Sebuah taksi berhenti di area pemakaman, langkah kakinya terasa berat. Dia membawa dua karangan bunga yang sudah di pelukannya dengan erat.
Dua batu nisan terpampang jelas di pelupuk matanya. Ada rasa sesal dan sesak dalam dada, rasa sakit yang disimpan selama lima tahun itu tertumpah begitu saja diatas batu-batu nisan tersebut."Aku pulang Pah, Lana. Maaf membuat kalian menungguku terlalu lama. Maaf karena aku telah banyak menyusahkan kalian. Aku berjanji akan menjaga dan merawat mama menggantikan kalian."Deraian air mata berjatuhan membasahi wajah nan cantik jelita. Mengingat semua kejadian lima tahun lalu meninggalkan luka yang teramat dalam.Setelah menaruh karangan bunga, dia pun pergi meninggalkan area pemakaman. Taksi kembali melanjutkan perjalanan pada sebuah rumah sakit.Dia membawa satu karangan bunga lili putih juga sekotak makanan kesukaan. Wanita paruh baya itu terbaring lemah dengan selang infus di lengan dan hidungnya. Alat bantu yang membuatnya bertahan untuk hidup.Wanita nan cantik jelita tadi meletakan bunga lili putih kesayangan menggantikan bunga yang sudah layu di atas meja pasien."Ma, aku sudah pulang, aku sudah sehat. Semua ini berkat Lana yang sangat menyayangiku. Sekarang giliran aku yang menjaga dan merawatmu," ucap wanita nan cantik jelita itu sambil mengusap lembut pipi wanita kesayangan yang sudah terlihat keriput.Suara dorongan pintu dibuka, seorang pria berkacamata menghampiri wanita nan cantik jelita tadi, "Kau sudah datang, Nis? Bagaimana perjalananmu?" suara tadi menepuk perlahan pundak wanita itu."Uhm, lumayan melelahkan Adam, tapi aku sudah bertemu papa dan Lana sebelum kesini," ucapnya sambil tangan mungil itu memijat perlahan lengan wanita kesayangan tadi."Sebaiknya kau pulang dan istirahat, dua hari lagi kau kan sudah mulai bekerja dan maaf jika tempat tinggal yang kupilihkan tidak sesuai dengan keinginanmu. Aku harap kau tak keberatan," tambah lelaki yang bernama Adam tadi."Terima kasih sudah membantuku mencarikan pekerjaan dan tempat tinggal buatku, Dam!" suaranya nan lembut dengan lesung pipi yang kembang kempis juga tersenyum saat berbicara."Jangan bicara seperti itu Nis, selama ini paman dan bibi sudah banyak membantuku. Kalau bukan mereka yang membantu, mungkin aku masih bergelandangan di jalan," ucap Adam menatap Nisa yang sedang mengkhawatirkan kondisi ibunya."Bagaimana dengan kondisi terakhir mamaku, Dam? Apa yang dokter katakan?" Nisa mencoba mengalihkan dengan pertanyaan."Bibi memerlukan transplantasi jantung dan yang paling penting biaya untuk operasi juga pemulihannya membutuhkan biaya yang tak sedikit," jelas Adam.Meski mencoba tersenyum, Adam sangatlah tahu beban yang sedang dirasakan Nisa."Uhm, aku paham!"Nisa hanya mengangguk perlahan, dia mencoba memahami semua ucapan yang dikatakan Adam.Ya ... inilah awal baru untuk seorang Faranisa Aznii setelah orangtuanya bangkrut. Ayah dan adiknya, Lana meninggal karena kecelakaan dan jantung Lana didonorkan kepadanya. Sedangkan dirinya terpaksa memulihkan diri di negeri orang dengan sia-sia ekonomi terakhir mereka.Ibunya memiliki riwayat yang sama seperti