Se connecter“Jadi, siapa Helen?”Ivana yang sebelumnya tidak mendapat jawaban mulai menatap curiga. Apalagi melihat ekspresi Arga yang terkejut ketika dia menyebutkan nama wanita itu. Ivana yakin ada hal yang suaminya tutupi. Hari ini juga Ivana harus mendapatkan jawaban. Hingga dia menatap ke arah sang suami lekat. “Mau sampai kapan kamu diam dan tidak menjelaskan?” tanya Ivana lagi. Arga yang mendengar langsung membuang nafas lirih. Sebelah tangannya meraih jemari Ivana dan menggenggam lembut. Dengan raut wajah dipenuhi ketegangan dia balik bertanya, “Kalau aku mengatakannya denganmu, apa kamu akan percaya dengan semua ucapanku?”Ivana terdiam sejenak, menyipitkan mata dan menata penuh kecurigaan. Tapi setelahnya dia menganggukkan kepala. Sudah banyak hal yang mereka lalui. Sudah banyak kesalahpahaman yang terjadi dengan mereka. Jadi, kalau sekarang Arga mengatakan siapa Helen sebenarnya, Ivana akan mencoba untuk percaya. ‘Lagipula dia sudah berjanji tidak akan membohongiku. Jadi, dia tidak
“Kamu tunggu di sini sebentar. Aku harus rapat dan pasti segera kembali.”Ivana menganggukan kepala mendengar ucapan sang suami. Dia datang hanya untuk menemani Arga, tidak ingin merepotkan suaminya sama sekali. Dia pun langsung menyuruh pria itu pergi.“Kalau butuh apa-apa, Kamu bisa hubungi Kevin atau menghubungiku. Aku tidak akan mematikan ponsel selama rapat berlangsung,” ucap Arga lagi. Ini pertama kalinya dia meninggalkan Ivana di perusahaan seorang diri. Biasanya dia selalu menemani. Selain itu, Ivana juga baru beberapa kali datang ke kantornya. Arga takut kalau wanita itu tidak terbiasa.Namun, Ivana malah tampak begitu santai dan menganggukkan kepala. Dibanding mendengar ucapan Arga, Ivana lebih memilih mengamati bangunan tersebut. Perusahaan Arga memang begitu besar. Semua yang berada di sana juga tampak menggunakan barang-barang branded. ‘Pantas saja banyak yang berminat masuk. Pasti gajinya besar,’ ucap Ivana. “Sayang, aku tinggal dulu. Ingat, hubungi aku kalau kamu memb
“Sayang, kamu marah denganku?”Ivana yang ditanya sang suami hanya diam. Dia menutup mulut rapat-rapat dengan kedua tangan disedekapkan. Raut wajahnya tampak datar, tidak menunjukkan antusias sama sekali. Bahkan sejak tadi sang suami berbicara, tetapi diabaikan. Ivana lebih memilih menatap jalanan, tidak tertarik dengan suaminya. Sedangkan Arga yang tahu dengan kesalahannya mulai merasa bersalah. Dia meminggirkan mobil dan berhenti. Sebelah tangannya meraih jemari sang istri dan menggenggam lembut. Meski harus dengan usaha keras untuk melepaskan dari dekapan.“Sayang, jangan marah lagi. Aku tahu aku salah dan tidak akan mengulanginya lagi,” kata Arga dengan penuh penyesalan. Dia hanya ingin menemani Ivana, tetapi siapa sangka malah istrinya menjadi marah.‘Aku sampai bingung harus bagaimana. Memprioritaskan dia, salah. Mengganggap cuek juga salah. Astaga,’ batin Arga.Sedangkan Ivana yang mendengar langsung membuang nafas kasar. Bermusuhan dengan sang suami dalam waktu yang lama rasa
Anika menggeliat pelan ketika merasakan tubuhnya terasa begitu lelah. Semalam Noah seperti orang kerasukan, tidak membiarkannya untuk istirahat meski hanya sebentar. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tetapi sekarang Anika merasa tubuhnya seperti remuk. Hingga dia membuka mata secara perlahan, menatap langit kamar dan membuang nafas kasar. “Kamu benar-benar keterlaluan, Noah,” gerutu Anika. Dia sudah mengingatkan berulang kali supaya Noah berhenti, tetapi tidak didengarkannya. Anika mengalihkan pandangan, menatap arah jam kok di dekatnya. Sudah menunjukkan pukul delapan. Sadar dirinya bangun kesiangan, Anika langsung bangkit dengan kedua mata melebar. Buru-buru dia menyingkirkan selimut, lalu turun dari ranjang. “Kamu mau ke mana, Sayang?”Anika yang mendengar langsung menghentikan niat. Padahal dia baru akan bangkit, tetapi pintu kamar sudah terbuka dan menghadirkan Noah yang tampak begitu rapi. Pria itu hanya mengenakan celana pendek yang dipadukan dengan kaos, membuat Anika mer
“Akhirnya selesai.”Anika yang baru kembali ke dalam kamar langsung membuang nafas penuh kelegaan. Sejak tadi dia sudah berdiri dan memasang raut wajah bahagia, menyambut para tamu yang terus mengucapkan selamat untuknya. Sekarang, bisa merebahkan tubuh di ranjang benar-benar membuatnya merasa lega.“Aku sudah tidak mau melakukan pesta seperti ini lagi. Rasanya tubuhku seperti remuk,” keluh Anika. Melakukan pesta seperti ini lagi? Noah yang baru membuka jas langsung mengalihkan pandangan, menatap ke arah sang istri yang berbaring di atas ranjang. Kaki wanita itu bergelantung di pinggir ranjang. Hingga Noah membuang nafas kasar dan melangkah ke arah wanita tersebut. “Kamu tadi mengatakan apa? Tidak akan melakukan pesta seperti ini lagi?” tanya Noah mengulang ucapan Anika. Anika pun tanpa ragu menganggukan kepala. Memang dia tidak berniat untuk melakukan pesta seperti kali ini. Selain memakan biaya, pesta juga mau makan tenaga. Anika benar-benar tidak ingin mengulangnya. “Ini adalah
‘Aku berharap semoga semua berjalan dengan lancar.’Anika menatap pantulan dirinya di depan cermin. Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Noah. Sekarang dia sedang berada di ruang ganti, menunggu seseorang menjemputnya. Berulang kali dia menarik nafas dalam dan membuang secara perlahan, menghilangkan kegugupan yang sejak tadi dirasakan. “Tenang, Anika. Jangan gugup dan membuat malu. Ini hanya pernikahan. Kamu tidak perlu terlalu cemas,” ucap Anika dengan diri sendiri. Entah sudah berapa kali dia membacakan mantra tersebut, berharap tidak ada lagi perasaanku dan takut dalam dirinya. Namun, tetap saja dia merasa tidak tenang. Ini adalah pernikahannya. Hal yang akan dilakukannya seumur hidup sekali. Jadi, ada perasaan takut kalau semua tidak berjalan sesuai keinginannya. Apalagi nanti akan ada banyak orang yang menyaksikan. Dia yang pemalu benar-benar tidak bisa membayangkan akan berjalan di altar menuju ke arah Noah. Hingga dia mengambil ponsel dan menekan nomor seseorang. “Ivana







