Se connecterIvana Florentina harus merasakan patah hati ketika Gwen—cinta pertama suaminya kembali. Pernikahan yang sudah berjalan lima tahun benar-benar seperti tidak ada artinya di mata Arga. Pria yang selalu bersikap dingin itu mulai mencair dan selalu memperlakukan Gwen dengan baik. Bahkan di depan Ivana sendiri, Arga tidak segan-segan memanjakannya. Sedih, patah hati dan kecewa. Ivana memilih untuk melarikan diri. Dia benar-benar melepaskan Arga sepenuhnya setelah perjuangannya untuk mempertahankan pria itu. Tapi, siapa sangka, ada hal yang tidak diketahuinya. Rahasia besar yang disembunyikan Gwen dan juga Arga. Keputusan apa yang akan diambil Ivana setelah mendengarnya? Apakah dia akan kembali pada Arga atau tetap menjauh dan membiarkan semua berjalan seperti keinginan sang suami?
Voir plus“Hari ini kamu sibuk? Kalau tidak, aku ingin mengajakmu makan siang. Anila baru saja membuka cafe,” ucap Ivana. Wanita dengan rambut sepundak itu menatap ke arah Arga—suaminya.
Namun, tidak ada jawaban. Arga masih sibuk dengan ponsel di tangan. Sejak berada di ruang makan, pria itu tidak mengalihkan pandangan sama sekali. Dia bahkan tidak melihat Ivana yang sudah berdandan rapi di hadapnanya. “Arga,” panggil Ivana karena tidak juga mendapat jawaban. Namun, Arga hanya bergumam pelan, menangapi pangilan sang istri. Wajahnya tampak tenang dan datar. Dia bahkan tidak mengalihkan pandangan, tetap fokus dengan benda pipih di tangannya. Hal yang membuat Ivana menjadi penasaran. ‘Sebenarnya dia lihat apa?’ tanya Ivana dengan diri sendiri. Ivana pun mulai mendekat, bermaksud mengintip apa yang dikerjakan sang suami. Tapi, tepat saat itu, Arga mematikan layar ponsel. Dia mendongakkan kepala, menatap ke arah istrinya berada. “Kamu lagi chat sama siapa?” tanya Ivana. Dia mulai penasaran karena sejak kemarin suaminya hanya fokus dengan ponsel. Padahal biasanya Arga tidak pernah seperti itu. Meski sering mengabaikannya, tetapi Arga juga masih mendengarkannya. “Hanya seorang rekan bisnis,” jawab Arga singkat. Dia mengambil tisu dan mengusap mulut, menghilangkan sisa makanan. “Kamu gak habiskan makanannya?” tanya Ivana ketika melihat masih banyak sisa sarapan di piring sang suami. “Aku kenyang. Lagi pula ada rapat pagi ini. Jadi, aku gak mau sampai terlambat,” jawab Arga. Dia pun bangkit dan melangkah pergi. Ivana yang melihat tingkah laku sang suami pun hanya bisa membuang napas lirih dan mengelus dada. Pernikahan mereka sudah berjalan empat tahun, tetapi sikap Arga tidak berubah. Pria itu seperti tidak menganggapnya istri. Bahkan di ranjang pun terasa hambar. ‘Ya Tuhan, harus sampai kapan aku menahan,’ batin Ivana. Ivana yang melihat tas sang suami tertinggal di meja makan langsung meraihnya. Dia pun mulai bangkit dan melangkah ke arah ruang utama. Kakinya melangkah cepat, tidak ingin tertinggal suaminya. Meskipun Arga selalu bersikap dingin, Ivana tetap memperlakukannya dengan baik. Dia berharap hal ini bisa meluluhkan hati suaminya. Hingga dia yang sudah berada depan langsung berhenti di sebelah mobil Arga. Ivana hendak mengetuk pintu, tetapi niatnya terhenti ketika mendengar percakapan Arga dari dalam mobil. “Aku tidak bisa datang. Aku akan ke apartemen setelah pulang kerja,” kata Arga. Mendengar hal itu, Ivana mengerutkan kening dalam. Dia bertanya-tanya dalam hati, “Arga mengobrol dengan siapa?” *** “Kamu yakin mau mengantar makanan ini untuk Arga?” tanya Anila, menatap Ivana lekat. “Iya. Aku mau dia merasakan makanan di cafemu,” jawab Ivana dengan tenang, “tadi aku mengajaknya ke cafemu, tapi dia gak bisa karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.” Anila yang mendengar pun berdecak kecil dan memutar bola mata