Nisa, terpaksa hanya bisa mengandalkan peralatan bantu untuk mendominasi tubuhnya tiga tahun belakangan ini. Kali ini Nisa harus berjuang mengandalkan diri sendiri dan kemampuannya yang tak seberapa untuk mencari biaya perawatan, operasi ibu juga dirinya sendiri.Nisa berjalan keluar rumah sakit berbarengan dengan satu mobil yang diparkir dengan tergesa, terlihat salah seorang membuka pintu penumpang dan memapah seseorang yang terluka. Mereka hanya terhalang satu orang sehingga tidak ada satupun dari mereka yang menyadarinya."Nis, aku akan mengantarkanmu." Adam berlari menyusul Nisa."Kau pasti lelah seharian bekerja, Dam. Apa masih ada waktu untuk mengantarkanku?"Nisa merasa sungkan karena selama dia tak ada, Adamlah yang menjaga juga merawat ibunya."Tidak apa-apa, Nis. Kau juga pasti belum makan, kita mampir makan sekalian ya," ucap Adam, Nisa tak bisa menolak lagi menerima ajakan dari Adam."Aku ambil motorku sebentar. Kau tunggu disini ya, Nis," lanjut Adam meninggalkan Nisa berjalan ke arah parkiran."Cih ... aku bilang, aku baik-baik saja. Kau sampai repot membawaku ke rumah sakit!" Gerutu seorang pria yang lengannya sudah di balut perban."Maaf, Tuan, tapi ini adalah perintah dari tuan Prawira langsung, kakek Tuan, beliau menyuruh saya menjaga Tuan apapun yang terjadi. Jadi mana saya berani melanggarnya." kilahnya."Kau masih saja memakai alasan kakekku, Bisma. Dia itu sudah meninggal, sudahlah, aku bukan anak kecil lagi," sahutnya dengan suara setengah bariton yang dikeluarkan."Ta–ta–pi, Tuan Leon, ini adalah amanat beliau yang harus saya jaga." Bisma masih saja bersikeras."Sssttt, sudah jangan berisik lagi. Ambilkan mobil! Mau sampai kapan aku berdiri seperti ini," delik Leon memberi perintah. Dia terdengar tak sabar ingin segera meninggalkan rumah sakit."Ba–ba—baik, saya ambil sekarang, mohon tunggu sebentar, Tuan!" Bisma berlari meninggalkan tuannya mengambil mobil.Mata Leon berkeliling sesaat, matanya menangkap sosok yang dia kenali. Namun, dia segera meremas wajahnya sendiri dengan kasar."Ughh. Aku masih juga belum bisa melupakan dia, padahal sudah lima tahun berlalu. Rasanya itu tidak mungkin dia. Aku sudah sering salah mengenali orang. Dasar sial, semua karena ulah Marko mengajakku minum malam ini."Leon bergerutu dalam hati saat melihat sosok wanita yang di bonceng motor bebek butut."Maaf ya, Nis. Aku hanya bisa mengantarmu pakai motor jelek begini," ucap Adam disela perjalanan mereka."Nggak apa-apa, Dam. Kalau kamu nggak kasih aku tebengan malam ini, aku akan keluar uang lagi buat bayar taksi," kekeh Nisa. Adam hanya tersenyum mendengar celotehannya.Motor bebek butut Adam berhenti di salah satu warung tenda pecel ayam."Nah Nis, ini pecel ayam favorit disini, aku jamin sekali coba bikin nagih!" Adam mempromosikan santapan pecel ayam dengan penuh semangat."Wah ... aku makan banyak loh, Dam, kalau bikin nagih aku bisa makan dua atau tiga porsi sekaligus," sahut Nisa sambil tersenyum meledeknya."Boleh, boleh, kamu mau makan tiga porsi pun, boleh. Malam ini spesial, aku traktir!" Adam tak bisa menghindari pesona dari wajah cantik Nisa."Oke, satu porsi aku bungkus ya, buat cadangan kalau nanti malam aku kelaparan. Soalnya aku belum punya stok apa-apa di rumah, barang-barang pun belum ada yang aku bongkar!" Nisa melepas rasa sungkannya sambil tertawa bersama di meja makan pecel ayam.