"Hei, you!"
Libra berbalik, mendengus ketika Aldo dengan senyum khasnya yang menyebalkan terpampang di hadapannya. Pemuda itu langsung kembali fokus pada gitar dan memainkan beberapa nada.
"Ini bukan jadwal latihan, ngapain ada disini?"
"Elo sendiri ngapain disini?" tanya Libra balik.
Aldo duduk di depan pemuda itu, lalu menunjukkan sekantung kresek hitam. "Dalaman gue ketinggalan kemarin."
Libra menggelengkan kepala, sudah biasa kalau Aldo melakukan hal yang ceroboh. Studio latihan mereka ini memang biasanya di jadikan tempat tidur juga buat mereka kalau malas pulang. Tak jarang kadang baju mereka sering tertukar.
Kecuali Libra tentunya, dia tidak pernah membiarkan siapapun menyentuh pakaiannya.
"Lama amat lo, nyet. Ambil gituan doang."
Mereka berdua secara refleks menolehke arah pintu, Aldo hanya cengengesan saja ketika Kevin berlagak akan menendangnya.
"Kalau gue jadi elo,
Selena bangun dengan penuh semangat pagi ini, alasannya karena semalam sebelum dia benar-benar tidur Libra mengirimi pesan kalau hari ini dia akan menjemput dirinya.Sebenarnya cuma ada satu mata kuliah hari ini namun ternyata dosennya batal masuk, jadi, Libra mengubah rencana kalau dia akan mengajak Selena jalan-jalan ke suatu tempat.Perjanjiannya yaitu pukul sembilan pagi. Tapi lihatlah Selena, gadis itu sudah terlihat rapi dengan dress floral berwarna biru. Rambutnya yang cokelat dan berponi ia kuncir satu. Make up natural dan kalung buah cherry cukup untuk mempermanis penampilannya."Masih kurang satu jam lagi, lama banget." katanya berdiri di tengah kamar.Gadis itu tersentak begitu ponselnya berdering, menandakan ada panggilan masuk. Bukan panggilan telepon, tapi panggilan vidio dari Vina.Kebetulan yang bagus, dia bisa menunggu Libra sambil bergosip ria."Cantiiikk
"Gue duluan yang ambil," Astra masih kekeh tidak mau mengalah.Kiran memutar bola matanya jengah, menarik lagi novel yang sedari tadi terus di rebutkan oleh mereka berdua."Elo cowok ngalah dong, ini novel yang sudah gue incer dari kemarin."Astra menggeleng, kembali menarik novel itu ke arahnya. "Bodoamat, siapa cepat dia dapat."Kiran memicingkan mata, novel best seller ini hanya ada satu dan dia harus mendapatkannya apapun yang terjadi. Kiran sangat malas kalau sampai dia harus mencari ke toko buku lain.Lagian, cowok gamers akut kayak Astra kok bisa-bisanya juga mengincar buku dengan genre romance. Sama sekali tidak cocok dengan kepribadian seorang Astra.Mereka sudah menjadi pusat perhatian beberapa orang di toko buku, bahkan beberapa anak SMA dengan terang-terangan mentertawakan mereka. Kiran yang sudah lelah akhirnya melepaskan buku itu, menyerah dan pergi begitu saja.Astra di tempatnya mende
Kiran tersadar dari lamunannya ketika Libra membuka pintu, pemuda itu dengan lesu kembali duduk di kursi samping bankar pasien."Kamu makin terang-terangan nunjukin perasaan ke Selena," kata Kiran begitu pemuda itu selesai menghela nafasnya dalam.Libra merapatkan bibir, dia melirik Kiran dengan dingin. "Elo makin gila kayaknya."Kiran jadi menunduk, merasa marah dan tidak terima tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis itu melirik tasnya di meja.Membukanya lalu kembali menyodorkan sebuah kartu ke Libra."Ini dari tante Tasya, dia kayaknya sedang ada masalah jadi aku engga tega buat ngasih ini ke beliau."Libra masih ragu untuk mengambilnya atau tidak, dia sudah lama tidak menerima uang pemberian sang Ibu. Kalau tidak salah sejak dia memutuskan keluar rumah.Libra membuka ponselnya ketika ada notif masuk.Beli apapun yang kamu suka, Mama mau kamu bahagia.Begitulah pesan yang Libr
Libra mengerjapkan matanya, dia masih mengantuk sekali. Ia mengambil kunci di saku celana sebelum membuka pintu kamar kos."Nginep di studio lo?"Libra melirik pria yang hanya memakai kolor dan kaos oblong itu, lengkap dengan rambut berantakannya. Sepertinya Alif baru bangun."Oh bentar," Libra diam saja saat Alif kembali memasuki kamarnya. "Ini, yang kemaren gue bilang."Libra menerima kantong plastik putih besar itu, melihat isinya. Berbagai snack, roti, selai, dan susu. Seperti yang selalu dia terima setiap bulannya, bedanya biasanya lewat Kiran."Kayaknya dari nyokap lo ya?"Libra mengangguk, lalu mengambil beberapa snack dan susu. Sisanya ia berikan ke Alif."Buat lo aja dah, nih ambil.""Gue gak mau sebanyak ini sebenarnya," kata Alif tapi tetap saja menerimanya.Libra merebahkan dirinya, kasurnya yang sempit lebih nyaman daripada sofa panjang di ruangan VIP rumah sakit.