pelan. Ekspresinya menunjukkan kekesalan dan berkata, “Dia itu bukannya banyak pekerjaan, tapi memang gak pernah mau bertemu dengan sahabatmu. Kamu masih ingat saat kalian menikah, kan? Dia bahkan gak mau menyapa kami.” Ivana merasa tidak enak hati. Dia meraih jemari sahabatnya. Dengan raut wajah sendu dia berucap, “Maaf. Saat itu banyak rekan bisnisnya.” Kalau saja bukan Ivana, Anila pasti sudah mengamuk. Dia pun hanya bisa membuang napas lirih, meredam jauh-jauh perasaan sakit hati karena perlakuan Arga. Sahabatnya sangat mencintai pria itu, membuat Anila tidak bisa berkata apa pun. “Kalau begitu, aku masuk dulu. Tunggu aku di sini,” kata Ivana. Anila yang mengantar Ivana ke kantor Arga pun hanya bergumam pelan. Dia memilih untuk duduk di dalam mobil, bermain ponsel sembari menunggu Ivana datang. Sedangkan Ivana menatap kotak bekal yang dibawanya. Dia datang ke cafe sahabatnya sendiri dan sengaja memesan makanan untuk Arga. Dia ingin suaminya itu merasakan makanan Anila yang begitu enak. Setelah sampai di perusahaan Arga, Anila pun berhenti. Ivana tidak menunggu lama. Dia segera keluar dari mobil sang sahabat dengan senyum merekah di bibir. Dia sudah membayangkan Arga yang akan lahap menyantap makanan itu. “Ivana, kamu mau aku tunggu atau pulang sendiri?” tanya Anila. “Sepertinya aku pulang sendiri saja. Soalnya aku pasti lama menunggu Arga selesai makan,” jawab Ivana. “Kalau begitu, aku pulang dulu. Kamu hati-hati.” Ivana menganggukkan kepala. Dia menatap kepergian sang sahabat. Setelahnya, Ivana kembali menatap bangunan yang tidak jauh darinya. Dia pun membuang nafas kasar dan mulai melangkahkan kaki. Ivana tidak henti-hentinya melempar senyum, menunjukkan kebahagiaannya. Namun, Ivana terhenti ketika melihat sosok yang tidak asing baginya. Kedua matanya menyipit, memperhatikan wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Hingga wanita itu membalikkan tubuh, membuat Ivana bisa melihat siapa wanita yang terasa tidak asing bagi. “Gwen,” gumam Ivana dengan kedua mata melebar. Dia pun memilih untuk berhenti, menatap wanita yang sibuk dengan ponselnya. Beruntung sebuah mobil menghalangi, membuat Gwen tidak melihat kehadirannya. Sedangkan Gwen, masih begitu kesal. Beberapa kali dia memanyunkan bibir dan menghentakkan kaki. Hingga panggilannya tersambung, membuat Gwen langsung mendengus kasar. “Aku ada di bawah kantormu." “Aku hanya ingin makan siang bersama saja. Apa itu salah?” “Oke. Aku tunggu di bawah.” Gwen mematikan panggilan dan membuang napas kasar. Tapi, hal itu memancing rasa ingin tahu Ivana. Dia yang berdiri tidak jauh dari wanita itu bisa mendengar percakapan Gwen dengan jelas, membuat keningnya berkerut dalam. “Dia sedang bicara dengan siapa? Memangnya dia memiliki kenalan yang bekerja di sini?” tanya Ivana dengan diri sendiri. Ivana kembali menatap Gwen. Hingga kedua matanya melebar, merasa terkejut dengan sosok yang sejak tadi ditunggu wanita itu. Tubuhnya langsung membeku dengan lidah terasa kelu. “Arga,” gumam Ivana. Ivana benar-benar seperti tersambar petir. Melihat Gwen yang menggandeng lengan suaminya dengan manja membuat hati Ivana hancur. Air matanya pun perlahan mulai mengalir, menatap sang suami yang sudah pergi dengan wanita lain. “Ternyata, selama ini kamu berhubungan dengannya?” tanya Ivana dengan diri sendiri.