***"Anda ada janji makan malam dengan nona Wina, Tuan," Bisma mengingatkan tuannya."Dia lagi! Huft, sungguh tidak pernah menyerah!" Leon langsung kesal ketika Bisma menyebutkan nama Wina."Setidaknya dia salah satu kandidat yang cocok untuk, Tuan," tambah Bisma lagi."Aku sudah bilang, apapun kau boleh atur, tapi untuk urusan kandidat apa dia cocok denganku atau tidak, aku yang sendiri yang menentukan. Itu perjanjianku dengan almarhum kedua orangtua dan kakekku!" tegas Leon, mengingatkan perjanjian mereka."Saya mengerti, Tuan. Tapi tidak salah jika anda mencobanya dengan nona Wina. Dia sangat cantik, anggun dan juga seorang model," kembali Bisma mulai berkhotbah mempromosikan Wina."Kalau begitu, kau saja yang menggantikan aku menemui dia. Kau juga harusnya sudah punya calon kandidat, kan?" cibir Leon tak mau kalah jika berdebat soal kandidat.Bisma menelan pil pahit ketika dia terus membujuk tuannya untuk menerima acara kencan buta yang sudah dirancang, tapi tuannya langsung menolak mentah-mentah."Ah, Tuan sampai kapan anda akan menutup diri anda. Setelah kepulangan anda lima tahun lalu, sikap anda telah banyak berubah."Nisa masuk rumah sewaan. Melihat sekeliling ruangan. Ruangan kecil dengan satu kamar tidur, mini dapur yang bersebelahan dengan kamar mandi dan sisa sedikit ruangan untuk dirinya duduk sejenak melepaskan lelah. Tanpa ada suasana mewah sedikit pun, sangat berbeda dengan masa lima tahunnya.Nisa menyeret satu demi satu koper masuk ke dalam kamar. Kembali melihat sekeliling kamar, dengan satu single kasur lantai, lemari baju dan meja rias kecil.Nisa menghela nafasnya sesaat."Sabar, Nis. Kau pasti bisa melewati semua, demi mama dan dirimu sendiri, semangat Nis." Nisa menyemangati dirinya sendiri.Dia membuka satu persatu koper, menyusun baju-baju kedalam lemari. Usai semua tersusun dengan rapi dia mengambil satu baju tidur dan handuk, ber bebersih sebelum dia tidur.Terdengar suara bel pintu berbunyi.Nisa meraih ponsel, menyalahkan layar dan melihat jam menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia tidak merasa punya janji, jadi dia bangun dengan malas dan bergerutu."Sepagi ini siapa yang datan
Leon membalikkan tubuh dan mata langsung berkeliling ke segala arah. Dia ingin memastikan semua penglihatannya.Benar-benar kosong. Sosok itu tak terlihat lagi dari puluhan orang yang lalu-lalang. Bisma merapikan kerah dan dasinya yang sempat rusak oleh cengkraman tuannya."Tuan memintaku untuk mencarinya lagi. Siapa dia? Apa hubungannya dengan Tuan? Bahkan setelah lima tahun dia tetap mencarinya." Bisma berdiskusi dengan batinnya sendiri.Bisma mengikuti tuannya yang sudah lebih dulu masuk mobil. Dia melirik spion. Wajah kesal tuannya sangat terlihat jelas bahkan bertambah parah semenjak kejadian tadi."Tuan.""Lanjutkan, aku akan menemuinya, tapi bukan untuk melakukan kencan. Aku akan membahas kontrak peluncuran produk terbaru kita!" Perkataan Leon sudah seperti perintah yang tak bisa digoyahkan. Bisma sudah pasrah. Dia tidak akan memaksakan lagi tuannya untuk melakukan kencan buta. Tanpa aba-aba mobil pun melaju ke perjalanan awal mereka."Banyak sekali, Nis. Kau tidak salah be