"Maaf ya kalau merepotkan kalian terus," kata dokter Bima.Tangannya mengulurkan paper bag masing-masing satu ke arah Libra dan Astra. Kedua pemuda itu menerimanya dengan senyum."Makasih, Om.""Gue bisa pulang sama Papa, kalian langsung pulang engga apa-apa." kata Kiran.Selama dua hari di rumah sakit dia bisa mengerti kalau Libra dan Astra tidak bisa tidur dengan nyaman. Gadis itu ingin kedua pemuda itu bisa istirahat dengan baik di rumah mereka."Kalau gitu hati-hati," jawab Libra tanpa berusaha menolak kata-kata Kiran.Gadis itu mencuatkan bibir, sedikit kecewa sebenarnya. Tapi memang begitu Libra, akan dengan senang hati pergi dari hadapan Kiran."Yakin engga apa-apa? Om engga sibuk?" tanya Astra berharap dia bisa ikut ke rumah Kiran juga.Dokter Bima menggeleng, dia sudah ijin libur hari ini untuk fok
Libra mendudukkan dirinya di kasur, matanya melirik jam di atas nakas. Tangannya merogoh ponsel, orang yang ingin dia hubungi sepertinya sudah tidur.Pemuda itu menarik handuk dibalik pintu lalu masuk ke kamar mandi, dia kelelahan dan merasa pikirannya penuh. Mandi air hangat sepertinya hal yang bagus kali ini.Libra biasanya malas mandi sepulang kerja, dia sudah sangat kelelahan sehingga biasanya dia langsung tidur. Pemuda itu mengangkat wajah, membiarkan air hangat membasahi wajah tampannya.Bibirnya tersenyum saat merasakan dirinya bisa sedikit rileks. Ingatan siang tadi di rumah sakit mengganggunya.Apa Mamanya benar-benar bahagia bersama pria baru sekarang? Sebenarnya Libra tidak terlalu peduli jika Mamanya menikah atau bahkan punya anak lagi, walau dia tidak akan bisa menerima keluarga baru Mamanya nanti.Libra membuka mata, ia menunduk merasakan matanya mulai mem
Libra menopang dagunya dengan sebelah tangan, sedangkan tangan satunya ia gunakan untuk memijat kakinya yang sakit. Libra bahkan sampai kesusahan tidur semalaman karena rasa nyeri di kakinya. Libra menguap dengan mata terpejam.Kiran memperhatikan itu, Libra yang beberapa kali hampir jatuh tertidur. Pemuda itu menepuk pipinya agar kembali sadar. Kiran yang tidak tega membawa tasnya pindah duduk di sebelah Libra."Kamu sakit?"Libra menoleh lalu menggeleng. Tapi Kiran yang sudah mengenal pemuda itu selama bertahun-tahun tentu tidak akan tertipu. "Habis ngapain sih kok kakinya sakit gitu?""Jalan."Kiran mengernyit, jawaban Libra kurang akurat. Sejauh apa dia berjalan sampai bisa pegal-pegal gitu kakinya. Libra kembali menguap, kali ini sambil menarik kedua tanganya keatas. Sangat menggemaskan, Kiran tersenyum. Kapan lagi bisa lihat Libra selucu ini.Kiran mengeluarkan botol minumannya, "Minum dulu biar segeran."
Selena masih terlihat linglung, gadis itu mengerjapkan mata. Beberapa kali memang pernah Libra datang menjemput atau mengantarnya. Namun, baru kali ini pemuda itu masuk ke rumah dan duduk di depannya sekarang. Bahkan sampai ngobrol dengan Mamanya juga.Wow, such an amazing thing. Sungguh tidak terduga."Kok bisa datang ke sini?" tanya Selena akhirnya.Libra masih memasang wajah tenang, meskipun jantungnya kini berdebar kencang. Sebenarnya masih merasa canggung meski kini ia di tinggalkan berdua saja dengan Selena."Mau ngasih ini," ujarnya dengan menyodorkan bunga.Selena segera mengambilnya, darahnya berdesir beserta perasaannya yang tiba-tiba menghangat. Gadis itu mengambil kartu yang terselip.Sorry, Baby.Sama dengan apa yang di katakannya pagi tadi. Ini antara Libra malas mencari kata-kata lain atu memang dia yang tidak kreatif."Engga suka?"Selena mengangguk tersenyum. Libra menuru