“Jadi, siapa Helen?”Ivana yang sebelumnya tidak mendapat jawaban mulai menatap curiga. Apalagi melihat ekspresi Arga yang terkejut ketika dia menyebutkan nama wanita itu. Ivana yakin ada hal yang suaminya tutupi. Hari ini juga Ivana harus mendapatkan jawaban. Hingga dia menatap ke arah sang suami lekat. “Mau sampai kapan kamu diam dan tidak menjelaskan?” tanya Ivana lagi. Arga yang mendengar langsung membuang nafas lirih. Sebelah tangannya meraih jemari Ivana dan menggenggam lembut. Dengan raut wajah dipenuhi ketegangan dia balik bertanya, “Kalau aku mengatakannya denganmu, apa kamu akan percaya dengan semua ucapanku?”Ivana terdiam sejenak, menyipitkan mata dan menata penuh kecurigaan. Tapi setelahnya dia menganggukkan kepala. Sudah banyak hal yang mereka lalui. Sudah banyak kesalahpahaman yang terjadi dengan mereka. Jadi, kalau sekarang Arga mengatakan siapa Helen sebenarnya, Ivana akan mencoba untuk percaya. ‘Lagipula dia sudah berjanji tidak akan membohongiku. Jadi, dia tidak
“Kamu tunggu di sini sebentar. Aku harus rapat dan pasti segera kembali.”Ivana menganggukan kepala mendengar ucapan sang suami. Dia datang hanya untuk menemani Arga, tidak ingin merepotkan suaminya sama sekali. Dia pun langsung menyuruh pria itu pergi.“Kalau butuh apa-apa, Kamu bisa hubungi Kevin atau menghubungiku. Aku tidak akan mematikan ponsel selama rapat berlangsung,” ucap Arga lagi. Ini pertama kalinya dia meninggalkan Ivana di perusahaan seorang diri. Biasanya dia selalu menemani. Selain itu, Ivana juga baru beberapa kali datang ke kantornya. Arga takut kalau wanita itu tidak terbiasa.Namun, Ivana malah tampak begitu santai dan menganggukkan kepala. Dibanding mendengar ucapan Arga, Ivana lebih memilih mengamati bangunan tersebut. Perusahaan Arga memang begitu besar. Semua yang berada di sana juga tampak menggunakan barang-barang branded. ‘Pantas saja banyak yang berminat masuk. Pasti gajinya besar,’ ucap Ivana. “Sayang, aku tinggal dulu. Ingat, hubungi aku kalau kamu memb
“Sayang, kamu marah denganku?”Ivana yang ditanya sang suami hanya diam. Dia menutup mulut rapat-rapat dengan kedua tangan disedekapkan. Raut wajahnya tampak datar, tidak menunjukkan antusias sama sekali. Bahkan sejak tadi sang suami berbicara, tetapi diabaikan. Ivana lebih memilih menatap jalanan, tidak tertarik dengan suaminya. Sedangkan Arga yang tahu dengan kesalahannya mulai merasa bersalah. Dia meminggirkan mobil dan berhenti. Sebelah tangannya meraih jemari sang istri dan menggenggam lembut. Meski harus dengan usaha keras untuk melepaskan dari dekapan.“Sayang, jangan marah lagi. Aku tahu aku salah dan tidak akan mengulanginya lagi,” kata Arga dengan penuh penyesalan. Dia hanya ingin menemani Ivana, tetapi siapa sangka malah istrinya menjadi marah.‘Aku sampai bingung harus bagaimana. Memprioritaskan dia, salah. Mengganggap cuek juga salah. Astaga,’ batin Arga.Sedangkan Ivana yang mendengar langsung membuang nafas kasar. Bermusuhan dengan sang suami dalam waktu yang lama rasa
Anika menggeliat pelan ketika merasakan tubuhnya terasa begitu lelah. Semalam Noah seperti orang kerasukan, tidak membiarkannya untuk istirahat meski hanya sebentar. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tetapi sekarang Anika merasa tubuhnya seperti remuk. Hingga dia membuka mata secara perlahan, menatap langit kamar dan membuang nafas kasar. “Kamu benar-benar keterlaluan, Noah,” gerutu Anika. Dia sudah mengingatkan berulang kali supaya Noah berhenti, tetapi tidak didengarkannya. Anika mengalihkan pandangan, menatap arah jam kok di dekatnya. Sudah menunjukkan pukul delapan. Sadar dirinya bangun kesiangan, Anika langsung bangkit dengan kedua mata melebar. Buru-buru dia menyingkirkan selimut, lalu turun dari ranjang. “Kamu mau ke mana, Sayang?”Anika yang mendengar langsung menghentikan niat. Padahal dia baru akan bangkit, tetapi pintu kamar sudah terbuka dan menghadirkan Noah yang tampak begitu rapi. Pria itu hanya mengenakan celana pendek yang dipadukan dengan kaos, membuat Anika mer






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.