"Kau tinggal disini sekarang, Az, eh ... maksudnya Nis? Maaf, aku belum terbiasa."Aldo sedikit kikuk saat memanggil Nisa dengan panggilan berbeda."Iya, nggak apa-apa, Aldo. Aku ngerti kok. Terima kasih banyak, aku turun ya!" Nisa keluar dari mobil Aldo.Aldo menatap sekeliling lingkungan tempat tinggal Nisa yang sangat berbeda jauh saat dia dulu terakhir kali mengunjungi rumah Nisa dengan sahabatnya."Apa ini alasannya dia pergi saat itu, harusnya dia bercerita. Aku pasti membantu dan Leon tidak akan salah paham padanya." Batin Aldo kembali bergaung.Aldo menjalankan mobilnya, dia harus segera pulang karena Sofia, istrinya juga Nata, putri kesayangan sudah pasti menunggunya di rumah.Satu buah rumah mewah menjadi pelabuhan terakhir mobil Aldo. Pintu gerbang bercat putih segera terbuka, mobil Aldo masuk di sambut oleh beberapa penjaga yang selalu bersedia."Ayah!" teriakan dari seorang gadis mungil berlari kecil menghampiri Aldo."Hai sayang, Ayah kangen, bagaimana perjalananmu dan
"Apa kegiatanmu sekarang, Nis?" tiba-tiba Sofia memberikan pertanyaan di luar dugaan. Nisa tertegun sesaat, menatap wajah Sofia yang terlihat begitu penasaran."Uhm, sebenarnya aku baru saja kembali dari suatu tempat. Tepatnya, aku baru tiba dua malam di kota ini. Temanku tidak seberapa banyak di sini. Namun, karena pertolongan dari salah seorang teman, besok aku sudah mulai bekerja." Nisa mengatur nafasnya sesaat, dia tidak ingin terlihat sedang mengarang cerita atau apapun di hadapan Aldo. Yang terjadi saat ini, dia yang sekarang tidak akan mungkin bercerita lagi dengan Aldo.Nisa harus memahami kondisinya sekarang, Aldo bukan lagi pacarnya. Itu jauh sudah lama berlalu.Aldo terlihat menyimak setiap kata demi kata yang keluar dari mulut Nisa."Oya? Jadi, kau pergi kemana saja selama ini? Liburan, kuliah lagi atau ...?"Jantung Nisa seakan berhenti sesaat, mendengar pertanyaan itu, seolah membangkitkan kenangan buruknya. Pertanyaan yang membuat nyambung kamu dan tak ingin dia mengel
Nisa merasa sedih dan tidak tahu dengan apa yang diperbuat laki-laki itu. Dia merasa, memang benar-benar tidak mengenalnya.Leon tersentak dan melemparkan dompetnya kepada Bisma yang masih melonggo melihat aksi Tuannya. Saat dia berbalik badan, Nisa sudah tidak ada. Dia sudah menghilang dari pandangannya."Argghhh. Sial." Leon terus saja mengumpat.Dia meremas wajahnya dengan kasar. Dia sudah bertekad tidak akan kehilangan sosok wanita yang selalu dicarinya malah berbanding terbalik dengan keinginan-nya."Kau sudah melihatnya bukan, cari semua informasi secepatnya. Aku mau tahu semua tentang-nya dengan jelas!" Leon memberikan perintah pada Bisma masih dengan tatapan kemarahan.Bisma memperhatikan punggung Nisa yang semakin jauh meninggalkan tuannya dengan kemarahan."Benar wanita itu. Wanita yang selama lima tahun ini dicari Tuan, ternyata dia sudah banyak berubah penampilannya jauh lebih cantik dan dewasa." Bisma pun tidak kalah takjub dengan perubahan Nisa yang menjadi lebih dewasa
