai seribu bunga di landasan pesawat cuma impian semu belakaku saja. Nggak akan pernah terjadi sampai kapan pun!Ngerasain lamaran yang manis aja kagak. Lamaranku itu berasa takeaway fastfood pakai drivethru. Sudah d
Bab 18 Akting, tapi Nyaman“Cinta itu tak selalu harus diucapkan 'aku cinta kamu', 'I love you', atau 'te amo'. Kepedulian pada hal kecil dan detail, perhatian seseorang pada sesuatu yang mungkin tidak kamu sadari juga bisa karena cinta.”Jawaban Inu Adikara berhasil melarutkan emosiku sore ini. Itu adalah jawaban atas pertanyaanku, “Apa maksud perhatianmu di lapangan tadi?”.Kutanyakan saat gerimis turun di malam hari saat kami duduk berdua di ruang makan tanpa banyak ekspresi.Gerimis melanda di penghujung Desember adalah judul yang pas. Terdengar sendu dan penuh kerinduan, ada kesedihan juga. Gerimis yang kusuka selalu membawa perasaan yang biru.Inikah rasanya hati yang mulai disusupi cinta? Entah bagaimana hatinya Inu padaku, aku tak berani memikirkannya. Toh, aku tak serta merta mengaku mencintainya, gengsiku masih kokoh.Sama seperti sore gelap menjelang malam ini, banyak hal yang harus kubicara