"Apa yang harus aku lakukan? Apa aku langsung menyapa dan meminta maaf padanya? Atau, aarrgghh, seharusnya kemarin aku tidak memberikan kesan seperti itu padanya. Bodoh sekali kau, Leon."Leon merutuki kebodohannya kemarin. Pintu dibuka Bisma."Bagaimana? Apa kau sudah melihatnya?" Leon menghampiri Bisma dan penasaran."Wanda sedang mewawancarainya di ruangan. Kemungkinan besar dia akan menggantikan posisi Renita yang resign sebagai sekretaris Arlan!" Mata Leon membulat lebar ketika Bisma menyebutkan Arlan."Arlan? Pria brengsek yang selalu membawa banyak wanita ke ruangan dan memuaskan nafsunya. Tidak, aku tidak setuju, tukar dengan Jenita, biarkan dia disini!" perintah Leon."Baik, Tuan. Saya akan ke ruangan Wanda dan berbicara dengannya!" Bisma menatap wajah tuannya, ini pertama kalinya setelah sekian tahun Bisma dapat melihat wajah Leon yang bersemangat akan sesuatu hal."Cepat sana pergi, kalau dia sudah menerimanya, mutasi segera ke tempatku!" Leon mendorong tidak sabaran tubuh
Mereka berjalan hingga ujung koridor dan berhenti di sebuah ruangan paling besar.Wanda membuka pintu, Bisma langsung menghampiri, “Mana kontraknya?"Wanda memberikan kontrak yang sudah di tanda tangani oleh Nisa pada Bisma, Bisma meletakkannya di meja."Ayo kita keluar!" Bisma memberi kode pada Wanda untuk meninggalkan Nisa di ruangan."Nisa, saya tinggal. Kalau ada kesulitan dan kamu ada pertanyaan, kamu bisa cari saya di ruangan!" ucap Wanda sebelum dia benar-benar pergi."Baik, Bu. Terima kasih banyak!"Pintu ditutup. Nisa mendengar dan membalikan badan saat terdengar seperti suara pintu dikunci otomatis. Nisa mencoba membukanya, tapi tetap tidak bisa."Loh, benar benar di kunci otomatis ya," Nisa sedikit panik dan merasa ada yang tidak beres dengan ruangan tersebut.Kemudian dia berbalik dan Bug! Saat Nisa berbalik dia menabrak tubuh seseorang, Nisa menarik wajahnya dan melihat orang yang sudah dia tabrak.Matanya membuat lebar, Nisa yakin dia salah dengan penglihatannya. Nisa m
Leon terus saja bersiul dan berseri setelah dia lebih dulu rapih memakai bajunya. Bisma masuk ke ruangan tuannya setelah dua jam. Dia menunggu di depan pintu sambil membawa masuk satu paper bag."Kau membeli ukuran yang kuminta kan?" Leon berkata dengan wajahnya yang terus tersenyum saat menerima paper bag yang diberikan Bisma."Sesuai yang Tuan minta dan Tuan memintaku untuk membelikan gaun tertutup pada bagian leher." Leon melirik Bisma."Kosongkan jadwalku hari ini, aku tidak ingin di ganggu!” perintah Leon lagi lalu dia menekan tombol rahasia sambil terus senyam senyum sendiri."Hah, tadi pagi kebakaran jenggot. Sekarang senyum-senyum sendiri. Benar-benar sulit di tebak."Bisma menggeleng lagi sambil melihat kondisi ruangan berantakan dengan pakaian Leon yang tercecer di lantai."Ahh, pantas saja." Bisma memahami kegilaan tuannya.Pintu terbuka, Nisa langsung bersembunyi di belakang tubuh Leon dengan selimut membungkus tubuh polosnya. Malu. Leon memberikan baju gantinya dan membaw